Mohon tunggu...
Fadli Fd
Fadli Fd Mohon Tunggu... lainnya -

Compassion

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"Kami Mundur Semua..."

14 April 2010   06:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:48 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Senang & bahagia tentu saja, ketika kami berlima diterima bekerja di salah satu apotik bumn terkenal. Setelah melalui masa ujian akhir hampir sebulan lamanya di Sekolah Asisten Apoteker, bergelut dengan berbagai pelajaran eksak & sosial, kimia, ilmu resep, biologi, farmakognosi, bahasa latin, bahasa inggris, administrasi, ditambah lagi dengan berbagai praktek kimia, resep & mengenal simplisia. Sejenak kami melupakan untuk segera melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saatnya mengumpulkan duit, saatnya bergembira, saatnya merasakan bangga memiliki duit dari hasil keringat sendiri. Upah yang kami terima saat itu di awal tahun 1985 tidaklah banyak, gaji pokok plus yang lain-lain cuma berkisar dibawah Rp. 100.000,-. Apa lacur setelah masa percobaan selama 3 bulan, 3 dari kami dinyatakan tidak lulus. Padahal kami telah mencurahkan seluruh kemampuan & rasanya tidak ada pekerjaan yang tidak mampu kami laksanakan. Kami juga termasuk yang rajin & tak banyak menuntut. Merasa mendapat perlakuan tidak adil, meski saya tidak termasuk yang tak terpakai. Sepulang dari mendapat penjelasan dari hrd, saya berinisiatif mengumpulkan kawan-kawan di lapangan segitiga, sebuah lapangan dekat kantor pos besar Makasar. Langkah gontai Ucup, Ali & Naha membuat kami membisu sepanjang jalan. Sesekali Ucup yang memang sensitif meneteskan air mata ;"Apa mi mau kubilang sama orang dirumah ..." atau coba dengar keluh Ali yang orang tuanya berada di Bima sana ;"Bagemana mi kubayar uang kos-ku nanti ... ". Setibanya dilapangan Segitiga kami segera duduk membentuk lingkaran, tak banyak yang kami diskusikan. Sebagai rasa setiakawan kami bersepakat, mengangkat sumpah :" JIKA 3 ORANG SAHABAT KAMI DI PHK, MAKA KAMI JUGA AKAN IKUT MENGUNDURKAN DIRI". Kamipun berdiri dan menyatukan tangan, membulatkan tekad bahwa keputusan inilah yang terbaik bagi kami berlima. Betapa tidak hari-hari selama 3 tahun bersekolah di Sekolah Asisten Apoteker, persahabatan kami telah terjalin demikian eratnya. Perjalanan hidup kami memang lebih banyak dilalui diantara lorong-lorong sekolah, masak & makan bersama, belajar bersama, tidur beralas bangku dalam ruangan yang sama. Dari lapangan Segitiga kami bergegas kembali menuju apotik di jalan Ahmad Yani. Oleh Pak A Hong, kepala hrd apotik kami dipersilahkan masuk ke ruang direktur setelah sedikit agak ngotot memaksa. Biasa setelah bersalaman & sejenak berbasa-basi, sebagai jubir saya segera mengarahkan pembicaraan ke pokok masalah. "Begini Pak Dir, saat penerimaan dahulu kami tidak pernah mendapat penjelasan bahwa pada akhirnya yang diterima hanya 2 orang saja, padahal kami tahu bahwa apotik selalu ramai & bahkan terasa masih kekurangan orang". "Maaf adik-adik, mungkin menurut penilaian kepala apotik memang ada yang tak memenuhi syarat"; jawab dirut. "dari segi apa Pak, rajin sudah pasti, semua beban & jenis pekerjaan dapat kami selesaikan dengan baik, rasa-rasanya kami belum pernh membuat kesalahan"; tangkas saya menjawab. "pokoknya begini Pak, kalau 3 orang teman kami tetap di PHK, maka saya & Ibrahimpun juga ikut mengundurkan diri" Tertegun Pak Dirut mendengar kelanjutan ucapan saya, beliau mencari-cari kesungguhan dimata saya. Tatapan Pak Dirut tak membuat mata saya berkedip, apalagi menunduk. Beliau kemudian meminta waktu sejenak keluar ruangan. Berselang 10 menit kemudian beliau masuk kembali. Entah takut dengan ancaman kami atau memang apotik sedang kekurangan orang, beliau berkata ; "baiklah, kami akan menerima kalian berlima dengan syarat, 3 orang bersedia bekerja di luar Makasar & tidak boleh menolak". "Dua orang ke Menado & satu orang ke Balikpapan, segera putuskan & surat jalan juga segera kami buat"; lanjut Pak Dirut. Tak sulit membuat keputusan siapa yang berangkat ke Menado, karena Ucup & Naha tanpa banyak pertimbangan bersedia. Persoalan timbul ketika akan memutuskan siapa yang akan bertugas ke Balikpapan. Mengingat terphk diawal maka mestinya yang legowo ke Balikpapan adalah Ali, namun Ali memohon ;"Aku tidak pernah merantau, mamaku sekarang sendiri kodong, tolong mi ..." Pak Dirut memandang kami meminta keputusan segera. Tak mau kehilangan muka dimata kawan-kawan & Pak Dirut, sayapun segera mengangkat tangan ;"Saya Pak yang ke Balikpapan ..." Saat itu jika kami tidak berkeras, mungkin perjalanan hidup kami akan berbeda dengan saat ini. Ucup sendiri masih di Menado dengan jabatan yang cukup tinggi, Naha meski masih bekerja di bumn yang sama kini bekerja di Jakarta sebagai kepala lab, karena telah menyelesaikan S1 kimianya. Ali sendiri kini menjadi pembantu dekan fakultas kimia di Samarinda. Saya setelah melanglang buana kemana-mana kini terdampar di perusahaan migas, sedangkan Ibrahim masih menetap di Makasar sebagai usahawan yang cukup sukses.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun