Mohon tunggu...
F. Chaerunisa
F. Chaerunisa Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Akun ini sudah tidak aktif.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Sudah Tepatkah #NoStrawMovement bersama Stainless Straw?

3 Maret 2019   16:30 Diperbarui: 14 Juni 2019   11:55 8597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stainless straw, inovasi baru buat menggantikan sedotan plastik sekali pakai.| Sumber: Shutterstock

Sampah plastik masih menjadi isu yang diperbincangkan secara masif di berbagai belahan bumi. Hal ini diakibatkan oleh tak terkendalinya jumlah sampah plastik yang sulit terurai dan seringkali berakhir di laut hingga merusak ekosistemnya. 

Menurut Sarah Gibbens pada salah satu artikelnya yang dimuat oleh National Geographic dengan judul "A Brief History of How Plastic Straws Took Over the World", 8 ribu ton plastik berakhir di lautan setiap tahun. 0,025% dari keseluruhan tersebut disumbang oleh sampah sedotan plastik.

Karena itulah, gerakan tanpa sedotan yang dipopulerkan dengan tagar #NoStrawMovement mulai pertengahan 2018 sangat gencar dilakukan guna mereduksi penggunaan sedotan plastik. Tak lama setelahnya, beberapa di antara kita terkena tren menggunakan stainless straw yang dianggap lebih ramah lingkungan ketimbang sedotan plastik. 

Logikanya sederhana, stainless straw dapat digunakan berkali-kali karena washable alias dapat dicuci sehingga sampah sedotan plastik yang disposable (sekali pakai) dapat dikurangi. Tentu saja lebih ramah lingkungan, bukan?

Namun, benarkah stainless straw jauh lebih ramah lingkungan ketimbang plastic straw? Sebuah riset tentang sedotan justru mengatakan sebaliknya.

Riset yang diinisiasi oleh Engr308 Technology and Environment dan Humboldt State University yang berjudul "HSU Straw Analysis" memiliki tujuan utama untuk menganalisis dan membandingkan efek dari dampak berbagai jenis sedotan berdasarkan energi yang tertanam dalam masing-masing jenis sedotan serta emisi karbondioksida yang dihasilkan.

Adapun objek yang digunakan terdiri dari 5 jenis sedotan: 3 di antaranya reuseable (sedotan stainless, kaca, dan bambu); 2 lainnya merupakan jenis disposable (sedotan plastik dan sedotan kertas).

Hasil riset menyatakan bahwa jenis sedotan stainless-dalam pembuatannya-mengeluarkan energi dan emisi CO2 paling banyak ketimbang jenis sedotan lain. 

Berdasarkan data dalam laporan "HSU Straw Analysis", dapat disimpulkan bahwa sedotan jenis stainless mengeluarkan energi paling banyak dalam pembuatannya yakni sebesar 2420 kJ, disusul sedotan kaca (1074 kJ), sedotan bambu (756 kJ), sedotan plastik (23,7 kJ) dan sedotan kertas (16 kJ). 

Hal tersebut berbanding lurus dengan emisi gas yang dihasilkan di mana sedotan stainless masih menempati posisi tertinggi dengan angka 217 gCO2, dibawahnya ada sedotan kaca (65,2 gCO2), sedotan bambu (38,8 gCO2), sedotan plastik (1,46 gCO2), dan sedotan kertas (1,38 gCO2).

Pada studi kasus di Humboldt State University, diasumsikan bahwa penggunaan disposable straw yang digunakan dalam sehari berjumlah 1000 dengan jumlah hari aktif di kampus sebanyak 146 hari per tahun. Di samping itu, juga diasumsikan bahwa ada 3500 mahasiswa di kampus per tahun (jumlah ini belum termasuk dosen, staf, serta pekerja lain).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun