Pengantar
Cerpen ini  dibuat dengan bantuan chat GPT. Namun, tetap saja bikinnya sampe 4 jam. Beberapa hal bikin lama jadi cerpen ini karena,Â
1) harus memberi intruksi lagi untuk diperbaiki seperti maunya ide penulis. ChatGPT membuat uraian cerita secara umum.Â
2) harus penulis edit lagi dan itu makan waktu lama karena harus mengubah nada bahasa (gaya bahasa) seperti penulis mau. Bahasanya chat GPT kaku dan seperti terjemahan. Terlebih soal dialog. Harus ekstra edit sesuai penulis mau supaya dapat emosi karakter tokoh.Â
3) logika cerita atau konteks cerita harus diedit juga. Ada detil cerita atau alur cerita gak logis karena chat GPT bikin secara umum. Mirip masalah point satu. Poin 3 ini maksud saya, konteks cerita sesuai tempat, lokasi, budaya, atau psikologi tokoh daerah Indonesia, tetapi ChatGPT tidak mampu menjangkau hal demikian. Dalam cerpen ini, imaji saya (penulis) adalah Sumatera secara umum. Sementara ChatGPT membuat tokoh normatif secara umum/universal.Â
Kesimpulan saya setelah beberapa kali menggunakan chat GPT untuk menulis cerpen (fiksi): lihat di akhir cerpen ini.
****
Suasana sore sedang mendung. Jalanan raya yang lurus itu juga sepi. Hanya ada beberapa mobil dan sepeda motor yang melintas. Kiri kanan jalan tampak pemandangan sawah yang menguning. Di kejauhan, di tepian sawah, tampak juga orang berkerumun sedang berlari kucar-kacir dari bangunan besar.Â
Sementara itu seorang pengendara motor berhenti di tepi jalan raya. Nana dengan seragam perawatnya sedang pulang kerja dari rumah sakit. Ia menghentikan motornya ketika teleponnya berbunyi. Telepon dari ibunya.
"Ada apa, Mak? Nana lagi di jalan," Nana langsung bertanya ke ibunya yang dipanggil "Mak".