Mohon tunggu...
Fawwaz Apto Anugro
Fawwaz Apto Anugro Mohon Tunggu... Mahasiswa, Fakultas Hukum, Universitas Mulawarman

Atlet Volly

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Dewan Perwakilan: Lembaga Legislatif atau Lembaga Elit?

10 Mei 2025   22:25 Diperbarui: 10 Mei 2025   22:25 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

   Pada September 2019, ribuan mahasiswa di berbagai kota di Indonesia turun ke jalan dengan satu tuntutan: batalkan RUU yang tidak berpihak pada rakyat. Salah satu pemicunya adalah pengesahan RKUHP dan revisi UU KPK yang dinilai melemahkan pemberantasan korupsi. Alih-alih mendengarkan aspirasi masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat tetap melaju dengan agenda legislatif yang penuh kontroversi. Peristiwa itu menjadi pengingat betapa lemahnya daya representasi dewan terhadap suara rakyat yang diwakilinya. Di sinilah letak pertanyaan fundamental: apakah Dewan Perwakilan benar-benar lembaga legislasi rakyat, atau sudah berubah menjadi lembaga elit?

   Lembaga perwakilan idealnya menjadi refleksi dari keragaman masyarakat. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan dominasi kelompok elite dalam pengisian kursi parlemen. Data dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa sekitar 50% anggota DPR RI periode 2019–2024 berasal dari latar belakang pengusaha, politisi senior, dan kerabat pejabat. Hal ini menciptakan "kelas tertutup" dalam perwakilan rakyat, di mana akses bagi tokoh-tokoh akar rumput nyaris mustahil tanpa kekuatan modal.

   Realitas ini berbanding lurus dengan produk legislasi yang dihasilkan. Ambil contoh UU Cipta Kerja (Omnibus Law), yang disahkan pada 2020 di tengah pandemi dan gelombang penolakan dari serikat buruh, akademisi, hingga mahasiswa. Alih-alih menjadi solusi atas pengangguran, beleid ini dianggap mempermudah eksploitasi tenaga kerja demi investasi. Aliansi masyarakat sipil bahkan menemukan bahwa pembahasannya tertutup, minim partisipasi publik, dan sarat kepentingan korporasi besar.

   Kritik terhadap DPR bukan hanya datang dari luar. Pada 2023, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PSI, William Aditya Sarana, secara terbuka mengungkap anggaran janggal dalam APBD seperti "lem aibon miliaran rupiah". Bukannya mendapat dukungan, ia justru menghadapi tekanan dari sesama anggota dewan. Hal ini menunjukkan bagaimana lembaga perwakilan bisa menjadi lingkungan yang resisten terhadap pengawasan dan cenderung melanggengkan budaya elitis.
Lebih jauh lagi, keterputusan dewan dari konstituennya terlihat dalam pola komunikasi politik yang kaku. Banyak anggota DPR hanya aktif turun ke daerah pemilihan menjelang pemilu, sementara selama masa jabatan, keberadaan mereka nyaris tak terdengar. Media sosial memang menjadi kanal baru, namun sering kali hanya berisi pencitraan, bukan partisipasi deliberatif.

   Sudah saatnya kita mempertanyakan ulang fungsi lembaga perwakilan dalam demokrasi Indonesia. Jika Dewan Perwakilan terus berperilaku elitis, menutup diri dari aspirasi rakyat, dan lebih sibuk menjaga relasi kuasa daripada menjawab kebutuhan publik, maka legitimasi moralnya akan terus tergerus. Saya, sebagai mahasiswa Fakultas Hukum, berpendapat dan mohon sangat agar DPR yang merupakan wadah perwakilan rakyat, semestinya membuka diri terhadap kritik dan aspirasi masyarakat. Teguran atau penyampaian dari kami bukanlah suatu ancaman, tetapi bentuk kepedulian agar DPR dapat memperbaiki diri.
   DPR tidak perlu takut pada suara rakyat, karena justru dengan mendengar dan merespons suara itu, DPR sedang menjalankan mandat konstitusionalnya sebagai perwakilan rakyat. Perubahan tidak bisa hanya diharapkan dari dalam lembaga itu sendiri, tetapi juga dari desakan masyarakat sipil yang terus kritis dan aktif. Sebab bila tidak, maka lembaga ini bukan lagi rumah rakyat—melainkan menara gading kekuasaan yang kian menjauh dari suara publik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun