20.23 14/06/2019
"Hai internet !" dua kata tersebut akan dengan cepat dikenali oleh para penikmat konten dari kanal youtube bernama Froyonion. Mengapa demikian? Karena dua kalimat itu kerap dilontarkan oleh Arie Je bersama Miko Panggayo selaku pelaku seni dalam kanal Youtube tersebut. Ah, menyesal saya baru mengenal mereka baru-baru ini. Sebetulnya nama Froyonion pernah berdenging terdengar di telinga saya dari suara seorang kawan, Rama Diguna.
Namun, rasa penasaran belum bergejolak. Beberapa hari yang lalu, ketika rasa bosan menggelitik jari agar mengetik di kolom pencarian Youtube dengan kata kunci Froyonionlah saya menyadari. Saya menyadari bahwa ekosistem tontonan dalam platform Youtube yang selalu saya nikmati sama sekali tidak berguna. Mengapa? karena selama ini, saya hanya menonton konten "keakuan" jika mengutip kata fluxcup, seorang seniman.
Mayoritas konten yang tersaji dalam Youtube Indonesia berisi subektifitas mereka si pencipta video. Entah itu kehidupannya, kehidupan pacarnya, kehidupan anaknya, kehidupan mantan pacarnya, kekayaannya, jumlah mobilnya dan yang lainnya. Bukankah kita menyadari bahwa sepatutnya kita menyantap konten yang objektif? Atau kita sudah terlanjur mengkultuskan mereka para pembuat konten? Apa bedanya dangan mereka yang mengejar popularitas?
Platform Youtube menilai baik buruknya seorang konten kreator dari jumlah tayangan dan jumlah subscribers. Tak bisa disalahkan, jika konten kreator seperti Froyonion, Fluxcup, VNGNC, dan kawan kawan jarang bertengger di kolom trending disebabkan beberapa faktor. Diantaranya :
- Jarang Upload
Mereka lebih memilih untuk tidak memaksakan diri dalam mengunggah konten ciptaan mereka. Timeline dalam Youtube bakal dipenuhi oleh mereka yang sering mengunggah video. Dengan jangka waktu satu minggu, bahkan satu hari. Seperti ASHIAP! Dan keluarganya.
- Jarang Diminati
Bagaimana tidak, seperti teori demokrasi yang berarti demokrasi hanya bagi orang-orang yang berpikir. Begitu pula konten positif yang jarang diminati di Indonesia disebabkan mereka para konsumen Youtube yang lebih memilih menonton video yang sedang tren dengan substansi konten yang tak berguna berguna amat. Youtube telah digandrungi oleh manusia dari seluruh kalangan usia dengan masing-masing konten kesukaannya. Bahkan mereka yang berusia 3 tahun, telah memulai mengonsumsi Youtube.
- Tidak Mengikuti Tren
Pernahkah kalian melihat izzzy mengangkat kameranya sambil menggrebek rumah orang? Atau memamerkan mobilnya? Isi kantongnya? Tentu tidak. Mereka yang memiliki idealisme dalam karyanya tidak akan selacur itu. Imbasnya adalah mereka jarang muncul di laman beranda Youtube kita karena tidak mengikuti tren.
Fenomena ini harus segera kita sadari. Mengapa? karena yang dapat menyelamatkan ekosistem konten didalam Youtube bukanlah mereka para penentu kebijakan Youtube. Tapi kita, kita sebagai penonton, harus bijak menggunakan mata kita dalam menonton. Artikel ini saya buat karena tersinggung dengan video kolaborasi izzzy dengan Netflix dalam akun instagramnya. Dia menjelaskan dengan singkat seberapa besar pengaruh kita terhadap mereka pembuat konten-konten sampah.
Dan juga, untuk kalian konten kreator dari Kota Tasikmalaya. Nantikan kejutan besar dari saya dan kawan-kawan.