Mohon tunggu...
Fawaid Afif
Fawaid Afif Mohon Tunggu... -

Hanya ingin berbagi pengetahuan dan informasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pancasila (Simbol atau Landasan Negara)

13 Maret 2013   03:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:53 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1311666403544552447

Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada tanggal 1 Juni lalu memang telah lewat. Euforia yang dirasakan sangat terasa. Namun bukan keberhasilan yang menjadi agenda utamanya melainkan perbaikan keterpurukan dan keprihatinan pada nasib bangsa menghiasi pembahasaan semua media di tanah air. Setelah era orba rezim (alm) Soeharto, peningkatan perekonomian bangsa terbilang cepat dalam 10 tahun terakhir. Pendapatan perkapita tahun 2010 saja menunjukkan angka yang baik yaitu mencapai 3.000 dollar AS. Jumlah penduduk miskin dikabarkan menurun tiap tahunnya meski tidak signifikan. Sedang lapangan pekerjaan di sinyalir oleh BPS semakin bertambah. Ketiga keberhasilan inilah yang menjadi jargon pemerintahan sekarang dalam mempertahankan kekuasaan mereka. Namun apakah ini menjadi variabel yang menjadikan rakyat Indonesia telah hidup sejahtera, bahagia dan damai? Seperti apa amanat Pancasila dan UUD 1945 dalam menciptakan kehidupan yang sejahtera, bahagia dan damai? Lantas sudahkan pemerintah yang mengaku demokratis ini mengimplementasikan amanah Pancasila dan UUD 1945? Kapan pula kita bisa mengganti Hari Kebangkitan Nasional menjadi Hari Kemajuan Nasonal. Kita tentu jenuh sudah 65 tahun Hari Kebangkitan Nasional ini kita rayakan tapi tidak pernah kita menikmati hasilnya.

“Pancasila adalah pedoman dalam menuju Indonesia yang berdaulat, bahagia, sejahtera dan damai. Apa kebahagiaan? Apabila rakyat merasa hidup berbahagia. Cukup makan, pakaian, tempat tinggal (rumah) memuaskan, kesehatan terpelihara, anak-anak dapat disekolahkan, ada perasaan hari kemudian terpelihara. Sekalipun merasakan kekurangan kemakmuran orang merasa hidupnya terpelihara, keperluan yang terpenting dapat dipuaskan”.Kalimat ini merupakan catatan materi kuliah Mohammad Hatta. Beliau adalah salah satu dari banyak tokoh pendiri bangsa sekaligus proklamator kemerdekaan bangsa Indonesia. Beliau juga sangat aktif dalam penyusuanan cita-cita bangsa yang termaktub di UUD 1945. Dalam catatannya itu bisa kita baca bahwa beliau hanya ingin mengingatkan bangsa ini agar mengedepankan Pancasila (red: nilai Pancasila) sebagai pedoman utama dalam mewujudkan masyarakat yang berdaulat, sejahtera, bahagia dan damai dalam pilar pembangunan.

Bila kedaulatan merupakan salah satu cita-cita bangsa maka tidak adalagi daerah di negeri ini yang menginginkan kemerdekaan karena merasa dianak tirikan oleh pemerintah pusat, tidak ada lagi kekisruhan yang melanda daerah perbatasan dan tidak terjadi lagi pengusiran yang berujung pada penangkapan kapal nelayan kita di daerah tutorial sendiri oleh bangsa lain. Bangsa ini tidak perlu gedung-gedung mewah, perkantoran mewah, apalagi gedung DPR yang megah sedangkan di bawah masih banyak masyarakat yang susah mencari makan, kesulitan mengganti baju karena tidak memiliki persediaan, dan ditemukan sekeluarga hidup di kolong jembatan karena tidak tersedia perumahaan rakyat miskin yang siap menampung mereka Semua ini tidak mungkin terjadi jika kesejateraan yang merata merupakan salah satu agenda utama pembangunan.

Bila cita-cita bangsa ini ingin melihat masyarakatnya merasa hidup terpelihara sekarang dan kelak maka tidak perlu cemas banyak anak bangsa yang tidak menyelesaikan pendidikan wajib 9 tahun karena tidak ada ongkos, orang tidak perlu takut sakit karena biaya berobat yang mahal atau tidak perlu bekerja diluar negeri sebagai TKW kemudian dianiaya. Sedangkan korupsi tidak lagi menjadi budaya laten karena kesejateraan telah tercapai sehingga penyakit ini tidak mengakar sampai ke perangkat desa.

Yang menjadi pertanyaan besar kini adalah seberapa pengaruh nilai Pancasila mereduksi ke dalam nilai kemasyarakatan kita? Bangsa ini dalam beberapa tahun terakhir diakui oleh banyak pengamat bahwa ideologi bangsa ini semakin tidak terarah dan semakin jauh dari Pancasila. Kekosongan ideologi initerjadi karena tidak kuatnya konsolidasi demokrasi sejak era rezim orba. Hal ini semakin didukung keterbukaan sistem politik dan tidak kuatnya pengaruh kepemipinan yang berakibat munculnya kelompok-kelompok baru dengan ideologi dan kepentingan sendiri yang sekiranya dapat mengancam Indonesia di masa depan.

Pandangan masyarakat kekinian mengakui bahwa Pancasila masih pantas menjadi ideologi bangsa. Ini bisa dilihat pada jajak pendapat oleh harian Kompas (lihat edisi Jumat 27 Mei 2011) dapat dilihat bahwahampir semua responden yaitu 95,7 persen menginginkan pengembalian dan mempertahankan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Dan 91,6 persen responden juga memandang Pancasila adalah ideologi yang paling baik buat bangsa Indonesia. Rindu ini semakin mengingatkan kita akan pentingnya sebuah ideologi. Ideologi dapat dijadikan arah kebijakan pemerintah dan sebagai mediasi pererat dan penyatu bangsa. Bangsa yang bekerja tanpa ideologi diperkirakan akan termakan arus pasar dunia sehingga kebijakan yang muncul kemudian juga merupakan duplikat kebutuhan pasar bukan kebutuhan dasar masyarakat.

Meski demikian, mengembalikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-sehari tidaklah mudah. Dalam jajak pendapat yang sama, harian Kompas menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir terjadi trend meningkat ketidak seriusan pemerintah saat ini menerapkan Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ketidak seriusan ini memang didasari dari pelbagai permasalahan yang terjadi. Lihat saja beberapa undang-undang dibuat atau diubah seenaknya tanpa melihat cita-cita luhur bangsa. Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan misalnya walau telah ditolak oleh MK namun UU ini secara substansi akan menghilangkan akses warga miskin dalam mengeyam pendidikan yang bertentangan dengan pasal 31, 32, dan 34 UUD 1945 yang tentu saja juga bertentangan dengan Pancasila. Contoh lain pada UU No 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing juga mendapat kritikan karena secara gamblang bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan masuknya modal asing semakin membuat kondisi bangsa ini mulai mudah didikte bangsa lain. Pada sektor perkebunan kelapa sawit misalnya. Sekitar 50 persen lahan perkebunan sawit yang seharusnya dinikmati olah masyarakat tani malah dikuasi oleh perusahaan asing. Jika ini semakin dibiarkan dan tidak terkontrol maka akan diprediksikan menimbulkan kerugian yang besar buat negara yang mengaku agraris ini.

Euforia penerapan Pancasila akan kita bisa jumpai tiap pemilu saat kampanye. Namun ketika menjabat kekuasaan, apakah masih didegungkan? Perbedaan perkataan dan perbuatan ini menjadikanimagePancasila menurun. Ketidakseriusan pemerintah dan politikus dalam mempraktekkan nilai-nilai Pancasila seperti yang dijanjikan saat kampanye membuat masyrakat kita gamang. Akibatnya kevakuman Pancasila terjadi di kehidupan masyarakat akhir-akhir ini.

Sedang dalam berbagai aspek kehidupan menuai hasil yang relatif hamipr sama. Salah satu contoh misalnya dalam jajak pendapat yang sama 49,8 persen responden mengkhawatirkan kondisi persatuan dan kesatuan bagsa Indonesia. Hal ini tidaklah salah sepenuhnya jika kita melihat bagaimana kompleksnya kisruh yang terjadi pada bangsa kini. Kasus NII misalnya yang akhir-akhir ini mencuat, sebenarnya ini problem lama yang belum bisa diselesaikan, mengkhawatirkan masyarakat dan juga mengancam stabilisasi negara. Ego kepentingan pribadi maupun kelompok memang telah mendarah daging di sebagian masyarakat kita. Hal ini penyebabnya adalah nilai-nilai Pancasila tidak lagi menjadi landasan berpikir dan bertindak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun