Mohon tunggu...
FAURIL MISBAHUDDANIL ALA
FAURIL MISBAHUDDANIL ALA Mohon Tunggu... Seorang mahasiswa Universitas Negeri Malang angkatan 2024. Telah memenangkan berbagai lomba kepenulisan seperti lomba cipta puisi dan juga cerpen, juara 1 lomba cipta puisi tingkat SMA Sederajat Nasional yang diselenggarakan oleh RuangLombaNasional (2022), juara 2 cipta puisi tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh KreasiPrestasiIndonesia (2023), Juga Penulis terpilih dalam berbagai lomba cipta puisi dan cerpen, salah satunya yang diselenggarakan oleh FunBahasa.

Lahir di Sangatta Utara, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Sejak SMP mulai bertolak ke Malang untuk menimba Ilmu agama di salah satu pondok pesantren di sana selama enam tahun, sampai lulus SMA, kemudian melanjutkan studinya ke Universitas Negeri Malang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi Sosial Covid-19 dalam Kacamata Drama "Wabah".

18 Juni 2025   12:25 Diperbarui: 18 Juni 2025   12:25 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Drama modern saat ini sudah marak dipertunjukkan kepada masyarakat. Baik itu melalui panggung atau sudah beralih ke dalam penayangan di televisi. Drama sendiri menurut A. Adjib Hamzah merupakan cerminan dari realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Setiap orang di suatu lingkungan masyarakat berperan sebagai tokoh di dalam kehidupan mereka masing-masing. Pementasan drama "Wabah" karya Budi Ros dari Teater Koma ini termasuk dalam drama modern yang menampilkan unsur intrinsiknya dengan lengkap. Dipentaskan pada masa merebaknya wabah covid-19, pada 2021 di sanggar Seri Panakawan, drama ini sukses merefleksikan realita sosial yang terjadi di masyarakat pada masa pandemi.

Fenomena pandemi covid-19 berdampak besar terhadap kehidupan manusia pada saat itu secara keseluruhan. Mulai dari berbagai macam aspek seperti ekonomi, pendidikan, bahkan agama juga sampai terserempet. Virus yang berasal dari daerah Wuhan di Cina ini benar-benar menghambat keberlangsungan hidup masyarakat global. Salah satu kehidupan yang terkena dampak dari fenomena ini adalah "kehidupan di atas panggung", atau drama. Pertunjukkan drama yang semula hanya dipertontonkan melalui panggung, dalam artian siapa pun yang ingin menonton sebuah drama harus datang langsung ke sebuah pementasan, kini beralih tempat ke rumah masing-masing, dengan melalui media elektronik seperti televisi, gawai, ataupun radio. Benar-benar kondisi yang tidak memungkinkan untuk melakukan pementasan di atas panggung, dengan mengundang para penonton langsung menyaksikannya. 

Drama "Wabah" karya Budi Ros hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menceritakan realita sosial yang terjadi pada masa pandemi. Berbagai macam dampak dari pandemi covid-19 diceritakan dalam drama ini menggunakan humor-humornya yang satir. Hampir keseluruhan adegan yang ada di dalam drama "Wabah" ini merupakan representasi dari kondisi masyarakat saat itu. Mulai dari adanya "Aji Mumpung" dalam perdagangan yang sangat mengeksploitasi, pandemi yang semakin menyusahkan masyarakat kalangan menengah ke bawah, sampai timbulnya sifat "mengharap-harap" pada pihak berwajib oleh masyarakat, yang keseluruhan ini tentunya berakibat negatif dan bisa saja menjadi fatal andai kata pandemi masih berlangsung hingga saat ini. 

A. Praktik Aji Mumpung dan Eksploitasi Perdagangan

 Pada masa pandemi covid-19, banyak dari kebutuhan sandang pangan papan yang terasa lebih mahal dari biasanya. Kebutuhan primer masa pandemi yang wajib hukumnya bagi setiap orang untuk memilikinya seperti: masker, handsanitizer, sabun cuci tangan, keperluan pengecekan diagnosis keterjangkitan virus seperti rapid test, swab test, seolah sengaja dinaikkan tarifnya. Kondisi di mana diwajibkannya untuk menjaga jarak, dilarang keluar rumah (kecuali untuk kepentingan mendesak) yang menyulitkan kebanyakan orang ini masih saja ditambahkan dengan harga-harga fantastis yang harus ditebus demi sesuap nasi. Di mana peristiwa ini hanya menguntungkan suatu pihak saja, dan merugikan pihak lainnya yang tidak lain adalah masyarakat.   

Praktik-praktik seperti ini dinamakan dengan praktik aji mumpung. Praktik aji mumpung adalah pemanfaatan kondisi tertentu laiknya situasi krisis atau yang lainnya, demi mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok tanpa memedulikan dampak buruk yang ditimbulkannya terhadap pihak selain dirinya. Dalam drama "Wabah" ini terdapat beberapa adegan yang ditampilkan oleh para tokoh yang mencerminkan perilaku aji mumpung. Sebut saja sikap tokoh Gareng dan Petruk yang beralih profesi dari yang mulanya petani jagung, menjadi pengusaha dadakan. Mereka, Gareng dan Petruk berusaha meyakinkan ayahnya yakni rama Semar akan betapa untungnya jika mereka menjual sabun, alat deteksi covid-19, sampai rencana untuk menyewakan sepeda, yang akan mereka tawarkan kepada masyarakat dengan harga tinggi. Berikut adalah narasi dalam dialog yang menggambarkan praktik aji mumpung yang ingin dilakukan oleh tokoh Gareng dan Petruk.

 

"Situasi kacau ini adalah peluang besar---kita harus manfaatkan!" 

"Akan saya sewakan (sepeda) Romo, sejak pandemi covid harga sepeda melonjak 300%. Bukan hanya di Indonesia, di banyak negara juga begitu. Harga sepeda jadi melambung, banyak orang tidak mampu beli. Naaah, bisnis penyewaan sepeda bakal booming juga!"

 

Dari dialog antara tokoh Gareng dan Petruk di atas, mereka berusaha meyakinkan Semar ihwal keuntungan besar yang akan didapatkan jika mereka melakukan praktik ini. 

Melonjaknya kebutuhan masyarakat terhadap sabun dan alat transportasi (sepeda) adalah yang melatarbelakangi Gareng dan Petruk untuk memulai praktik aji mumpung mereka. 

Diceritakan juga oleh Petruk bahwa setelah mereka mendapat keuntungan dari praktik ini, selanjutnya mereka akan membeli alat-alat pendeteksi covid-19 seperti rapid test dan swab test yang selanjutnya akan mereka berlakukan sama dengan penjualan sabun dan penyewaan sepeda sebelumnya. Dengan demikian keuntungan yang didapat dari penjualan sabun, alat-alat deteksi covid-19, serta penyewaan sepeda yang dilakukan secara aji mumpung oleh Gareng dan Petruk akan terus meningkat, dan keuntungan tersebut juga hanya berlaku bagi mereka, sedang orang lain mengalami kerugian. Menanggapi sikap Gareng dan Petruk, Semar selaku romo mereka berupaya untuk menghentikan aksi anak-anaknya. 

  

"Dan kamu Gareng, bisnis boleh saja, tapi jangan kelewatan. Ketika kebutuhan masyarakat terhadap alat-alat tes pendeteksi covid dan juga sabun meningkat, seharusnya harga-harga jangan dinaikkan. Karena tanpa naik pun para pengusaha sudah memperoleh banyak keuntungan. Cara jualan yang pakai aji mumpung itu sangat-sangat tidak sopan." 


Dalam narasi dialog Semar di atas menjelaskan bahwa praktik aji mumpung merupakan praktik yang tidak sopan (etis). Adegan demi adegan yang disajikan dalam drama "Wabah" ini merupakan refleksi nyata atas berbagai fenomena yang berlandaskan aji mumpung, yang benar-benar terjadi pada masa pandemi covid 19. Sehingga Semar yang bijaksana, idealis, dan peduli terhadap lingkungan sekitar harus mengalami konflik moral dengan Gareng yang cenderung oprtunis, Petruk yang mau enaknya saja, dan pasif juga turuan pada Bagong.

 

B. Dampak Ekonomi dan Pelebaran Kesenjangan Sosial 

Imbas dari pandemi covid-19 yang disinggung dalam drama ini juga merembet pada dampak ekonomi dan jarak kesenjangan antara kelas-kelas sosial yang semakin melebar. Masyarakat yang kelasnya menengah ke bawah semakin susah dengan melonjaknya harga barang yang digambarkan sebagai vitamin dalam drama karya Budi Ros ini.

 

"Bagaimana kelanjutan kisah kita para panakawan bokek (miskin) ini kalau nggak boleh cari keuntungan? Orang kalau beli vitamin saja harganya makin melambung. Banyak apotek yang menaikkan harga vitamin."

 

Diksi vitamin di sini terasa sangat umum. Metafornya sangat luas jika ditafsirkan lebih lanjut, sehingga bisa mencakup barang-barang kebutuhan yang lain, dan tidak terpaku pada satu makna 'vitamin' saja. Hal ini juga termasuk dalam pengaruh negatif aji mumpung yang menguntungkan satu pihak saja, yang kerugiannya terasa sangat berat bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.

Keluarga panakawan yang notabenenya berpenghasilan rendah karena hanya bergantung pada hasil olahan sawah dan ladang sendiri mengalami isu kelangkaan barang, kenaikan harga barang, dan pelebaran kesenjangan. Mereka harus berjuang hanya dengan mengandalkan hasil dari sawah dan ladang mereka yang persediaannya semakin hari semakin menipis.

 

C. Pengharapan Terhadap Bantuan dan Ketergantungan

Dengan kondisi sosial ekonomi yang berada di bawah, menjadikan masyarakat yang tidak mau berusaha keras untuk hidup sebagai orang yang posisi tangannya selalu berada di bawah. Masyarakat yang berada dalam kelas ini mau tidak mau hanya bisa mengharapkan bantuan dari mereka yang berada di kelas atasnya. Dalam artian, masyarakat yang seperti ini hanya mengandalkan bantuan dari orang lain tanpa berusaha sendiri alias ketergantungan. Mimpi-mimpi yang dialami oleh Bagong dalam drama "Wabah" ini menggambarkan ketergantungan dan harapan masyarakat kalangan bawah terhadap bantuan pemerintah.

 

"Bagong mimpi dapat sembako dari presiden. Bagong mimpi dapet sembako dari RT, RW, lurah, pengusaha, walikota, gubernur, waaah semuanya pokoknya komplit." 

Kemudian ditanggapi oleh Gareng dan Petruk. 

"Mimpi yang bagus, Gong. Tidak semua orang bisa mimpi seperti itu. Semoga nantinya mimpimu benar-benar jadi kenyataan."

   

Mengapa Bagong bisa mendapatkan mimpi seperti itu? Sekalipun mimpi hanyalah sekadar mimpi, bunga tidur semata yang tidak dapat dipercaya, tapi bukan berati mimpi dapat diabaikan begitu saja. Dalam salah satu teori, mimpi merupakan hasil dari rekaan pemikiran seseorang yang belum rampung, yang kemudian dilanjutkan setelah tertidur di dalam mimpi. Rekaan pemikiran sangat dipengaruhi oleh latar belakang seseorang. 

Bagong yang memiliki latar belakang keluarga petani yang pas-pasan, sangat memungkinkan untuk dapat bermimpi demikian. Bagong yang bermimpi mendapatkan bantuan sembako dari orang-orang penting, yang secara kelas berada di atasnya merupakan cerminan nyata masyarakat pada masa pandemi. Kondisi Bagong dan masyarakat yang sama sama bergantung pada orang yang kelasnya di atas merekalah yang melatarbelakangi Bagong sehingga bisa bermimpi seperti itu. 

Drama "Wabah" karya Budi Ros ini sangat menggambarkan realita sosial masyarakat pada masa pandemi covid-19 dengan jelas. Keluarga panakawan yang tergolong masyarakat kelas menengah ke bawah mencerminkan masyarakat miskin dalam dunia nyata. Masyarakat yang terkena dampak, atau pihak yang dirugikan dari praktik aji mumpung yang dilakukan oleh oknum semena-mena yang tidak bertanggung jawab, yang mementingkan keuntungan pribadi dan kelompok. Masyarakat yang terdampak besar terhadap kondisi ekonominya, yang semakin lebar jarak kesenjangan sosial ekonominya. Serta masyarakat yang hanya bisa bergantung dan berharap atas bantuan dari orang-orang yang berada di atas mereka, tanpa melakukan usaha sama sekali. Terdapat banyak sekali pesan-pesan yang terkandung di dalam drama "Wabah" karya Budi Ros ini.   

Sutradara di sini menggambarkan adegan demi adegan yang dijalankan oleh para tokoh panakawan dengan sederhana tapi jelas dan mudah diterima tentunya bukan tanpa suatu alasan. Penulis seolah ingin menyampaikan dan juga mengingatkan kita bahwa berbagai macam fenomena yang pengarang gambarkan dan angkat ke atas panggung drama merupakan refleksi sosial yang sebelumnya atau bahkan sampai sekarang masih terjadi di kalangan masyarakat bawah, serta sebagai pelajaran bahwa manusia jika ingin mencapai sesuatu dalam kehidupan masing-masing, mereka sepatutnya memperjuangkan usaha mereka melalui jalan yang benar tanpa sikap egois, yang bisa saja merugikan orang lain jika tidak disadari betul-betul, dan sebagai sebuah karya sastra yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun