Mohon tunggu...
Fatur Rafael Mobaydius
Fatur Rafael Mobaydius Mohon Tunggu... profesional -

Fatur hanyalah hamba Tuhan yang ingin bisa memberi manfaat pada sesama..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golput Adalah Pilihan yang Sangat Wajar

24 Februari 2013   03:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:48 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Golput atau golongan putih adalah pilihan dari sekelompok orang yang tidak suka, tidak percaya, tidak peduli, atau secara kasar bisa di katakan sebagai bentuk penolakan masyarakat terhadap pemimpin munafik yang kerap ingkar janji, pemimpin busuk, pemimpin durhaka, dan pemimpin yang sama sekali tidak ideal untuk memimpin sebuah komunitas masyarakat.
Sayangnya yang banyak tersebar di negeri ini justru pemipin yang tidak ideal yang bisanya hanya mendatangkan kisah-kisah pilu dalam sejarah rakyatnya, amat sedikit sekali ada pemimpin yang bisa membuat bahagia hati rakyatnya. Jika anda tidak percaya, lihatlah betapa duka nestapa terhampar demikian nyata di hadapan kita di segala lini kehidupan.
Munculnya kelompok Golput ini secara alamiah timbul akibat kinerja pemimpin yang jauh dari memuaskan bahkan bukan saja jauh dari memuaskan, perilaku yang di tampilkan mereka juga kerap mendatangkan rasa muak dan rasa geram di hati masyarakat.
Bayangkan, seorang pemimpin sebagai pengemban amanah yang seharusnya berusaha keras untuk menyejahterakan rakyatnya, bertugas mengangkat martabat kehidupan rakyat ke arah yang lebih baik justru malah menjerembabkan rakyat ke dataran penderitaan tiada henti dari hari ke hari. Kebutuhan hidup yang terus melambung, kesempatan kerja yang kian menyempit, dan bentuk kehawatiran lain, sementera pemimpin sibuk memikirkan nasib dirinya sendiri.
Memang bukannya tidak pernah ada niat baik datang dari kalangan pemimpin itu, tentang janji perubahan, akan membuka lapangan kerja seluas-luasnya, mengadakan sekolah-sekolah gratis, rumah sakit gratis, kemudahan di segala urusan birokrasi, dan seabreg niat lainnya, tetapi sayangnya niat-niat itu hanya muncul di saat-saat kampanye agar dirinya terpilih. Tetapi jika telah terpilih janji-janji itu menguap begitu saja bersama perjalanan waktu, mereka telah lupa terhadap janji-janjinya, yang ada hanyalah pemikiran bagaimana caranya modal kampanye dulu bisa kembali lagi bila perlu mengeruk laba sebesar-sebesarnya apapun jalan yang harus di tempuh, syubhat maupun haram, merugikan ataupun menindas serta mencekik leher rakyat tidak jadi soal. Maka di pertontonkanlah oleh mereka kedzhaliman-kedzhaliman terselubung yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang Tuhan tetapi juga bertentangan dengan undang-undang yang di buatnya sendiri.
Mungkin ada yang berkata sinis: anda jangan hanya bisa menyalahkan pemimpin. Apa yang anda telah perbuat bagi negeri ini bung? Saya Jawab! Wahai setan! Bukankah Tuhan telah membagi manusia dalam porsi yang berbeda-beda, dengan porsi yang berbeda-beda itu mudah-mudahan akan tercipta harmonisasi yang baik dan keselarasan yang sesuai dalam kehidupan ini. Saya ini meskipun sedikit telah berupaya membenahi masyarakat kecil dengan mengajar mereka membaca alQuran maupun menghafal alQuran, dan itulah kontribusi yang saya bisa, mudah-mudahan dengan belajar alQuran moral mereka akan terjaga dari korupsi, perzinahan, menipu, memalak, dan tindakan-tindakan culas lain. Begitu juga dengan teman-teman lainnya, mereka memberi kontribusi melalui apa yang mereka bisa demi negeri ini. Lalu apakah upaya kami yang di pandang remeh itu, justru kalian balas dengan tindakan korupsi, kolusi, dan pemuasan terhadap nafsu angkara murka lainnya? Lalu di mana harmonisasi akan terjadi dan apakah tindakan-tindakan hina itu bisa di katakan sebagai kontribusi yang baik untuk negeri ini?
Lihatlah di pasar-pasar itu betapa banyak pedagang yang jujur terkapar, lihatlah tukang becak mengayuh peluh demi satu dua rupiah, lihatlah sopir angkot, lihatlah kuli panggul, pengamen, pedagang asongan bahkan para pelacur, betapa berat mereka menjalani kehidupan di negeri yang sesungguhnya kaya raya ini.

Lihatlah pula betapa imam-imam masjid di kampung-kampung itu membenahi masyarakatnya tanpa pamrih dalam menjalalankan tugasnya, jikapun di bayar uang bayaran itu tidak cukup untuk menghidupi keluarganya sebulan penuh. Lihatlah pegawai rendahan yang dengan tekun pulang pergi pagi dan sore yang hari-harinya selalu di bayangi kecemasan tentang masa depan anak-anaknya. Lihatlah karyawan-karyawan kecil yang hanya di bayar duapuluh ribu rupiah atau bahkan ada yang hanya sepuluh ribu rupiah dalam sehari.

Wahai pemimpin! Tolonglah lihat mereka semua dengan nurani manusiamu, bukan dengan nurani setanmu atau nafsu Iblismu!
Sekali lagi, melihat fenomena kepemimpinan yang tidak pasti, di tambah dengan pengalaman-pengalaman kelam kepemimpinan masa lalu rasanya sangat wajar jika dalam pemilu-pemilu yang di adakan di negeri ini baik skala lokal maupun nasional, puluhan juta orang lebih memilih golput.
Ada yang bilang: Jangan di tanya mengapa mereka golput tapi tanyalah apa yang menyebabkan mereka golput.

Negeri Nestapa, 24 Februari 2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun