Ketika mendengar Dubrovnik siapa yang tidak terbayang langsung tertuju pada jalan berbatu dan tembok abad pertengahan yang megah. Kota ini, yang menjadi King’s Landing dalam serial Game of Thrones (2011-2019), telah berubah drastis akibat gelombang pariwisata. Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, Dubrovnik seharusnya menjadi cerminan sejarah gemilang Republik Ragusa dan budaya Dalmatia. Namun, popularitas serial ini membawa komersialisasi yang menggugah pertanyaan “apakah keaslian budaya harus berkompromi demi keuntungan?”
Salah satu hal yang terlihat adalah adanya tren tur bertema Game of Thrones. Wisatawan berbondong-bondong menjelajahi tembok-tembok kota serta tempat bersejarah benteng Lovrijenac, berfoto ria di lokasi walk of shame sambil memegang pedang atau perisai souvenir, siapa yang tak ingin merasakan dunia Westeros? Tapi, ketika pemandu lebih sibuk menunjukkan adegan film daripada menceritakan sejarah maritim atau arsitektur Gotik Dubrovnik, saya merasa ada sesuatu yang hilang. Budaya lokal seolah tersisih, digantikan oleh narasi fiksi yang sangat menyesuaikan dengan wisatawan yang hadir.
Restoran dan kafe tak ketinggalan. Nama seperti King’s Landing Feast atau koktail Dragon’s Blood terdengar menggoda, tetapi di mana hidangan pasticada atau seafood khas Dalmatia? Kuliner autentik yang menjadi jiwa Kroasia tersingkirkan oleh menu komersial yang mengejar selera turis. Saya membayangkan warga lokal hanya bisa menggelengkan kepala, menyaksikan tradisi mereka kalah tenar demi keuntungan cepat.
Komersialisasi juga merambah akomodasi. Kamar bertema Dothraki Suite di Airbnb atau hotel dengan tarif di atas €100 per malam kini mendominasi. Harga sewa melonjak, mendorong penduduk keluar dari kota mereka sendiri. Saya merasa prihatin, bagaimana budaya komunitas bisa bertahan jika warga asli tak lagi mampu tinggal di sini? Lingkungan tradisional berubah menjadi zona wisata, kehilangan pesona aslinya.
Yang paling mengusik adalah pementasan budaya. Reenactment “pertempuran” ala Game of Thrones di tembok kota terlihat seru, tapi mengapa tarian linđo atau festival St. Blaise tak mendapat sorotan serupa? Tembok bersejarah, benteng pertahanan berusia ratusan tahun, kini lebih dikenal sebagai latar film, bukan warisan hidup. Komersialisasi ini, meski mendatangkan jutaan euro, membuat saya bertanya: apakah harga yang kita bayar terlalu mahal?
Refleksi ini membuka mata saya akan tantangan besar yang dihadapi Dubrovnik. Game of Thrones membawa berkah ekonomi, tetapi juga mengubah kota ini menjadi panggung fantasi, mengkikis kekayaan budaya asli. Saya berharap ada keseimbangan, mungkin dengan mengedukasi wisatawan tentang sejarah lokal atau mempromosikan tradisi otentik di samping tur film. Dubrovnik adalah permata Kroasia, dan saya ingin melihatnya bersinar dengan jati dirinya, bukan hanya sebagai bayangan Westeros.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI