Efek maskulinitas, laki-laki sulit menjadi korban
Pada umumnya, perempuan seringkali menjadi sasaran pelecehan atau kekerasan seksual. Akibat konstruksi masyarakat, perempuan seringkali berada pada posisi inferior atau kelas dua dan sering dianggap lemah serta tidak mempunyai hak atas dirinya sendiri sehingga pantas untuk dilecehkan. Kehadiran KOMNAS PEREMPUAN menegaskan bahwa pelecehan dan kekerasan terhadap perempuan merupakan hal yang krusial sehingga memerlukan penanganan serius.
Namun secara terkhusus melihat berdasarkan pemberitaan dalam media massa, pelecehan seksual juga kerap terjadi dan dialami laki-laki. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan bahwa korban kekerasan seksual di tahun 2018 lebih banyak dialami anak laki-laki, dalam health.liputan6.com, Dr. Gina Anindyajati, Sp. Kj mengatakan di Asia Pasifik terdapat sekitar 1,5% sampai 7,7% laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual. Pelecehan seksual yang terjadi dan dialami oleh laki-laki tidak terlepas dari perspektif masyarakat mengenai maskulinitas, Maskulinitas merupakan identitas laki-laki yang dipengaruhi oleh ras, kelas, dan budaya. Maskulinitas merupakan konstruksi kelelakian terhadap laki-laki yang menjunjung tinggi nilai-nilai superioritas, kekuatan, kekuasaan, kejantanan, tangguh, dan memiliki fisik yang atletis.
Stigma maskulinitas yang dikaitkan dengan laki-laki seringkali membebani laki-laki, dalam hal ini pelecehan seksual yang dialami laki-laki, baik secara verbal maupun non-verbal, menimbulkan penindasan dalam hierarki laki-laki,terutama tentang laki-laki atau perempuan dengan posisi hierarki lebih tinggi yang melakukan ketidakadilan terhadap laki-laki yang berada di posisi lebih rendah.
Perlunya penanganan secara fundamental dalam kasus kekerasan seksual terhadap laki-laki, sedikitnya lembaga yang dapat menaungi untuk dijadikan tempat melapor serta tebalnya stigma masyarakat dalam menilai laki -laki tidak mungkin menjadi korban kekerasan seksual membuat penyintas tidak dapat speal up atas kasus yang telah di terimanya. Mereka juga mengalami hal yang sama layaknya korban kekerasan seksual, rasa trauma yang sangat mendalam membutat hancurnya mental kesehatan penyintas.