Mohon tunggu...
Fatiya Nur Adilla
Fatiya Nur Adilla Mohon Tunggu... Ungraduate Chemical Analyst Student at Vocational School IPB University

Halo, saya Fatiya Nur Adilla. Saat ini sedang menempuh pendidikan di Sekolah Vokasi IPB University (tingkat 4). Saya punya minat di bidang kimia, terutama kimia lingkungan, karena percaya bahwa sains bisa membantu menjaga bumi.Selain berkutat dengan laboratorium, saya juga aktif menyeimbangkan hidup lewat hobi: bermain badminton dan melukis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pupuk dan Pestisida: Membantu Petani, Membahayakan Bumi

4 Oktober 2025   11:00 Diperbarui: 4 Oktober 2025   15:00 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Petani Tak Bisa Lepas dari Pupuk dan Pestisida

Indonesia sebagai negara agraris yang sebagian besar penduduknya memiliki bidang usaha atau bekerja di sektor pertanian seperti padi, kelapa sawit, sayur-sayuran, buah-buahan, hingga teh dan kopi. Lahan pertanian tersebut tentunya diharapkan dapat tumbuh subur dan berhasil panen dengan baik, lahan yang tumbuh subur tentunya didukung oleh adanya unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman serta adanya pengendalian hama penyakit yang baik. Masalah muncul ketika unsur hara penting seperti nitrogen, fosfor, dan kalium hilang akibat erosi atau pencucian oleh air hujan. Unsur ini larut hingga ke lapisan bawah tanah, membuat tanaman kekurangan nutrisi. Maka, pupuk hadir sebagai penyelamat. Menurut Hervina dkk. (2024) pupuk kimia mengandung nitrogen (N), fosfor (P2O5), dan kalium (K2O) yang siap mengganti kehilangan unsur hara tersebut. Secara kimia, nitrogen tersedia dalam bentuk nitrat (NO) atau amonium (NH) yang larut dalam air dan mudah diserap akar. Fosfor bisa bereaksi dengan ion Ca atau Fe, sehingga ketersediaannya sangat tergantung pada pH tanah.

Sementara itu, menurut Laoli dan Malo (2025) pestisida dapat digunakan untuk menanggulangi hama penyakit pada tanaman karena umumnya dibuat dari senyawa yang mengandung senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin yang berfungsi sebagai pembunuh serangga (insektisida), pembasmi jamur (fungisida), dan mengendalikan tanaman yang disebabkan oleh bakteri (bakterisida) . Namun, dibalik manfaat pupuk dan pestisida bagi tanah dan tanaman yang membantu para petani ternyata menyimpan risiko yang cukup serius bagi kesehatan atau keberlanjutan lingkungan.

Rahasia Kimia di Balik Pupuk

Bagi petani, pupuk adalah 'vitamin' tanah tapi vitamin yang berlebih justru bisa jadi racun. Pupuk merupakan bahan yang dibuat dari senyawa kimia yang di dalamnya terkandung unsur hara yang baik seperti nitrogen, fosfor dan kalium untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Oleh karena itu fungsi dari pupuk itu sendiri sebagai suplai unsur hara bagi tanah yang kekurangan unsur hara pada media tanam. Menurut Nasrullah dkk. (2023) bahwa kandungan kimianya mampu memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah seperti kemampuan tanah menyerap air, permeabilitas tanah, struktur tanah, dan kemampuan menahan air pada tanah sehingga menahan laju evaporasi. Walaupun penambahan pupuk ke dalam tanah hanya memperbaiki kesuburan tanah dalam jumlah yang kecil tetapi memiliki sifat yang berkelanjutan, tidak heran jika petani modern makin mengandalkannya.  

Pestisida tidak kalah penting bagi petani. Pestisida merupakan bahan yang dibuat dari senyawa kimia yang sifatnya beracun dan digunakan para petani untuk pengendalian hama tanaman. Penggunaan pestisida dapat menyebabkan suatu tanaman terbebas dari serangan hama, mengendalikan penyakit tanaman dan gulma yang akan menurunkan produktivitas hasil tanaman. Selain itu pestisida dapat menjaga kualitas panen dengan cara mencegah kerusakan akibat serangga sehingga memperpanjang umum simpan hasil pertanian. Jika pestisida tidak digunakan maka hasil panen dapat mengalami penurunan drastis akibat serangan dari organisme yang mengganggu (Sinambela 2024). 

Bahaya yang Tersembunyi di Balik Pupuk dan Pestisida

Pupuk terutama pupuk yang terbuat dari bahan kimia jika digunakan secara tidak bijak akan menimbulkan dampak negatif apabila digunakan berlebihan. Contoh paling nyata Menurut Ladiyana dkk. (2022)  adalah menyebabkan tanah menjadi mengeras dan kehilangan kemampuan untuk dapat menyerap dengan baik dikarenakan meningkatnya keasaman tanah. Hal ini terjadi karena pupuk seperti amonium sulfat ((NH4)2SO4) melepaskan ion H ke dalam tanah. Ion H+ berlebih menggantikan kation basa (Ca2+, Mg2+, K+) dari koloid tanah, sehingga tanah menjadi kurang gembur dan lebih keras, sirkulasi udara dan air menjadi berkurang yang berakibat tanah menjadi tidak subur. Tidak hanya itu, pupuk juga dapat menyebabkan pencemaran air. Unsur hara seperti nitrogen dan fosfor yang terkandung di dalam pupuk mudah larut dalam air. Ketika jumlahnya berlebihan, unsur hara yang tidak terserap tanaman bisa tercuci bersama air hujan. Nitrat (NO3-) yang sangat larut dalam air, misalnya, bisa mengalir ke perairan dan memicu pertumbuhan berlebih mikroorganisme atau alga (eutrofikasi) yang mengganggu keseimbangan ekosistem yaitu saat air dipenuhi alga yang kemudian menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga ikan dan biota lain terancam mati. Pestisida pun tidak kalah berisiko. Sekitar 80% semprotan pestisida justru jatuh ke tanah dan air, bukan ke tanaman. Residu ini mencemari ekosistem, meracuni biota, bahkan mempercepat resistensi hama. Ini juga berdampak pada air di persawahan, sisa dari penyemprotan pestisida bisa jatuh ke aliran sungai dan terbawa oleh air yang dapat menyebabkan biota di sekitarnya keracunan hingga menyebabkan kematian pada biota di sekitarnya (Sinambela 2024). 

Dampak Jangka Panjang

Tidak hanya berpengaruh terhadap lingkungan namun juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia itu sendiri. Menurut Dhaifullah dkk. (2024) bahwa konsentrasi pupuk kimia yang mengandung nitrogen yang tinggi jika masuk ke dalam tanah secara terus menerus dapat mengancam keberadaan air bersih, nitrogen yang berlebih dapat diserap oleh tumbuhan atau hewan dan apabila manusia mengonsumsinya maka dapat menimbulkan keracunan hingga penyakit kronis seperti kerusakan DNA dan kanker. Penggunaan pestisida yang berlebih dan terserap oleh tanaman hingga akhirnya dikonsumsi oleh manusia dan hewan juga dapat menyebabkan kerusakan saraf, gangguan hormon, hingga kanker. Ketergantungan petani pada pupuk dan pestisida membuat tanah kehilangan daya pulih alami. Tanaman menjadi kurang tahan tanpa tambahan bahan kimia, sehingga siklus penggunaan terus berulang. Hama yang kebal menuntut dosis lebih tinggi, sehingga biaya operasional naik dan keuntungan petani turun hingga penurunan produktivitas. 

Apa yang Harus Diubah?

Pupuk dan pestisida memang jadi sahabat petani. Pupuk membantu tanah tetap subur, pestisida melindungi tanaman dari hama. Tapi kalau dipakai berlebihan, tanah bisa rusak, air jadi tercemar, dan hama justru makin kebal. Akhirnya, bukan lagi menolong, malah merugikan. Lalu, apa yang bisa kita lakukan?

* Gunakan sesuai dosis anjuran, jangan berlebihan. 

* Coba kombinasikan dengan pupuk organik. 

* Pilih pestisida alami bila memungkinkan. 

* Jangan lupa ganti-ganti jenis pestisida agar hama tidak kebal. 

* Terapkan cara budidaya sehat sejak awal supaya hama tidak gampang menyerang. Dengan cara ini, hasil panen tetap terjaga, tapi bumi juga ikut terlindungi. 

Penutup 

Pada akhirnya, pupuk dan pestisida memang seperti dua sisi mata uang. Mereka membantu petani memberi makan jutaan orang, tapi kalau salah kelola justru bisa meninggalkan luka bagi tanah, air, dan udara. Karena itu, bijaklah dalam pemakaiannya. Gunakan secukupnya, kombinasikan dengan pupuk organik, pilih pestisida yang lebih ramah, dan jangan lupa manfaatkan teknologi pertanian yang makin berkembang. Kalau petani, pemerintah, dan masyarakat bisa berjalan seimbang antara mengejar hasil panen dan menjaga bumi maka pertanian Indonesia bukan hanya produktif, tapi juga berkelanjutan. Karena pada akhirnya, bumi yang sehat adalah warisan terbaik untuk generasi berikutnya. 

Sumber

Dhaifulloh AD, Khayumi BI, Legawa DT, Ansya MKA, Radianto DO. 2024. Dampak penggunaan pestisida kimia terhadap kualitas tanah dan air sungai di daerah pertanian. Jurnal Publikasi Rumpun Ilmu Teknik . 2(2): 197--208. https://doi.org/10.61132/venus.v2i2.280 

Hervina WO, Peliyarni P, Ridwan R. 2024. Identifikasi kandungan NPK dan pengaruh pemberian pupuk organik buatan terhadap pertumbuhan padi wakawondu pada lahan marginal. Daun: Jurnal Ilmiah Pertanian Dan Kehutanan. 11(2): 222--232. https://doi.org/10.33084/daun.v11i2.8547 

Ladiyana RW, Hartatik W, Setyorini D, Trisnawati, Y. 2022. Pupuk Buatan. Bogor (ID): Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Laoli TBS, Malo M. 2025. Analisis pengaruh penggunaan pestisida nabati terhadap hama dan penyakit tanaman. Penarik: Jurnal Ilmu Pertanian Dan Perikanan. 2(1): 49--54.

 Nasrullah N, Ibrahim B, Robbo A. 2023. Pengaruh pemberian berbagai macam pupuk organik padat terhadap kemampuan tanah menyimpan air. Jurnal Indonesia: Jurnal Ilmu Pertanian. 4(2): 200--205. https://doi.org/10.33096/agrotekmas.v4i2.336 

Sinambela BR. 2024. Dampak penggunaan pestisida dalam kegiatan pertanian terhadap lingkungan hidup dan kesehatan. AGROTEK: Jurnal Ilmiah Ilmu Pertanian. 8(1): 76--85. https://doi.org/10.33096/agrotek.v8i1.478 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun