Mohon tunggu...
Fatir Natsir
Fatir Natsir Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pria kelahiran Jayapura 22 Maret 1987 yang hobi membaca dan masih banyak belajar nulis, peace and respect

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Napak Tilas Jejak Maluku di Kota Makassar (Part.1)

17 Juni 2016   03:38 Diperbarui: 17 Juni 2016   04:09 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Mattulada (Pakar sejarah Sulawesi Selatan), kemajuan bandar Makassar tak lain adalah peran besar dari para pedagang muslim (Melayu) yang memilih migrasi dari Malaka ke Makassar dan setia pada Gowa dikarnakan tak mau dipengaruhi oleh portugis yang terlalu keras memaksakan masyarakat melayu untuk berpindah keyakinan ke kristen katolik pula menghindar dari konflik Demak-Portugis (Malaka) kala itu. Hal ini wajar sebab Portugis selain mencari kekayaan, mereka membawa misi syiarnya yang dinilai terlalu keras dan arogan tanpa memikirkan adat dan tradisi pribumi setempat. Lewat pendekatannya para pedagang Melayu (Arab) mendapat kehormatan menjadi pemimpin bandar (Syah Bandar) dalam membantu mengelola perdagangan di Kesultanan Makassar demi kesejahteraan kedua kerajaan besar ini (Gowa dan Tallo) yang merupakan muasal dari garis keturunan yang sama sebelum keduanya dipersatukan kembali. Demikianlah kisah awal Bandar Makassar menjadi bandar dunia yang kelak akan memainkan aransemen sejarah keberpihakan masyarakat Maluku dalam perniagaan rempah ke barat. Kita sudahi sejarahnya dulu. Mari telusuri jejak rekam andil masyarakat Maluku di kota ini (Makassar).

Pangeran Andi Kumala Idjo bersaksi

(2015) Menurut Pangeran Gowa ke-36 Andi Kumala Idjo (Putera II dari mendiang Raja Gowa Andi Idjo Karaeng Laloang), mendiang leluhurnya Sultan Alauddin pernah memberikan sebuah tanah hibah di sebelah selatan benteng Ujungpandang (yang kini Fort Rotterdam) kepada para pedagang muslim Maluku untuk bermukim. Kampung ini masih terawat secara identitas dengan nama KAMPUNG MOLOKU yang telah menjadi bagian dari kelurahan di kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar ini. Di tempat ini lahirlah perkampungan muslim yang didiami oleh para etnis kepualauan Maluku yang berdagang dan membantu para ulama jawa menyiarkan Islam di sana pada abad 15. 

Saya dan pak Andi Kumala Idjo menghabiskan waktu di sore itu, beliau banyak berbagi sejarah dan menguak setiap pertanyaan misterius saya. Ia pun menambahkan bahwasanya bukan hanya perkampungan maluku kala itu yang dibentuk oleh mendiang leluhurnya. Perkampungan Bima, perkampungan Buton pun diberikan izin pada saat itu. Sisa perkampungan Buton kini telah berubah menjadi kawasan pasar yang dikenal kini dengan sebutan Pasar butung dan hingga saat ini masih eksis ungkap beliau.

Adnan Amal dan Saleh Putuhena bersaksi

Menurut sejarah pula, hubungan Maluku dan Gowa bukan tepatnya berawal dari Maluku saja. Adnan Amal seorang pakar sejarah Maluku Utara pun angkat bicara dalam bukunya Sejarah Kepualauan Rempah , ia turut mengungkapkan bahwa pada tahun 1500 Sultan Ternate ke-18 Zainal Abidin Syah yang baru saja pulang dari Gresik usai belajar Islam di sana sempat singgah di pelabuhan Somba Opu dan bersilturrahmi dengan Raja Gowa kala itu bernama I Pakere Tau alias Karaeng Tumapa’risi’ Kallona. 

Demikian pula ungkap Prof.DR Saleh Putuhena (pakar sejarah Islam) yang mengatakan bahwa Sultan Ternate ke-24 Baabullah Datu Syah pada tahun 1580 pun pernah menjalin hubungan dengan raja Gowa kala itu Karaeng I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Alias Tunijallo (1560-1590). 

Dari hubungan itu, Baabullah meminta izin Gowa untuk menyiarkan Islam di Gowa dan menawarkan Tunijallo untuk bergabung masuk Islam dengannya. Sebagai tanda perdamaian dan penghormatan, Baabullah memberikan kembali pulau Selayar yang pernah direbut dari tangan Gowa sebagai tanda tulus niatnya akan hubungan ini. 

Sayangnya tawaran masuk Islam ditolak Tunijallo dengan menganggap bahwa Selayar hanya menjadi tanda persahabatan tak lebih dari permintaan lainnya. Menurut Mattulada Tunijallo berat meninggalkan kepercayaannya karena menghormati tradisi luhurnya dan hal ini pun dihormati oleh Baabullah kala itu sebagai dua pemimpin yang bijaksana.

Mattulada bersaksi

Meski demikian menurut Matullada, Tunijallo sempat memberikan tanda persahabatannya pula dengan menghibahkan beberapa tanahnya di sana kepada Baabullah dan para pengikutnya untuk menyiarkan islam dan berdagang di sana. Desa ini bernama Mangalengkana, sebuah desa kecil di kawasan ibu kota kerajaan Somba Opu yang kini masih terawat dan dikenal sebagai kawasan wisata sejarah di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun