Oleh Fatimah Latif
Sore itu Nisa datang menjemputku, tapi aku tak bisa ikut bersamanya. Dia pun pulang dengan kecewa karena rencana untuk menikmati senja di lapaduppa gagal. Aku juga sama kecewanya. Mamaku telah membuat janji dengan guru ngajiku yang baru tanpa memberitahuku sebelumnya.
“Nisa sudah pulang, Kak?”Tanya mamaku begitu melihatku di ambang pintu.
“Sudah, Mom” jawabku sekenanya.
Aku berlalu meninggalkan mamaku menuju kamar untuk siap-siap, karena setelah magrib nanti guru ngajiku mulai mengajariku lagi. Sementara itu mama sedang menyiapkan makan malam kami. Biasanya setelah shalat magrib kami akan makan bersama.
Setelah bersiap aku keluar ke ruang shalat yang biasa kami gunakan shalat berjamaah. Di sana aku melihat papa dan seorang lelaki muda duduk berdampingan. “apa itu guru ngajiku?” ucapku dalam hati.
Mama tiba-tiba sudah berada di sampingku. Menggelar sajadahnya. Mama duduk dan menengok kepadaku. Aku ingin tanyakan kepada mama tentang lelaki muda itu, tetapi aku urungkan niatku karena azan telah terdengar. Kuputuskan untuk tidak bertanya, setelah shalat aku akan tahu juga pikirku sendiri.
Kami pun bersiap menunaikan shalat magrib, kali ini bukan papa yang menjadi imam tapi lelaki muda itu. Setelah shalat bapak mengajak cowok tadi untuk makan malam, aku berniat ke kamar untuk menyimpan alat shalatku. Langkahku terhenti saat bapak memanggilku dan memintaku mendekat. “Kak, ini nak Erwan yang akan mengajari kamu ngaji” kata papa memperkenalkan kami.
Aku hanya tersenyum kepadanya dan dia pun balas senyum padaku. Kemudian bapak mengajaknya ke ruang makan, sementara itu mama sudah di sana mempersiapkan segalanya. Pantesan dari sore mama sudah sibuk di dapur ternyata guru gajiku itu mau diajak makan malam.
“Kak….ayo makan!” Terdengar panggilan mama dari arah ruang makan.
“iya ma, bentar aku simpan mukena dulu” jawabku.
Aku pun segera menyimpan mukenaku dan kembali ke ruang makan, ntar kalau berlama-lama mama teriak-teriak lagi kaya tadi.