Tiap era pasti ada akhirnya, tak terkecuali Pep Guardiola. Kesuksesan meraih treble pada musim 2022/2023 sepertinya menjadi akhir tinta emas Pep. Setelahnya, tinta itu macet, seperti tak bisa digunakan lagi.
City sudah mengendus, kalau mereka perlu suksesor sejak musim 2023/2024. Skuad Manchester Biru juga butuh pemugaran. Namun, karena berhasil juara Premier League sekali lagi, City menunda keputusan mereka.
Sayangnya, keputusan itu jadi bumerang. Bukan cuma buat City, tapi juga buat Pep Guardiola. Semua manajer yang ia hadapi seolah sudah tahu kelemahannya. Pep menikmati masa-masa suram pada 2024/2025.
Alibi Pep, skuadnya cedera. Nyaris tak ada pemain yang bisa menambal lubang akibat absennya para bintang. Alibi Pep memang benar. Tapi di sisi lain, ini seolah menyoroti bahwa Pep sedang introspeksi diri.
Kalau City menghadapi badai cedera dan hampir tak ada pemain yang bisa menggantikan bintang-bintang utama, maka taktik Pep perlu disalahkan. Ini berarti, taktik Pep cuma work untuk para bintang, tak bisa adaptif buat personel lain.
Di sinilah City diekspos habis-habisan. Sepak bola menyerang mereka jadi senjata makan tuan. Garis pertahanan tinggi kerap jadi makanan empuk buat tim-tim yang tahu, kalau garis pertahanan itu adalah salah satu kelemahan Pep.
City akhirnya memang finish ketiga. Namun, posisi finish itu tak lantas menghapus asumsi, taktik Pep mulai gampang dieksploitasi. Pada satu ketika, Pep bahkan dikabarkan sempat mengurung diri, memikirkan apa yang sebenarnya menimpa skuad asuhannya.
Ya, sepakbola modern adalah soal adaptasi. Siapa yang bisa menyesuaikan diri, dia akan bertahan lebih lama, sesimpel teori evolusi. Tapi Pep tetap keras kepala. Ia sempat menegaskan tak mau mengubah pendekatan.
Jadilah pada awal 2025/2026, Pep kembali tumbang. Laga lawan Spurs dan Brighton adalah momen hilang poin buat City. Dua kali kalah dari tiga laga awal, menjadi salah satu catatan terburuk Pep sepanjang karirnya.
Wajah yang Berbeda
Pep sah-sah saja punya pendirian. Tapi dalam kondisi timnya yang sedang sekarat, ada lebih dari sekadar ego yang perlu dipertaruhkan. Pep butuh kepastian, terutama terkait hasil akhir.
Laga kontra Man United dan Napoli, Pep masih menggunakan taktik menyerangnya. City meraih kemenangan di dua laga itu. 3-0 melawan rival sekota, 2-0 melawan tamu dari Italia. Tapi, ketika City bertamu ke rumah Mikel Arteta, pendekatan mereka berbeda.