Mohon tunggu...
Fathurrozak Jek
Fathurrozak Jek Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Jek: A cup of rebellion | Passionate on journalism | Enjoy art, drama, books | Prefer to KOP-SID | Huge reader-Jolly write | Gigantic Banana.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bioskop Boleh Berisik

8 Agustus 2015   22:00 Diperbarui: 9 Agustus 2015   06:24 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Usai menonton film Tjoet Nja' Dhien, para tunanetra berfoto bersama pembisik, di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu, (8/8)"][/caption]

Benak yang pertama kali muncul mengenai film adalah visual. Lalu bagaimana jika penikmat film adalah para tunanetra? Apa mereka tak berhak menikmati hiburan seperti film?

Minimnya fasilitas publik yang dikhususkan bagi kaum difabel, menandakan begitu minimnya perhatian. Sebut saja, jembatan penyeberangan, lift, atau trotoar yang tidak didesain khusus bagi mereka. Tak jarang, hal demikian semakin mengucilkan kaum disabilitas dari kehidupan bersama.

Namun, kurangnya perhatian bagi kaum disabilitas, menjadi peluang ThinkWeb membuat terobosan. Berfokus bagi penyandang tunanetra, lahirlah website YoutubeForTheBlind. Berisi video, yang notabene fokus pada kekuatan audio visual. Tentu tak bisa dinikmati sepenuhnya bagi penyandang tunanetra. Namun, melalui YoutubeForTheBlind, ThinkWeb ingin memberikan hiburan visual, bagi tunanetra layaknya orang normal.

Kekuatan narasi menjadi kunci hiburan audio visual yang ditujukan bagi tunanetra. Melalui efek suara yang didengar, tentu narasi tayangan akan sangat membantu bagaimana tunanetra menikmati hiburan tersebut. Inilah yang hadir pada Bioskop Bisik. Proyek yang dikerjakan ThinkWeb, bersama Fency, tak lain ingin memberikan hiburan sama, antara orang normal, maupun mereka yang memiliki kekurangan.

Mengusung tagline ‘beda mata, sama rasa’, Bioskop Bisik tentu mengajak untuk peduli terhadap sesama. Sesuai namanya, dalam Bioskop Bisik, penonton akan saling berbisik. Beda dengan bioskop pada umumnya, yang diharuskan sunyi tanpa suara gaduh penonton. Bioskop Bisik mengajak para relawan untuk menjadi ‘narator’, yang nantinya akan membisiki para tunanetra saat pemutaran film berlangsung.

Kekuatan relawan dalam melancarkan narasi, sangat diperlukan, mengingat kekurangan visual kaum tunanetra, yang hanya bisa mendengar audio film. Tentu, dengan hadirnya pembisik, sebutan relawan, akan membantu mengembangkan imajinasi tunanetra dalam menikmati film. Adanya adegan tanpa dialog (silence scene), juga merupakan tugas pembisik dalam mendeskripsikan maupun menggambarkan adegan.

[caption caption="Cici, penggagas Bioskop Bisik bersama Eros Djarot dan Christine Hakim sebelum pemutaran film di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu, (8/8)."]

[/caption]

Kehadiran Bioskop Bisik pun disambut hangat dari insan film, seperti sutradara Eros Djarot dan aktris senior Christine Hakim. Dalam pemutaran film Tjoet Nja’ Dhien, karya perdananya, di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu, (8/11) Eros, menyatakan, dirinya merasa berdosa, jika tak hadir dalam pemutaran ini (Bioskop Bisik), lantaran acara ini sarat nilai kemanusiaan.

Setidaknya, Bioskop Bisik mampu menghadirkan kehangatan nilai kemanusiaan kepada sesama, melalui spirit berbagi dan saling melengkapi, Cici, penggagas program ini, mempersilakan bagi penonton untuk berisik. “Justru jangan diam, harus ngobrol.” Ajaknya, ketika membuka acara pemutaran film. Kini,  Bioskop Bisik menghalalkan, jika bioskop boleh berisik.

[caption caption="Para tunanetra seusai pemutaran film Tjoet Nja' Dhien di Galeri Indonesia Kaya, Sabtu, (8/8). Mereka tampak saling membantu sama lain."]

[/caption]

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun