Mohon tunggu...
Abdul Fattah
Abdul Fattah Mohon Tunggu... -

Dari keinginan belajar akhirnya ku putuskan sebuah pilihan. Yah, saya rasa pilihan yang terbaik adalah menjadi aku bersama kalian semua.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Nasiolalis dan Islamis

18 April 2014   07:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:32 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu legislatif telah terlaksana dengan penuh suka cita. Antara antusias dan tidak, Pemilu tetap akan terlaksana tanggal 9 minggu lalu. Bangsa ini boleh saja memilih siapapun sebagai wakilnya. Dengan menilik latar belakang yang ada, pastinya suara mereka akan bermanfaat bagi masa depan bangsa. Pemilih cerdas sudah saatnya memberikan pilihan terbaik untuk siapa yang patut membawa Indonesia ke depan nantinya. Tak peduli dari golongan apa, partai mana, bahkan mereka mengabaikan dari mana latar belakangnya. Satu suara dari siapapun adalah sama. Mereka bisa saja dari kalangan pegawai, kyai, ningrat, bahkan tukang sapu sekalipun tetap hanya berhak menyumbang satu suara dalam perhelatan nasional ini. Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah sejauh mana mereka semua mengenal para calon legislatif tersebut.

Dari lima belas partai yang ada – 12 partai nasional dan tiga partai lokal – pemilih masih saja perlu memutar pikiran untuk memilih salah satu wakil dari salah satu partai tersebut. Bagaimana mungkin semua bisa mengenal tepat sasaran, jika tak semua terjamin informasi yang mereka dapatkan. Khususnya bagi warga pedesaan yang tentunya masih banyak yang gaptek. Satu hal yang menjadi menarik tentunya kesempatan sangat baik untuk dimanfaatkan para tim sukses caleg yang bisa melakukan serangan fajar setiap saat. Atau bahkan transaksi jual beli suara bisa terjadi ketika perhitungan suara nanti. Lalu, bagaimana mungkin cita-cita mencerdaskan para pemilih itu mungkin dilakukan. Yang ada malah menyesatkan dengan politik uang di mana-mana. Tidak partai yang membawa jargon nasionalis atau islamis.

Adalah masa bodoh bisa saja muncul seketika, jika para pemilih yang memang benar-benar tak tahu siapa yang hendak dipilih nanti. “Mereka itu siapa, aku siapa, kita tak pernah kenal sama sekali. Bagaimana mungkin aku percaya kepadanya?” Perkataan demikian sudah pasti muncul cepat atau lambat sebagai pemuas nafsu mereka melihat keadaan negeri ini. Mendengar janji-janji seakan sudah menjadi sesuatu yang basi hingga pada saat kampanye tak seramai pemilu-pemilu sebelumnya. Mereka sudah malas mendengar, apalagi membaca hal-hal yang sudah terucap sejak dulu kala itu. Apa sebaiknya golput saja?

Jika hal itu yang banyak muncul di tengah-tengah masyarakat tentu banyak hal yang mungkin terjadi. Kebanyakan orang dipastikan golput. Lebih-lebih dari kalangan anak muda yang baru pertama kali mengikuti pesta rakyat ini. Ada seribu kemungkinan kemudian bisa saja terjadi ketika banyak rakyat kita tak tahu siapa yang harusnya dipilih. Lanjut kepada persoalan jika partai saja mereka tidak tahu sama sekali. Sebab, selama ini yang mereka tahu hanyalah berkerja untuk dirinya sendiri. Mereka setiap hari mencari makan dengan tangan dan hasil keringatnya sendiri. Yang jelas bukan dari wakil rakyat yang mereka pilih. Ini menandakan pemahaman rakyat soal wakil rakyat masih minim. Jika ini tetap terjadi, bisa saja lantaran mereka menganggap bahwasanya para calon legislative itu pun pasti bekerja untuk dirinya sendiri. Dengan kesimpulan bahwa jika mereka terpilih nanti sebagai wakil rakyat hal pertama yang pasti dipikirkan adalah bagaimana dirinya dan keluarganya bisa makan itu saja. Selanjutnya, untuk urusan yang lain apalagi rakyat itu nomor sekian.

Untuk saat ini, semua partai yang menaungi pergerakan para caleg tampak sama. Pada dasarnya, mereka berpikir bagaimana melakukan segala sesuatu yang bisa memajukan partai beserta kadernya itu. Namun, untuk hal yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak tidak menjadi persoalan yang patut diutamakan. Tak peduli itu partai berbasis islam atau yang mengusung misi nasionalisme. Dari sinilah muncul beberapa statemen yang layak untuk dikaji mendalam dari para negarawan atau sesepuh negeri ini. Sehingga, jika mereka nanti siapapun itu yang menduduki kekuasaan tertinggi negara bisa mempertimbangkan pesan-pesan para beliau. Untuk partai Islam, Kyai Hasyim menuturkan sebaiknya perilaku para politisinya mewakili keluhuran ajaran Islam. Keluhuran yang dimaksud adalah tidak melakukan korupsi atau mencuri uang negara, bersikap adil, dan rahmatan lil alamin. "Nilai-nilai itulah yang harus diwujudkan oleh politisi partai semacam ini.” (NU Online, 6/4) tanpa pertimbangan lebih lanjut apakah menentang arus atau tidak.

Selanjutnya, Kiai Hasyim menegaskan bahwa menurunnya citra partai Islam di mata masyarakat  karena perilaku menyimpang para politisi, bukan karena Islamnya. Para politisi itu tidak bisa mengikuti keluhuran Islam. Karena itu, pekerjaan rumah yang harus dilakukan para politisi Islam adalah berperilaku islami. (NU Online, 6/4). Dan hal itu tak boleh dijadikan sebuah peringatan yang hanya dipandang sebelah mata untuk ditindaklanjuti. Sebab, apapun pemikiran yang terlontar dari mereka itu adalah berharga mengingat pengalaman bernegara yang jauh lebih lama telah mereka arungi. Sudah menjadi harga mutlak jika semua politisi yang menjadi perbincangan public sekarang ini telah dinilai sama di hadapan masyarakat. Jadi, tak ada alasan lagi untuk senantiasa memperbaiki diri dengan tetap berpegang teguh kepada keyakinan masing-masing.

Demikian pula, siapapun yang merasa membawa misi nasionalisme dalam berkampanye hendaknya mempertimbangkan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. Memang tak ada salahnya kita berkoar-koar ria mengumandangkan kata nasionalisme di manapun. Akan tetapi, menjadi terkesan memalukan bila itu hanya akan menjadi angin lalu belaka tanpa realisasi sedikit pun. Untuk itulah sebaiknya, “Asas nasionalis jangan hanya menjadi jargon. Karena itu, caleg dan politisi yang berasal dari partai nasionalis hendaknya mengedepankan kepentingan bangsa ketimbang yang lain, baik dalam konteks kebijakan ekonomi, politik, kebudayaan, dan lainnya," kata Hasyim Muzadi di sela sarasehan ulama dan cendekiawan di kantor PWNU Banten, Ahad (6/4).


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun