Mohon tunggu...
Fatah Baginda Gorby Siregar
Fatah Baginda Gorby Siregar Mohon Tunggu... -

-Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia - Ketua Komisi Politik Konferensi Cabang XIX GMNI Kota Medan -Ketua Lembaga Studi Elang-Rajawali Indonesia - Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok dan Politik Taichi-nya

31 Juli 2016   02:14 Diperbarui: 2 Agustus 2016   02:53 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rakyat yang terkena program Ahok secara langsung maupun tidak langsung , walaupun dari segi keberhasilannya masih relatif atau masih dapat diperbincangkan , akan tetapi rakyat sudah terlanjur “jatuh cinta” kepada pendekar yang bernama Basuki Tjahaya Purnama.

2.Ahok ditahun berikutnya…

Ahok lihai membaca situasi politik, di awal-awal tahun ini muncul isu dipermukaan , isu yang mengangkat bagaimana Ahok mencalonkan dirinya kembali pada pilkada DKI Jakarta 2017. Ia juga sadar bahwa dibelakangnya tidak ada partai yang mendukungnya, yang siap membelanya, melakukan lobi-lobi ke partai lain agar mengsungnya. Ia juga eling melihat mekanisme pencalonan kepala daerah yang termaktub didalam UU, yang agak sedikit “merepotkan” calon non-partisan, orang-orang yang maju lewat dari jalur independen. Dengan watak cerdiknya ia memanfaatkan citra yang sudah dibangun oleh media , ia mengumpulkan semacam “simpatisan aktif” yaitu Teman Ahok.

Ia melibatkan berbagai kalangan, yang awalnya dimotori oleh kaum muda, yang mungkin didalam pikiran Ahok mudah diajak berkompromi, mempunyai ide-ide segar dan agak militan agar aktif membantu dalam proses pencalonan dirinya. Namanya anak muda, pasti banyak ide segar yang kreatif, membuat gerakan Teman Ahok ini menjadi popular dikhalayak ramai. Awalnya teman Ahok ini hanyalah ular kecil, ular mainan barangkali (bila para elit parpol melihatnya) namun lama-kelamaan menjadi naga yang mengibaskan ekornya kemana-mana.

Dengan berbagai variasi “jualan”, seperti mengadakan konser, menjual merchandise dan kegiatan lainnya membuat KTP yang terkumpul yang awalnya hanya ribuan, menjadi puluhan ribu, dan terus menjadi ratusan ribu hingga menjadi satu juta. Maka berhasillah gerakan yang dinamakan gerakan satu juta KTP untuk ahok, kemudian berhasil juga mengumpulkan banyak uang untuk dana kampanye, ahok juga agak bisa jemawa, ia berhasil menunjukkan kekuatannya sekali lagi sebagai figur DKI. Didalam dialog imajiner ahok berkata kepada para elit parpol dengan gayanya “iniloh gue, gue punya sejuta lu punya berapa?” lalu elit partai berkata “ damai sajalah hok…”.

Ditahun ini jalan ahok tidak semulus yang dibayangkan, bila dibandingkan tahun lalu ahok menghadapi “stage” berikutnya, menghadapi lawan-lawan yang lebih matang, yang levelnya jauh lebih tinggi.Misalnya kasus RS sumber waras yang cukup menyita perhatian. Adanya perbedaan hasil audit BPK dengan KPK yang membuat situasi politik semakin memanas.BPK lembaga yang lebih tua dan lebih kuat didalam konstitusi melakukan audit yang bisa dikatakan sampai kepada kesimpulan bahwa pembelian lahan pada rumah sakit tersebut, nilainya sangat fantastis dan tidak wajar. Bertolak belakang dengan KPK, lembaga ini mengatakan bahwa pembelian lahan tersebut adalah wajar dan tidak ada berbau penyelewengan yang dilakukan. Kasus ini menyebabkan perdebatan sengit, yang oleh karena melibatkan dua institusi besar, maka pembahasannya hingga ke DPR, perdebatan antara BPK dan KPK , antara “tidak wajar” dan “wajar”. Ini menjadi catatan kita kembali betapa ahok memang membutuhkan kekuatan politik ekstra, ia tidak bisa begitu saja menyepelekan kursi parlemen.

Kembali kepada pembahasan partai-partai yang ingin bertarung dalam pilkada Jakarta 2017, adapun partai-partai yang mendapatkan perolehan kursi minim di DPRD cepat-cepat segera merapatkan diri ke Ahok.  Melihat fenomena metamorfosis “Teman Ahok” maka partai-partai yang tidak dapat mengusung calonnya sendiri cepat-cepat menyatakan sikap.

Batas minimal partai atau gabungan partai politik yang ingin mengusung pasangan cagub dan cawagub ialah 22 kursi. Partai-partai ini awalnya bergerak sendiri-sendiri, mencari batas aman sendiri, Nasdem yang hanya memperoleh 5 kursi, cepat-cepat mendeklarasikan mendukung Ahok. Hanura yang awalnya malu-malu akhirnya juga mendekat kepada Ahok, Hanura memiliki 10 kursi. Kemudian terakhir setelah pemberesan kondisi internal, penyatuan “dua matahari” di kubu Golkar, Golkar langsung mendekat kepada Ahok. Jika dihitung jumlah dukungan kepada Ahok sebanyak 24 kursi(5 Nasdem+ 10 Hanura +dan 9 Golkar), sudah melewati batas syarat pencalonan cagub dan cawagub.

Kita tidak tahu apa yang menjadi komoditas pada saat melakukan barter politik Ahok dengan partai yang bersangkutan, tidak ada yang tahu apakah Ahok benar-benar tidak melakukan lobi politik kepada partai-partai tersebut, tidak ada juga yang tahu mahar apa yang diminta oleh partai tersebut kepadanya. Mungkin disini Ahok menjaga sebisa mungkin, bila disatu sisi “Teman Ahok” meneriakkan anti mahar politik, dan disatu sisi Ahok juga membutuhkan dukungan parpol diparlemen. “Teman Ahok” sebesar apapun naga itu, namun ia tetap tidak menjadi nyata didalam parlemen, mungkin itu pikir Ahok pada saat itu. Itulah mengapa ia merestui saja, menerima saja parpol-parpol mendekat kepadanya.

Setelah dinamika yang berjalan sedemikian rupa, mulai muncul pertanyaan “bagaimana ahok maju?” apakah ia tetap konsisten maju dari jalur satu juta KTP? Atau ia memilih dari jalur partai politik?”. Cukup lama Ahok diam, publik menanti-nanti. Ahok sepertinya menunggu? Lalu siapa yang ia tunggu? . Ya, ia menunggu partai pemenang Pilpres 2014, partai yang dahulu mengusungnya sebagai duet maut Gubernur dan Calon Wakil Gubernur,  kekuatan yang membentuk mereka menjadi garang mengalahkan incumbent , PDI-P.  dimata Ahok partai ini bukanlah partai “kemarin sore”, bukan juga partai gurem, namun partai yang cukup berprestasi. Partai yang  cukup dalam menancapkan pengaruhnya di jagat politik tanah air, partai yang memperoleh hampir 20% perolehan suara nasional, partai yang cukup mempunyai elit-elit yang berkompeten, basis massa dan loyalis yang sangat banyak, ditambah lagi partai yang memonopoli kursi parlemen DKI Jakarta sebanyak 28 kursi. Disatu sisi Ahok juga mempunyai hitungan matematis tersendiri, bila ia meninggalkan begitu saja PDI-P, walaupun ia mempunyai dukungan satu juta warga Jakarta, ditambah dengan 3 partai pendukung, melawan PDI-P diparlemen dan secara keseluruhan itu adalah hal yang absurd. Ia juga tidak mudah begitu saja menghilangkan romantismenya bersama PDI-P, akan ada jurang pemisah antara ia dan Jokowi jika ia meninggalkan PDI-P dan juga bisa saja PDI-P melakukan manuver didalam parlemen. PDI-P menjadi poros koalisi Indonesia Hebat, poros yang semakin kokoh diskala nasional, PDI-P bisa saja mendikte partai-partai lain (diluar partai yang 3) agar melangkah bersamanya ketika berbicara mengenai DKI Jakarta. Itu mungkin saja terjadi, hal ini yang cukup membuat kegalauan hati Ahok.

Dikubu PDI-P sendiri seperti hening, hening dalam arti melakukan pengamatan yang sedikit banyak menilai , melihat perkembangan situasi politik yang ada. Bila dari luar kita melihat PDI-P sangat elegan menentukan sikap politiknya, bagaimana para elitnya mengatakan ingin melewati mekanisme organisasi terlebih dahulu , ingin melakukan penjaringan nama dari internal partai dan diuji. Disini kita melihat kematangan PDI-P, mereka dengan percaya diri seakan melakukan “take hold position”, sikap mereka ini beralasan karena mereka mempunyai 28 kursi di parlemen DKI. Ada semacam kepercayaan diri didalam tubuh partai, karena perolehan mayoritas kursi diparlemen.  Namun bila kita telisik lebih dalam, bagaimanapun proses organisasi yang terjadi didalam partai, pasti akan dikembalikan lagi kepada tokoh sentral partai, yakni Ibu Mega sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun