Desa Kalongan, Ungaran Timur -- 24 Juni 2025
Usia senja seharusnya menjadi masa penuh ketenangan dan penghargaan, namun kenyataannya tidak semua lansia bisa menikmati masa tua yang sejahtera, khususnya dalam hal kesehatan mental. Berangkat dari kepedulian itu, Farris Haidar Yahya, mahasiswa Psikologi dari Universitas Negeri Semarang (UNNES), menyerahkan karya infografis edukatif bertema "Kesehatan Mental Lanjut Usia" kepada Pemerintah Desa Kalongan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang. Penyerahan ini diterima langsung oleh Penanggung Jawab Kepala Desa, sebagai bagian dari upaya meningkatkan literasi kesehatan jiwa di kalangan masyarakat desa, khususnya bagi para lanjut usia (lansia).
Isu yang Sering Terabaikan
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia menyaksikan lonjakan tajam populasi lanjut usia. Pada tahun 2020, terdapat sekitar satu miliar orang berusia 60 tahun ke atas. Angka ini diperkirakan melonjak menjadi 1,4 miliar pada tahun 2030, dan akan mencapai 2,1 miliar pada 2050. Di balik angka-angka ini tersimpan tantangan besar---bukan hanya dalam hal pemenuhan kebutuhan fisik lansia, tetapi juga dalam memastikan kesehatan mental mereka tetap terjaga.
Masa tua membawa perubahan besar dalam hidup seseorang. Banyak lansia yang harus menghadapi kehilangan pasangan, keterbatasan fisik, hingga pergeseran peran sosial yang kerap membuat mereka merasa tidak lagi dibutuhkan. Dalam kondisi seperti itu, tekanan mental dapat muncul secara perlahan---kadang tanpa disadari bahkan oleh orang-orang terdekat.
Kesehatan Mental Bukan Sekadar Angka
Data global menunjukkan bahwa sekitar 14% dari populasi lansia hidup dengan gangguan mental, terutama depresi dan kecemasan. Bahkan, hampir sepertiga dari kasus bunuh diri di dunia terjadi pada kelompok usia lanjut. Tidak berhenti di situ, banyak lansia juga mengalami perlakuan tidak manusiawi, baik secara verbal, fisik, maupun emosional, yang ironisnya kerap dilakukan oleh orang-orang terdekat mereka, termasuk pengasuh.
Masalah kesehatan mental pada lansia semakin kompleks ketika dikaitkan dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan jiwa, terutama di wilayah pedesaan. Stigma sosial, rendahnya literasi kesehatan mental, dan kurangnya tenaga profesional menjadi penghalang besar bagi para lansia untuk mendapatkan dukungan yang layak.
Kehidupan Sehari-hari Sebagai Terapi
Melalui infografis yang ia rancang, Farris menyampaikan bahwa solusi untuk menjaga kesehatan mental lansia tidak selalu harus rumit atau mahal. Hal-hal sederhana seperti memiliki rutinitas harian yang positif, menyapa tetangga, atau membaca buku dapat memberikan dampak besar bagi ketenangan batin dan rasa bermakna para lansia. Berjemur di pagi hari, merawat tanaman, menulis jurnal harian, atau sekadar berbincang ringan di pos ronda menjadi cara sederhana namun efektif untuk melawan rasa sepi dan meningkatkan semangat hidup.
Farris juga menyoroti pentingnya aktivitas yang merangsang pikiran dan hati. Bermain teka-teki, mendengarkan musik favorit, atau mengaji tidak hanya menjaga fungsi kognitif, tetapi juga memberi rasa nyaman dan dekat dengan diri sendiri maupun Sang Pencipta. Dalam keterbatasan fisik, para lansia tetap memiliki kekuatan untuk merawat batin mereka.
Menjaga Martabat di Usia Senja