Mohon tunggu...
Faris Gibran
Faris Gibran Mohon Tunggu... -

I'm studying, beating drums, shooting ball, living life.. :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

“Dimensi Gender dalam Situasi Konflik dan Damai”

6 Januari 2011   09:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:54 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Mungkin tidak banyak yang peduli ataupun tertarik untuk berbicara mengenai gender, kecuali mereka yang memang memiliki konsern sebagai pejuang feminisme. Akan tetapi, ternyata pemahaman akan masalah gender, terutama yang terkait dengan fenomena bias gender, layak dan perlu untuk menjadi perhatian semua pihak.

Sebelum berbicara lebih jauh mengenai bias gender yang terjadi, kita perlu untuk memahami arti dari gender itu sendiri. Gender sendiri sebenarnya berarti pembedaan antara laki-laki dan perempuan berdasarkan faktor sosial dan budaya yang ada di masyarakat. Jadi pada dasarnya, pembedaan peran, pembawaan, dan hal lainnya sebenarnya dibentuk dan belum tentu terbentuk secara alami, atau mengikuti kodrat masing-masing.

Setelah memahami arti dari gender tersebut, kita perlu melihat peran perempuan pada masa damai dan konflik. Pada keadaan konflik, peran perempuan dibagi menjadi dua, yaitu peran langsung dan tak langsung. Peran langsung berarti suatu keadaan dimana perempuan terlibat langsung sebagai korban atau pelaku aktif, baik melalui cara-cara konvensional dan non-konvensial. Sedangkan peran tak langsung adalah pada saat perempuan memiliki posisi sebagai anggota keluarga yang mendukung anggota keluarga laki-laki yang maju berperang.

Akan tetapi, dibalik dua jenis peran yang ada, perempuan pada kebanyakan kasus berada pada posisi sebagai korban. Lihat saja pada masa Perang Dunia II, perempuan dijadikan budak seksual oleh tentara Jepang, atau yang lebih dikenal sebagai “Jugun Ianfu”. Tindakan tidak manusiawi ini telah memakan korban lebih dari 200000 perempuan, yang tersebar diseluruh daerah jajahan Jepang. Dan penderitaan mereka berlanjut bahkan ketika perang telah selesai. Posisi mereka di masyarakat dipandang sangat rendah, sehingga kemudian hidup mereka tidak pernah menjadi lebih baik.

Pada masa damai, peran perempuan dibagi menjadi tiga, yaitu perempuan dalam pembangunan, perempuan dan pembangunan, serta gender dan pembangunan. Ketika konsep ini menjelaskan posisi perempuan yang dimulai pada saat perempuan dianggap aktor pasif, kemudian menjadi aktif, dan terakhir adalah pada saat kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan menjadi yang utama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun