Analitis: Peneliti tidak berhenti pada deskripsi, tetapi menganalisis secara kritis putusan tersebut. Ini melibatkan penafsiran, perbandingan dengan peraturan perundang-undangan, penerapan teori hukum, dan evaluasi efektivitas perlindungan yang diberikan.
Justifikasi Pemilihan Kasus: Penulis harus memberikan alasan yang kuat mengapa putusan spesifik ini dipilih. Apakah kasusnya memiliki kompleksitas tertentu, mencerminkan isu yang sering muncul, atau putusannya memiliki kekhasan yang menarik untuk dianalisis? Misalnya, apakah putusan ini adalah putusan terbaru, atau putusan yang menunjukkan inovasi hakim, atau sebaliknya, putusan yang dianggap kurang optimal dalam perlindungan anak? Justifikasi ini penting untuk menunjukkan kedalaman pemikiran peneliti.
B. Sumber Bahan Hukum (Legal Materials):
Keakuratan dan Kredibilitas: Pemilihan dan pengklasifikasian bahan hukum sangat esensial untuk memastikan validitas dan reliabilitas hasil analisis hukum.
Bahan Hukum Primer (Primary Legal Materials): Ini adalah inti dari penelitian hukum normatif.
Putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor 2989/PDT.G/2023/PA.SMG: Ini adalah objek utama penelitian. Penulis harus menjelaskan secara rinci cara memperoleh salinan putusan ini, apakah melalui permohonan resmi kepada kepaniteraan Pengadilan Agama Semarang, atau jika putusan tersebut telah dipublikasikan di direktori putusan Mahkamah Agung RI, metode pengunduhannya. Keaslian dan kelengkapan dokumen ini sangat vital.
Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945: Sebagai hukum tertinggi, harus disinggung pasal-pasal relevan (misalnya Pasal 28B ayat (2) tentang hak anak) sebagai landasan konstitusional perlindungan anak.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (dan perubahannya UU No. 16 Tahun 2019): Pasal-pasal kunci yang berkaitan dengan perceraian, akibat perceraian (terutama bagi anak), hak dan kewajiban orang tua setelah perceraian (Pasal 41), serta ketentuan mengenai hak asuh anak.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: Ini adalah undang-undang yang paling sentral. Penulis harus mengidentifikasi dan menganalisis secara mendalam pasal-pasal yang relevan dengan hak-hak anak pasca perceraian, kewajiban negara, orang tua, dan masyarakat, serta menegaskan prinsip "kepentingan terbaik bagi anak" (best interest of the child) sebagai payung hukum.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI): Sebagai pedoman utama bagi Peradilan Agama, KHI harus dibahas secara spesifik, khususnya bab-bab tentang perceraian, hadhanah (hak asuh anak), dan nafkah anak (Pasal 105, 156, 157, dll.).