Mohon tunggu...
Farida Hanum
Farida Hanum Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi UIN Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Nahwu Shorof dalam Penerjemahan (Arab-Indonesia)

8 Desember 2019   05:05 Diperbarui: 19 Mei 2020   14:03 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

       Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa menerjemahkan berarti menyalin atau memindahkan dari suatu bahasa ke bahasa lain. Kata terjemah sendiri berasal dari bahasa arab yaitu , yang mengandung arti menjelaskan dengan bahasa lain atau memindahkan makna dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Menurut (Hidayatullah, 2014) Penerjemahan adalah proses memindahkan pesan yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (Bsu) ke dalam bahasa yang lain (Bsa) secara sepadan dan wajar dalam pengungkapannya sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi dan kesan asing dalam memangkap pesan tersebut. Penerjemahan adalah proses memindahkan makna yang telah diungkapkan dalam bahasa yang satu (bahasa sumber [Bsu];source language [SL]; al-lughah al-mutarjam minha:) menjadi ekuivalen yang sedekat-dekatnya dan sewajar-wajarnya dalam bahasa yang lain (bahasa sasaran [Bsa]; target language [TL]; al-lughah al-mutarjim ilaiha:), secara singkat dapat dikatakan bahwa penerjemahan adalah pemindahan pesan teks Bsu ke Bsa, bukan pemindahan struktur Bsu ke Bsa, penerjemahan juga adalah pemindahan pemahaman teks atau ujaran dalam Bsu ke Bsa, bukan hanya sekedar pemindahan struktur gramatikal Bsu ke Bsa (Hidayatullah, 2017).  Dengan defenisi tersebut, ada beberapa syarat suatu kegiatan pemindahan pesan itu dapat dikatakan sebagai kegiatan penerjemahan. Pertama, melibatkan dua bahasa yaitu Bsu dan Bsa. Kedua, pengalihan tersebut harus dilakukan secara sepadan. Ketiga, penerjemahan haruslah wajar sesuai standar penggunaan yang lazim dalam Bsa.

      Dewasa ini, kita semakin bisa merasakan maraknya gerakan penerjemahan buku-buku atau teks-teks berbahasa asing termasuk bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Banyak penerbit yang memiliki perhatian cukup besar untuk menerbitkan karya-karya terjemahan dari bahasa Arab, baik kitab klasik maupun modern. Penerjemahan ini dilakukan salah satu tujuannya yaitu untuk saling menukar informasi atau penemuan baru antara dua (atau lebih) bangsa yang menggunakan bahasa yang berbeda. Tanpa penerjemahan, bangsa yang kurang maju dan menguasai bahasa bangsa yang sudah maju akan ditinggal oleh informasi dsn kemajuan dunia. Namun bukan hanya berlaku bagi bangsa yang sedang atau belum maju saja tetapi juga bagi bangsa yang sudah maju. Kerena itu menerjemahkan bukan berarti keterbelakangan, justru adalah keterbukaan dan ikut meramaikan dunia dengan saling menukar informasi dan pengetahuan (Mufid&Kaserun, 2007) . Tidak diragukan lagi bahwa informasi atau ilmu-ilmu khususnya dalam bahasa Arab yaitu ilmu-ilmu keislaman dalam berbagai cabang dan disiplin telah tertulis dalam jutaan judul buku, dan semakin hari terjadi pertambahan yang semakin cepat. Karenanya, penerjemahan buku-buku berbahasa Arab yang identik dengan buku-buku Islam harus dilakukan dan terus ditingkatkan. Tentu penerjemahan tidak dapat dilakukan tanpa penguasaan yang memadai terhadap bahasa asing (bahasa sumber yang hendak diterjemahkan). Kemampuan dan penguasaan terhadap bahasa asing, Arab misalnya, harus ditingkatkan dan dikembangkan. Karena setiap bangsa dituntut untuk mampu berkomunikasi dengan bangsa lain dalam segala aspek kehidupan terutama dalam menyerap informasi dan ilmu pengetahuan.

      Bahasa Arab adalah bahasa orang Arab dan orang Islam yang besar peranannya dalam mempersatukan bangsa. Ia adalah bahasa nasional yang terus- menerus tumbuh dan berkembang. Satu hal yang sangat mencolok yang menjadikan bahasa Arab tetap hidup dan berkembang sangat cepat adalah dari kosakata atau vocabulary. Pembentukan kosakta dalam bahasa Arab sangat jelas dan elastis. Kata-kata Arab pada umumnya mempunyai dasar awalan dan akhiran serta perubahan-perubahan huruf hidup. Elastisitas pembentukan kosakata Arab ini dapat dilihat dalam perubahan kata benda dan kata kerja. Selain itu, kosakata Arab pun dapat terbentuk dari gabungan beberapa kata yang memebentuk satu defenisi atau pengertian. Pembentukan kosakata yang sangat elastis tersebut, menjadikan bahasa Arab sangat kaya dalam pembendaharaan kata. Kekayaan bahasa Arab dalam pembentukan kata telah dijustifikasi dalam Al-Qur'an. Bukanlah suatu kebetulan Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, justru karena kekayaan kosakatanya. Dalam mempelajari bahasa Arab, lahirlah sejumlah ilmu tertentu yang merupakan alat bantu untuk memudahkan bangsa-bangsa non Arab dalam memahaminya. Ilmu-ilmu yang lahir antara lain ilmu qira'ah, ilmu tafsir, usul fiqh, ilmu kalam, dan sebagainya yang termasuk ilmu-ilmu tentang bahasa Arab. Pada waktu itulah ilmu nahwu dan ilmu tentang tata  bahasa Arab pertama kali  disusun oleh Abu al-Aswad al-Duwali atas anjuran Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Tsabit (Matsna, 2016).

      Selain itu, bahasa Arab merupakan salah satu bahasa yang banyak dipergunakan didunia islam. Bahasa Arab juga sebagai bahasa agama, dalam kehidupan sehari-hari kita selalu melafalkan bahasa Arab dalam kegiatan ibadah, sebagai bahasa ilmu pengetahuan, Al-qur'an dan Hadis menjadi sumber ilmu pengetahuan dan menjadi pedoman hidup bagi umat muslim. Mempelajari bahasa Arab bukan hal yang mudah, diperlukan pemahaman secara khusus,diantaranya penguasaan ilmu Nahwu, yang merupakan salah satu kajian Gramatika Arab dan memiliki peranan penting dalam pembelajaran bahasa Arab. Kehadiran ilmu nahwu dan sharaf dalam studi keislaman begitu memberikan pengaruh yang besar dan sangat membantu dalam kajian ilmu bahasa Arab. lahirnya ilmu Nahwu dan ilmu Shorof juga memiliki peranan penting dalam mempertahankan ekstistensi perkembangan bahasa Arab, karena kedua ilmu ini di masa kepemimpinan Ali bin Abi Thalib banyak ditemukannya kesalahan orang-orang non Arab dalam menggunakan bahasa Arab (Rahmadani, 2015).  Oleh karena itu, mempelajari bahasa Arab yang mana mencakup ilmu Nahwu dan Shorof sebagai modal yang sangat penting dalam mengkaji bahasa Arab, terutama dalam penerjemahan (Arab-Indonesia).

      Maka dalam hal ini Penerjemahan (Arab-Indonesia), akan dihadapkan pada dua ilmu yang penting untuk dipelajari yakni ilmu nahwu dan shorof, karena pentingnya ilmu ini dalam mempelajari bahasa arab muncullah ungkapan : "Ilmu shorof adalah induk segala ilmu dan ilmu nahwu bapaknya (Busyro,2016). Ilmu shorof adalah ilmu yang membahas tentang perubahan suku kata-suku kata dalam bahasa Arab, menyangkut penambahan, penggantian, dan perubahannya. Disebut induk segala ilmu sebab shorof itu dapat melahirkan bentuk setiap kalimat sedangkan kalimat itu menunjukkan bermacam- macam ilmu,kalau tidak ada kalimat tentu tidak ada tulisan, tanpa tulisan sulit mendapatkan ilmu. Adapun ilmu nahwu disebut juga dengan bapak ilmu,sebab ilmu  nahwu adalah aturan (dasar hukum) yang digunakan untuk memberi baris (syakal) akhir kata sesuai dengan jabatannya masing-masing dalam kalimat agar terhindar dari kesalahan dan kekeliruan, baik bacaan maupun pemahaman. Ibnu Malik mendefenisikan bahwa nahwu adalah ilmu yang digunakan untuk mengetahui keadaan akhir suatu lafadz, baik yang mu'rab maupun mabni. Menurut defenisi nahwu yang lain, nahwu yaitu kaidah-kaidah bahasa Arab untuk mengetahui bentuk kata serta keadaan-keadaan kata tersebut ketika dalam keadaan mufrad atau ketika sudah murakkab. Termasuk didalamnya sedikit terdapat pembahasan shorof. Karena ilmu shorof juga merupakan bagian dari ilmu nahwu, yang ditekankan kepada pembahasan bentuk kata dan keadaan ketika mufradnya (Holilullah,2019).

Tujuan mempelajari ilmu Nahwu dan ilmu Shorof menurut defenisi adalah untuk menjelaskan perubahan bunyi akhir pada setiap kata dan kedudukan kata, mengetahui secara komprehensif perubahan bentuk kata sehingga Ilmu Nahwu dan ilmu Shorof terkadang diidentikkan dengan 'ilm al-I'rab yang mampu memudahkan kita dalam memahami bacaan Al-Qur'an. Fungsi dan Guna Ilmu nahwu - shorof  dikenal sebagai tatabahasa bahasa Arab. Dua ilmu ini, nahwu dan shorof, hubungannya sangat erat.Bahasan yang ada di dalamnya banyak didominasi dengan kajian tentang nahwu sehingga yang dimaksud dengan tatabahasa bahasa Arab adalah ilmu nahwu, dan sering disebut qawa'id al-Lughah dengan maksud tidak terpisah dari ilmu shorof, karena begitu eratnya hubungan antara morfologi dengan sintaks. Ilmu nahwu- shorof sebagai tatabahasa bahasa Arab memiliki fungsi. Secara sepintas sebetulnya dapat diketahui fungsi ilmu nahwu-shorof. Sebagaimana telah lama diketahui umum bahwa tatabahasa itu adalah pengetahuan atau pelajaran mengenai pembentukan kata-kata dan penyusunan kata-kata dalam kalimat (WJS Poerwadarminta, 1986). Tatabahasa bahasa Arab berfungsi untuk meyusun kata-kata Arab dalam kalimat.

Fungsi Ilmu nahwu-shorof bukan untuk membaca tulisan bahasa Arab gundul. Tidak ada sama sekali informasi yang menyatakan bahwa tatabahasa itu adalah alat untuk membaca tulisan. Tatabahasa bahasa Indonesia, misalnya, bukan alat untuk membaca tulisan bahasa Indonesia. Tatabahasa bahasa Inggris juga bukan alat untuk membaca tulisan bahasa Inggris, demikian pula tatabahasa bahasa asing lainnya bukanlah untuk membaca tulisan bahasa asing itu. Jadi Ilmu nahwu-shorof sebagai tatabahasa bahasa Arab tidaklah berfungsi sebagai alat untuk membaca tulisan bahasa Arab. Ilmu Fungsi ilmu nahwu-shorof ini sama saja dengan fungsi tatabahasa bahasa asing lainnya, yakni sebagai aturan untuk memenuhi kelaziman bahasa. Penggunaan Ilmu nahwu-shorof yang sesuai dengan fungsinya adalah untuk menata kata-kata Arab menjadi kalimat bahasa Arab yang benar sehingga bisa dipahami dengan tepat, sehingga bagi penerjemah (Arab-Indonesia), ilmu ini berfungsi sebagai tatabahasa yang harus dikuasai agar hasil terjemahan sesuai dengan aturan bahasa sehingga dapat dipahami oleh para pembacanya. Penggunaan Ilmu nahwu-shorof sesuai dengan fungsinya adalah penggunaan yang semestinya. Adapun penggunaan Ilmu nahwu-sharaf yang tidak sesuai dengan fungsinya maka akan terjadi dampak yang mengarah pada kenegatifan. Penggunaan ilmu nahwu-shorof yang bermanfaat dan tidak sampai pada penyalahgunaannya adalah kalau hanya sebatas untuk menentukan bacaan Kalimat yang sudah dipahami maksudnya, dan tidak digunakan untuk membelokkan maksud kalimat kearah alternatif bacaan yang tidak dimaksudkan oleh penulisnya. 

Penyalahgunaan ilmu nahwu-shorof dimulai dari terbaliknya proses membaca, yakni paham dulu agar dapat membaca dengan benar, bukan membaca dulu dengan benar supaya dapat memahami maksud bacaan. Akibat terbaliknya proses membaca ini adalah sulitnya membaca tulisan bahasa Arab dan dampaknya adalah tersebarnya citra buruk terhadap bahasa Arab. Penyalahgunaan ilmu nahwu-sharaf hanya terjadi pada saat membaca tulisan bahasa Arab gundul. Dalam rangka menangkal penyalahgunaan ilmu nahwu-shorof ini maka rekomendasi yang tepat adalah kembali mengapresiasi fungsi syakal, yaitu dengan cara menyempurnakan semua terbitan berbahasa Arab dengan syakal mengikuti jejak mushaf Al-Quran. Ketepatan rekomendasi ini tidak bisa diragukan karena tidak ada tulisan yang lebih sempurna dari mushaf Al-Quran yang mana proses membacanya logis, membaca agar paham bukan paham dulu  agar dapat membaca.Keberadaan tulisan bahasa Arab gundul selama ini karena tidak adanya pengetahuan mengenai perkembangan tulisan bahasa Arab yang sudah sampai pada kesempurnaannya.Penyalahgunaan ilmu nahwu-sharaf yang telah terjadi adalah ketika pembaca menentukan bacaan dengan maksudnya sendiri, bukan maksud penulisnya. Adapun penyalahgunaan ilmu nahwu-shorof yang bisa berbahaya adalah ketika terjadi penafsiran yang dipaksakan.

Oleh karena itu, salah satu syarat penerjemahan adalah menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran. Penguasaan bahasa meliputi berbagai faktor kebahasaan, di antaranya tata bahasa. Pada saat seorang penerjemah (Arab-Indonesia) menghadapi teks Bsu, dia harus memiliki latar belakang ilmu pengetahuan yang diterjemahkan itu. Jika tidak, tentu akan mengalami kesulitan yang serius, hal inilah yang harus diperhatikan pada saat menganalisis teks yang akan diterjemahkan. Seorang penerjemah akan menghasilkan terjemahan yang baik jika memahami tata bahasa dengan baik. Dalam menerjemahkan teks berbahasa Arab, pemahaman mengenai tata bahasa Arab sangatlah diperlukan, karena bahasa Arab berbeda dengan bahasa-bahasa asing lainnya di dunia. Sebab untuk membaca teks yang akan diterjemahkan saja harus menggunakan tata bahasa Arab yang dikenal dengan ilmu Nahwu dan Shorof ini dengan benar agar penerjemah tidak salah menentukan kedudukan kalimat. Shorof sangat vital dalam proses penerjemahan. Sebab jika salah akibatnya akan sangat fatal. Begitu juga dengan Nahwu, dimana aspek yang tidak mungkin ditinggalkan oleh penerjemah adalah nahwu. Dalam penerjemahan, kemampuan nahwu di sini bukan hanya sekadar teoritis tapi kompetensi praktis empiris. Penerjemah harus memapu membedakan perbedaan I'rab secara konkrit akurat, apakah itu fa;il, maf;ul, ma;lum majhul, mudhaf, atau man'ut, bentuk kalimat ta'ajjub atau istifham dan seterusnya.

Dengan demikian, terlihat jelas bahwa ilmu Nahwu dan ilmu Shorof sangat erat hubungannya dalam penerjemahan (Arab-Indonesia), sehingga mempelajari dan memahami bahasa Arab dengan melalui penguasaan Ilmu Nahwu dan Ilmu Shorof ialah sebagai sesuatu yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, Ilmu Nahwu dan Ilmu Sharaf menjadi prioritas untuk di pelajari terlebih dahulu khususnya dalam penerjemahan(Arab-Indonesia).

Daftar Rujukan

Zaka. M. (2014). Pedoman Penerjemahan Arab Indonesia. Bandung : PT Remaja  Rosdakarya

Mufid,Nur dan Kaserun. (2007). Buku Pintar Menerjemah Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif

Matsna. M. (2016). Kajian Semantik Arab Klasik dan Kontenporer. Jakarta : Prenadamedia Group

Busyro, M. (2019). Shorof Praktis "metode krapyak". Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta

Hidayatullah, M. (2014). Seluk Beluk Penerjemahan:Arab-Indonesia Kontenporer. Jakarta:UIN PRESS

_________. (2017). Cakrawala Linguistik Arab. Jakarta: PT Grasindo.

Holilullah, et al. (2019). Ringkasan Nahwu Sharaf: Karakteristik Kitab Alfiyyah Ibnu Malik, Al-'Imrity dan Nazham Al-Maqshud. Bantul: Trussmedia Grafika

Fiddaroini, S. Fungsi Guna dan Penyalahgunaan Ilmu Nahwu Sharaf. Jurnal MADANIYA,

 3,10-13.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun