Baru-baru ini publik digemparkan dengan terungkapnya kasus perdagangan bayi yang melibatkan oknum pegawai Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Kasus ini bukan sekadar tindak kriminal biasa, namun merupakan bagian dari sindikat internasional perdagangan orang (TPPO) yang telah berlangsung dalam senyap. Fakta ini membuka tabir gelap betapa kejahatan serius kini merangsek masuk ke dalam lembaga negara yang semestinya menjadi penjaga hak dan data masyarakat. Namun jika ditelisik lebih dalam, semua ini adalah buah dari kegagalan sistem ekonomi kapitalis dan politik demokrasi yang selama ini dijadikan landasan dalam membangun negeri.
Kemiskinan yang menjadi habitat munculnya perdagangan manusia bukanlah musibah alam, tetapi hasil dari keputusan politik dan arah pembangunan ekonomi yang lebih menguntungkan segelintir elite daripada rakyat kebanyakan. Dalam sistem kapitalisme, kesejahteraan tidak diberikan secara merata. Perempuan, sebagai pihak yang paling rentan, terhimpit oleh himpitan ekonomi hingga kehilangan daya pilih. Ketika kemiskinan bertemu dengan ekosistem TPPO yang kuat dan rapi, maka lahirlah tragedi kemanusiaan seperti menjual bayi sendiri. Bukan karena kehilangan naluri sebagai ibu, tapi karena sistem yang memaksa mereka memilih antara hidup dan mati.
Lebih tragis lagi, kasus ini menelanjangi bobroknya sistem sekuler yang menceraikan agama dari kehidupan. Ketika aturan Allah dipinggirkan, akal sehat manusia pun mati. Perdagangan anak dianggap biasa, bayi diperlakukan seperti komoditas, dan orang tuanya menjadi pelaku. Aparat negara yang seharusnya melindungi malah ikut dalam lingkaran kejahatan. Beginilah hasil dari sistem yang hanya menjadikan uang sebagai ukuran segalanya, dan mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan serta agama.
Islam secara tegas mengharamkan segala bentuk perdagangan manusia, terlebih lagi anak-anak yang tak berdosa. Dalam Islam, anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tapi juga negara dan seluruh masyarakat. Anak dipandang sebagai amanah dan aset bangsa yang akan melanjutkan estafet peradaban. Karena itu, Islam memiliki sistem perlindungan anak yang komprehensif, mulai dari menjaga nasab, menjamin kesejahteraan, hingga memberikan pendidikan berbasis akidah. Negara Islam bertanggung jawab penuh dalam menjamin kebutuhan pokok setiap warganya, termasuk ibu dan anak, agar mereka tidak terjerumus dalam kejahatan karena tekanan ekonomi.
Selain itu, sistem sanksi dalam Islam sangat tegas dan menjerakan. Siapapun pelaku perdagangan manusia akan ditindak secara tegas tanpa pandang bulu. Islam tidak mengenal impunitas atau perlindungan kepada pelaku kejahatan, apalagi jika melibatkan sindikat. Sanksi berat diberikan bukan sekadar sebagai hukuman, tapi juga sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat dan pencegahan agar kejahatan serupa tidak terulang.
Dengan semua itu, jelaslah bahwa hanya sistem Islam yang mampu mencegah dan menyelesaikan akar permasalahan perdagangan bayi dan TPPO. Islam tidak hanya menindak pelaku, tapi juga mencabut akar masalahnya: kemiskinan, ketimpangan, dan hilangnya nilai-nilai kemanusiaan akibat sekularisme. Maka, sudah saatnya umat ini menoleh kembali kepada Islam sebagai sistem yang membawa rahmat dan penjaga fitrah manusia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI