Mohon tunggu...
Farida Azzahra
Farida Azzahra Mohon Tunggu... Konsultan - Law Student

A learner and hard worker person. Have an interest in law and political issues.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Produk Hukum Penanganan Corona, Sudah Idealkah?

13 April 2020   19:35 Diperbarui: 22 April 2020   20:34 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Industri.co.id

Seharusnya PP tersebut dapat mengatur mengenai teknis pelaksanaanya secara detail, misalnya dengan menegaskan makna "peliburan", apakah benar-benar meniadakan kegiatan atau menerapkan sistem pembelajaran secara online seperti yang selama ini telah dilakukan. Dan untuk pembatasan di tempat umum, pemerintah seharusnya juga dapat menjabarkan tempat-tempat mana saja yang dimaksud serta bagaimana bentuk pembatasannya.

Selain itu, materi muatan dalam PP ini juga terkesan hanya ingin menegaskan kembali bahwa kewenangan untuk menetapkan PSBB ada di tangan Pemerintah Pusat, sehingga Pemerintah Daerah harus mendapat izin Menteri Kesehatan terlebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan PSBB di daerahnya, hal ini justru terkesan sangat birokratif di saat penerapan kebijakan PSBB harus segera dilakukan daerah karena adanya darurat kesehatan. Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat dikatakan bahwasanya materi muatan yang ada di dalam PP PSBB ini masih belum cukup ideal seperti yang diharapkan oleh masyarakat.

Selang adanya PP tersebut, pemerintah kembali mengeluarkan aturan turunan berupa Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 sebagai aturan pelaksana. Saat ini beberapa daerah sudah mulai menerapkan kebijakan PSBB, salah satunya adalah DKI Jakarta yang sudah mulai menerapkan kebijakan PSBB sejak 10 April lalu yang berlaku hingga 23 April 2020 mendatang. Adapun dasar hukum pemberlakuan PSBB di Jakarta adalah Peraturan Gurbernur (Pergub) Nomor 33 Tahun 2020.

Namun, Permenkes tersebut juga tak lain hanya berisi pengaturan yang sama dengan PP yang telah ada. Tidak ada regulasi progresif yang dikhususkan untuk menekan angka penyebaran Virus Corona di Indonesia. Permenkes tersebut justru juga terkesan birokratif di saat  penyebaran Virus Corona semakin masif. Dalam hal ini negara berusaha terlihat bekerja dengan mengeluarkan regulasi sebanyak mungkin tanpa memperhatikan kefektifan dari regulasi tersebut.

Saat  ini Presiden kembali mengeluarkan produk hukum berupa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran COVID 19 sebagai Bencana Nasional. Adapun pengaturan mengenai bencana non alam sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulagan Bencana, dimana dalam undang-undang tersebut memang dijelaskan bahwa penyebaran wabah dapat dikategorikan sebagai bencana non alam. Dan dalam hal penanggulangan bencana, hal tersebut menjadi tupoksi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Terbitnya Keppres tersebut menimbulkan dualisme dalam penanganan Virus Corona, jika sebelumnya dasar hukum utama ialah UU Kekarantinaan Kesehatan, maka saat ini yang menjadi dasar hukum utama dalam penanganan Corona ialah UU Penanggulangan Bencana yang menjadi kewenangan BNPB, padahal sebelumnya Pemerintah telah membentuk Gugas Tugas Khusus dalam rangka penanganan Virus Corona. Dan yang perlu diingat adalah bahwa semakin banyak regulasi yang digunakan, maka akan semakin banyak pula anggaran yang dikeluarkan. Tentunya pengelolaan anggaran tersebut harus diawasi demi mencegah terjadinya praktik korupsi.

Mengenai Perppu

Ketika pemerintah berkomitmen untuk menerapkan kebijakan PSBB, pemerintah juga harus menanggung konsekuensi untuk menjamin kebutuhan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut kemudian dituangkan dalam Perppu yang secara khusus mengatur mengenai pengelolaan kebijakan keuangan negara dalam rangka penaganan penyebaran Virus Corona.

Perppu ini secara umum memprioritaskan tambahan anggaran untuk penanganan Virus Corona, jaminan bagi korban terdampak, serta stimulus ekonomi bagi UMKM dan pelaku usaha. Namun, terdapat satu hal yang menimbulkan polemik di dalam Perppu ini, tepatnya pada Pasal 27 Ayat (3) yang menyatakan bahwa: "Segala tindakan termasuk keputusan yang diambilberdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yangdapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara".

Ketentuan pasal tersebut menjadi polemik lantaran dikhawatirkan dapat menimbulkan tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuaasan (abuse of power) dari pemerintah.

Namun, yang perlu dipahami di sini adalah bahwa Perppu merupakan hak prerogatif  Presiden di bidang legislasi yang dapat diterbitkan ketika terjadi keadaan bahaya dan hal ihwal kegentingan memaksa. Perppu Nomor 1 Tahun 2020 ini bahwasanya muncul karena penyebaran Virus Corona dianggap sebagai keadaan bahaya, sehingga pemerintah harus segera mengambil tindakan cepat melalui Perppu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun