Mohon tunggu...
Farich Alfan
Farich Alfan Mohon Tunggu... Lainnya - frch_alfn

Menulis ketika Bosan Ngaji I Seorang Murid

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tukang Umbul-Umbul yang Memperoleh Hati Rasulullah SAW

27 November 2022   22:13 Diperbarui: 27 November 2022   23:04 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Merupakan salahsatu kerabat dekat dari Habib Jamal Ba'aghil dan seorang tokoh ulama dari kalangan Dzurriyat Rasulullah saw. Yang juga merupakan salah satu murid sekaligus santri angkatan awal dari guru mulia Habib Umar bin Hafidz, Tarim-Yaman. Dan kini mempunyai jama'ah diseluruh penjuru Nusantara Indonesia terkhusus wilayah Jabodetabek. 

Majelis yang diasuhnya atau yang sering dikenal dengan Majelis Rasulullah saw. berkembang sangat maju yang kini telah memiliki anak cabang diberbagai daerah. Namanya Habib Munzir Al-musawa.

Sejak kecil yang memang dibesarkan dari keluarga agamis, sosok munzir sangatlah berbeda dengan saudara kandung lainnya. Munzir al-musawa kecil yang selalu dipandang sebelah mata oleh saudara bahkan orang tuanya sendiri sudah hal yang lumrah dan biasa, karena memang munzir al-musawa berbeda jauh pada aspek prestasi akademik yang dimilikinya dibanding saudara-saudara yang ada bersamanya. 

kakak kandung yang telah memperoleh prestasi dibangku perkuliahan sedangkan adeknya-pun telah menorehkan prestasi didalam pendidikan informal dilingkungan pesantren luar negeri, yang semakin hari justru membuat hati kedua orang tuanya bingung terhadap prilaku yang dialami munzir al-musawa. Hal itu, disadari oleh munzir sendiri yang juga merasakan kesedihan ketika berada diposisi tersebut. 

Namun, hatinya yang luas dan lembut membuat kesemuanya menjadi sebuah hal yang dijadikan sebagai ujian sekaligus pelajaran didalam menjalankan kehidupan singkat ini.

Pada masa itu, yang kebetulan orang tua daripada munzir al-musawa memiliki lahan kosong yang digunakan sebagai tempat persewaan penginapan disebuah lingkungan perumahan wilayah Cikarang, Jakarta. menugasi beliau untuk turut serta membantu dalam melayani tamu yang datang ditempat penginapan tersebut baik dengan membantu membersihkan ruangan yang ada didalamnya ataupun sampai membantu dalam membereskan serta memenuhi kebutuhan tamu yang menempati tempat tersebut, setiap hari munzir al-musawa melakukan tugasnya dan ketika tiba dimalam hari yang hampir setiap harinya melakukan rutinitas shalat malam, dzikir, dan shalawat sehingga menuntutnya tidur dipenghujung malam. Kesemuanya dilakukan dengan terkadang merenungi skema ritme kehidupan yang dialaminya, ditengah perenungannya seringkali bermunajat kepada Allah swt. dengan harapan dapat dipertemukan dengan seseorang yang mampu menunjukan serta menuntun langkah kehidupanya yang semakin hari semakin menunjukan ketidak-jelasan bagi kedua orang tuanya dan dirinya.

Sebuah karakter yang dimiliki dari kepribadian beliau, yang memang notabene dari pribadi karakter pembelajar, munzir al-musawa yang sangat menyukai majelis ilmu mengajaknya tergerak hatinys untuk berangkat kesebuah rutinan yang berada didekat perumahan yang ditinggalinya semasa itu yakni didalam Majelis Habib Husen al-'Athos. karena memang beliau lebih memilih hadir dalam majelis tersebut dibanding lainnya.

 Pada suatu hari pondok dari Habib Husen al-'Athos dikabarkan akan kedatangan guru mulia yakni Habib Umar bin Hafidz. kemudian tibalah beliau seorang guru mulia ditengah-tengah santri dan jama'ah yang kebetulan pada saat itu munzir al-musawa mengenakan songkok hijau sendiri, dan ketika selesai memberikan nasehat kepada semua kalangan, Habib Umar bin Hafidz mengarahkan telunjuknya ke-arah munzir al-musawa dengan mengatakan "jangan sampai ketinggalan". sontak terkejut hati seorang pemuda yang masih polos itu, disamping karena masih berstatus sebagai santri baru. Juga, termasuk masih tergolong sangat muda dibandingkan rekan-rekan lainnya. dengan ungkapan tingkah prilaku yang diperbuat oleh guru mulia Habib Umar bin Hafidz membuat hatinya senang, bercampuran rasa kekhawatiran. Demikian-pula dengan kedua orang tuanya.

Dengan kondisi yang penuh pertanyaan tersebut, membuat kedua orang tuanya-pun tidak mempercayai akan hal tersebut, yang kemudian memutuskan untuk melarangnya. tentu keadaan tersebut dibarengi dengan tujuan tidak lain untuk menjaga kesehatan serta mengontrol terhadap kondisi fisik dari munzir al-musawa sendiri yang memang sudah sejak lama telah menderita penyakit asma (pernapasan). Sedangkan wilayah daerah Tarim, Yaman sendiri merupakan sebuah wilayah padang pasir dan juga memiliki iklim cuaca yang panas, sehingga membuat hati kedua orang tuanya semakin merasa takut akan kejadian yang tidak diinginkan. Namun keadaan itu tidak berakhir disini, didalam kesempatan lain, yang  juga sangat berdekatan. Dan tentu dalam lokasi yang berbeda. Perilaku Habib Umar bin Hafidz kembali terulang. Dengan menunjuk tatapan mata ke-arah munzir al-musawa dengan berucap "jangan lupa anak itu, masukan kedalam list" yang memang salahsatu dari tujuan beliau ialah memberangkatkan santri dari Indonesia untuk tinggal dan menimba ilmu di lingkungan pesantren asuhan langsung guru mulia Habib Umar bin Hafidz. Ditengah kegundahan hatinya yang ada pada saat itu tengah menyelimutinya, memutuskan untuk bersowan kepada salah seorang tokoh ulama yang 'alim yakni Habib Husen bin Yahya untuk meminta penunjuk sekaligus pendapat berkaitan langsung dari permintaan Habib Umar bin Hafidz. dengan keluasan indra penglihatan yang dimilikinya. beliau memaksa untuk memberangkatkan munzir al-musawa secepatnya, pada pekan yang akan datang, tentu hal tersebut membuat hati Habib Husen bin Yahya langsung mantap. Dengan mengatakan kepada kedua orang tuanya "saya yang akan menjamin munzir". Dengan berat hati kedua orang tua munzir melepas seorang anak yang sangat luas hatinya, jernih pikiranya itu untuk melakukan perantauan dengan tujuan menimba ilmu di Negeri Wali. Singkat Cerita.

Orang tua munzir al-musawa tiba-tiba menelpon dengan menanyakan kabar dari anaknya. "kapan pulang nak?". dengan nada pengharapan. Kemudian dijawab "4 tahunan lagi abi, umi". yang kemudian direspon kembali dengan berkata "kok masih lama?". Berakhir. Selang beberapa hari, setelah bertukar kabar melalui telpon, dikabarkan melalui saudara kandungnya bahwa ayahanda dari munzir al-musawa telah wafat. hatinya sangat terpukul bercampur kesedihan yang sangat dalam, dan sempat menyesali akan tingkah yang telah diperbuat kepada orang tuanya tersebut. Namun tidak lama.

Masa pengembaraan dalam menuntut ilmu di Negeri Wali telah selesai. tentu sebagai penanda bahwa munzir al-musawa sebagai sang pengingat umat. untuk memulai perjuangan dakwahnya, diawali dengan mengadakan majelis dibeberapa mushola kecil yang ada didesa. kemudian semakin hari yang terus menambah jumlah jama'ah yang turut hadir dalam mengikuti majelis tersebut. yang akhirnya memutuskan untuk berpindah ke-masjid yang diharapkan dapat menampung seluruh jama'ah yang hadir didalamnya. dan terbukti sampai sekarang, kapasitas tempat untuk menampung jumlah jama'ah yang terus bertambah semakin tidak tertampung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun