Selepas makan siang yang hangat, kami menaiki jeep yang sudah berjajar rapi di kaki Merapi. Langit menggelap pelan. Mendung menggantung, tapi tak menyurutkan semangat kami untuk menelusuri rute yang penuh cerita. Ada udara dingin yang mengendap pelan, seperti sedang membawa pesan:
"Bersiaplah, perjalanan ini tidak hanya akan mengguncang badanmu, tapi juga batinmu."
Dan benar saja, Merapi bukan tempat biasa. Ia bukan hanya gunung, tapi guru diam yang menyimpan ribuan pelajaran.
Museum Mini Sisa HartakuÂ
Ketika Kehilangan Tak Lagi Membuat Kita Takut, Tapi Menguatkan
Kami berhenti di sebuah rumah yang separuhnya tinggal puing. Museum Mini Sisa Hartaku, begitu orang menyebutnya. Tak ada pemandu yang menjelaskan, karena barang-barang di dalamnya sudah cukup bersuara.
Jam dinding hangus. Piring pecah. Rangka sepeda. Sebuah foto keluarga yang sudah pudar di bagian wajah.
Setiap barang menyimpan luka. Tapi tidak membuat kami takut. Justru membuat kami sadar:
"Merapi memang pernah meluluhlantakkan segalanya, tapi jiwa orang-orang di sekitarnya tetap berdiri, lebih tegak dari sebelumnya."
Diam, Sendiri, Tapi Tidak Kalah
Perjalanan berlanjut ke Batu Alien. Batu besar yang bentuknya menyerupai wajah manusia. Berdiri sendiri di tengah bekas lahar.
Batu itu seperti simbol:
Kita boleh diam. Kita boleh sendiri. Tapi kita tidak boleh kalah.