Provinsi Jambi, salah satu daerah kaya sumber daya alam di Indonesia, kini menghadapi ancaman serius terhadap kelestarian lingkungannya. Eksploitasi besar-besaran terhadap hutan, tanah, dan air telah menyebabkan dampak ekologis yang merugikan dalam jangka panjang. Aktivitas industri seperti perkebunan kelapa sawit, pertambangan batu bara, dan pembukaan lahan skala besar telah menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan yang semakin meluas.
Salah satu dampak nyata dari kerusakan ini adalah meningkatnya frekuensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Jambi. Hampir setiap musim kemarau, kabut asap tebal menyelimuti udara, menimbulkan gangguan kesehatan, merusak aktivitas ekonomi, dan mengganggu pendidikan. Ironisnya, praktik pembakaran lahan masih terus berlangsung meskipun telah ada regulasi yang melarangnya.
Selain itu, sungai Batanghari, sebagai urat nadi kehidupan masyarakat Jambi, kini mengalami pencemaran berat akibat limbah industri dan aktivitas tambang ilegal. Air yang dulunya jernih dan menjadi sumber penghidupan, kini tercemar logam berat dan bahan kimia berbahaya. Masyarakat di sepanjang aliran sungai mengalami penurunan kualitas hidup karena terganggunya akses terhadap air bersih.
Masalah kerusakan lingkungan di Jambi tidak hanya berdampak pada alam, tetapi juga menimbulkan konflik sosial. Banyak masyarakat adat dan petani kecil yang kehilangan akses terhadap lahan karena ekspansi industri yang tidak terkendali. Ketimpangan pengelolaan sumber daya alam menjadi pemicu ketegangan antara warga lokal dan perusahaan besar, bahkan dengan pemerintah.
Pembangunan ekonomi yang dijalankan tanpa mempertimbangkan aspek ekologis hanya akan menghasilkan kemajuan semu. Untuk itu, perlu adanya perubahan paradigma dari eksploitasi menuju keberlanjutan. Pemerintah daerah harus memperkuat penegakan hukum lingkungan, mendukung praktik pertanian dan industri ramah lingkungan, serta melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan terkait tata ruang dan pengelolaan sumber daya alam.
Peran serta masyarakat sipil, akademisi, dan media juga sangat penting dalam mengawasi dan mendorong perubahan kebijakan. Pendidikan lingkungan harus diperkuat agar generasi muda Jambi tumbuh dengan kesadaran ekologis yang tinggi.
Sudah saatnya Jambi menata kembali arah pembangunannya dengan menjadikan kelestarian lingkungan sebagai dasar utama. Ekonomi dan ekologi bukanlah dua hal yang bertentangan, melainkan dua sisi dari koin yang sama. Tanpa lingkungan yang sehat, tidak akan ada kesejahteraan yang berkelanjutan.
Upaya dan Solusi Menuju Pemulihan Lingkungan
Langkah awal yang dapat diambil untuk memperbaiki kondisi ini adalah memperkuat pengawasan terhadap aktivitas industri yang merusak lingkungan. Pemerintah harus lebih tegas dalam menindak perusahaan yang melanggar aturan lingkungan hidup, serta mencabut izin usaha yang terbukti melakukan perusakan hutan atau pencemaran. Di sisi lain, insentif juga perlu diberikan kepada perusahaan yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Pemanfaatan teknologi ramah lingkungan juga harus didorong. Misalnya, dalam sektor perkebunan, penggunaan metode agroforestry yang menggabungkan tanaman kehutanan dan pertanian bisa menjadi solusi yang mendukung konservasi tanah dan air. Untuk sektor tambang, reklamasi dan revegetasi bekas tambang wajib dilakukan sebagai bagian dari tanggung jawab lingkungan.
Selanjutnya, masyarakat lokal harus dilibatkan secara aktif dalam program perlindungan lingkungan. Bentuk pelibatan ini bisa berupa edukasi, pelatihan pertanian berkelanjutan, hingga program padat karya berbasis konservasi seperti penanaman pohon dan rehabilitasi daerah aliran sungai. Kearifan lokal masyarakat Jambi dalam mengelola alam juga perlu dihargai dan dijadikan landasan dalam pengambilan kebijakan.