Hari ini, kehidupan di media sosial mendistorsi kehidupan dunia nyata. Banyak anak muda berfokus pada jati dirinya yang muncul di halaman feed Instagram-nya. ironisnya, usaha untuk terlihat bahagia di media sosial itu seringkali dibayar dengan kebahagiaan sejati.
Unggahan berlibur, mini vlog naik gunung, foto-foto estetik kafe di malam hari, kini mewarnai akun medsos anak muda. Tak peduli kemampuan finansial, anak muda sekarang lebih peduli pada citra di media sosial. Media sosial seringkali membuat mahasiswa melupakan esensi bersosial.
Beberapa dekade lalu, sebelum era media sosial, sosialisasi dilakukan di warung-warung kopi. Di malam hari, sesuai kelas yang padat, mahasiswa akan memenuhi warkop dan burjo untuk bercengkrama. Paling tidak, mereka akan memenuhi ruang tengah indekos untuk saling bertukar kabar.
Segelas kopi hangat di malam hari menemani obrolan hangat bersama teman kos. Berapa kocek yang harus dikeluarkan? Mungkin hanya Rp2.000 untuk satu saset kopi instan. Kini, mahasiswa mengobrol di kafe estetik dengan segelas Iced Americano seharga puluhan ribu. Tak lupa, di akhir obrolan beberapa jepretan foto untuk diumumkan ke seluruh dunia.
Interaksi nyata antarmanusia merupakan healing yang paling ampuh. Dan itu tidak memerlukan banyak uang. Tidak perlu di kafe mewah, atau resto terkenal, cukup di ruang tengah atau warkop terdekat, dampaknya akan sama.
Jalan-jalan berkedok healing hari ini juga tak kalah bikin boncos. Tren sekarang adalah naik gunung, atau traveling ke tempat-tempat estetik yang jauh. Seringkali mahasiswa lupa diri. Diajak ke luar kota, gas! Padahal dompet lagi boncos.
Sekali lagi, tren media sosial mempengaruhi keputusan finansial kita.
Mahasiswa dan anak muda perlu lebih sadar tentang pengeluaran finansial. Pengeluaran harus dilakukan dengan penuh kesadaran. Mempertimbangkan kemampuan terkini dan prospek masa depan. Kalaupun hari ini sedang banyak uang, perlu juga dipikirkan tentang minggu dan bulan depan. Akankah kita menghadapi kesulitan keuangan?
Maka dari itu, menabung dan merencanakan keuangan menjadi penting. Berapa anggaran untuk naik gunung, berapa anggaran untuk makan, berapa anggaran untuk masa depan. Semua harus diperhitungkan dengan penuh kesadaran.
Tidak boleh ada pengeluaran impulsif. Tidak boleh ada belanja emosional. Semua harus rasional dan diperhitungkan. Jika diajak nongkrong di kafe mahal, sementara anggaran nongkrong sudah habis, jangan malu untuk bilang tidak.