Kilasan
- Perang Dagang
Berita di media sosial saat ini dibanjiri dengan isu yang mengkhawatirkan. Perang dagang yang kembali diusungkan oleh AS dikhawatirkan akan memberikan efek domino terhadap perekonomian global. Sejak 2 April 2025 presiden AS yakni Donald John Trump resmi mengumumkan tarif resiprokal (timbal balik). Tarif ini sebelumnya sudah pernah diberlakukan oleh Donald John Trump pada tahun 2018, akankah dampaknya lebih buruk dari tahun tersebut, pasalnya nama Indonesia digadang-gadang akan terkena dampaknya dan banyak pihak yang mengkhawatirkan perekonomian Indonesia akan terpuruk karena ini.
- Ancaman Perang Drone, Rudal Hingga Nuklir!
Tidak sedikit konflik yang terjadi diwilayah timur-tengah perihal politik, sengketa wilayah, hingga pemanfaatan suatu energi. Saat ini mata dunia tertuju pada konflik yang digarap Israel dengan Iran, pasalnya konflik ini bermula saat Israel meyakini bahwasanya Iran mempunyai senjata pemusnah massal (Nuklir). Sebelum penyerangan tersebut Israel terlebih dahulu sudah banyak menggulingkan kepala militer Iran dengan membunuhnya satu-persatu, ini merupakan salah satu alasan mengapa Iran berani membalas serangan Israel.
- Banyak Malapetaka, Banyak Peluang?
Semua berita mengabarkan kepanikan, jika dihadapkan pada sebuah kondisi saat ini kita sebagai investor harus tangguh dan bisa beradaptasi dengan cepat. Melihat 2 fenomena di atas, kita mengetahui bahwasanya ekonomi makro secara global untuk saat ini sedang bergejolak (memanas), sebagai "Intelligent Investor", kita bisa memantau fenomena yang terjadi dengan tenang dan jeli (mencari bisnis yang diuntungkan dari fenomena tersebut) terhadap "peluang" yang ada. Contohnya, pada tahun 2022 saat Rusia menginvasi Ukraina harga batu bara acuan (New Castle) lompat dari sebelumnya 50-100 $/ton menjadi 350-430$/ton dalam sekejap.
Perang Dagang
Perang dagang yang digarap oleh AS sudah ada sejak Donald John Trump duduk di kursi kepresidenan pada tahun 2018. Pada saat itu, Amerika merasa perlu melakukan intervensi pasar untuk mendapatkan keadilan dan kesetaraan pada perdagangan internasional, melindungi produk dalam negeri, dan menjaga defisit perdagangan. Amerika hanya memberlakukan tarif terhadap produk-produk China seperti menaikkan bea impor masuk mesin cuci dan panel surya masing-masing sebesar 20% dan 30%, menaikkan tarif baja sebesar 25% dan 10% untuk aluminium, namun pada saat yang sama China membalas dengan menaikkan tarif impor produk babi dan skrap aluminium sebanyak 25%. Hingga akhirnya trade war I hanya mencapai pada kesepakatan fase I dan menangguhkan kesepakatan fase II sebab menyebarnya wabah Covid-19.
- Trade War II
Berita di media sosial saat ini dibanjiri dengan isu yang mengkhawatirkan. Perang dagang yang kembali diusungkan oleh AS dikhawatirkan akan mengganggu perekonomian global. Sejak 2 April 2025, presiden AS yakni Donald John Trump resmi mengumumkan tarif resiprokal (timbal balik). Kali ini China tidak sendirian, Trump memberlakukan tarif resiprokal kepada seluruh mitra dagang Amerika yang melakukan ekspor ke Amerika sebab ini menyebabkan trade deficit (defisit perdagangan yang disebabkan oleh impor yang lebih banyak daripada ekspor ke negara tersebut). Tarif resiprokal dasar dikenakan 10% pada seluruh mitra dagang Amerika per tanggal 2 April 2025.
Salah satu alasan mengapa Donald John Trump memberlakukan perang dagang karena Amerika sedang mengumpulkan dana untuk menutupi kesulitan pembayaran utang negara yang akan jatuh tempo sebesar 3 triliun USD, dengan Jepang dan China sebagai pembeli obligasi terbanyak, apabila Amerika tidak mampu membayar utang bunga obligasi tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa Amerika akan "kalah" dari China (sebagai mitra dagang) dan ketidakpercayaan investor terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika sebagai negara adidaya.
- Dampaknya Terhadap Indonesia
Perlu disadari bahwasanya kedua negara tersebut yakni Amerika Serikat dan China saat ini merupakan poros ekonomi global sebab kedua PDB (Product Domestic Bruto) negara tersebut merupakan yang tertinggi bila dibandingkan dengan negara maju lainnya, Amerika memegang kisaran 20-30% PDB dunia dan China menyusul sekitar 15-16% PDB dunia. Diusungnya fenomena tarif resiprokal dengan diikuti demand yang melemah akan menekan ekonomi suatu negara. Indonesia melakukan ekspor ke China sebesar 22,40% sementara itu China juga memiliki transaksi ekspor ke Amerika Serikat sebesar 14,7%. Apabila tarif dinaikkan antara kedua negara maupun negara lainnya maka akan menyebabkan perlambatan perdagangan China ke Amerika Serikat serta di ikuti perdagangan Indonesia ke China yang ikut melambat, imbas melambatnya perdagangan diikuti dengan ketegangan politik setempat ini akan mempengaruhi harga suatu komoditas; Batubara (New Castle), nikel, dan tembaga.
Perlu kita ketahui bahwasanya pangsa pasar ekspor negara Indonesia tidak hanya Amerika, namun porsi ekspor terhadap negeri paman sam tersebut dinilai kecil daripada yang dikhawatirkan semua orang hanya sekitar 1,8%-2,2% terhadap PDB yang artinya hanya mempengaruhi sekitar 0,3-0,5% dari poin pertumbuhan Indonesia di tahun 2025 yang ditargetkan mencapai 5,2%. Indonesia memiliki porsi ekspor yang besar terhadap negara china yakni sebesar 23,5% terhadap keseluruhan pendapatan nilai ekspor Indonesia, hal ini cukup berkontribusi besar apa bila terjadi ketegangan dagang antara Amerika dan China yang secara tidak langsung akan memberikan domino effect terhadap perlambatan ekonomi global yang akan mempengaruhi ekonomi Indonesia.
*Bagaimana mendapatkan angka 1,8%-2,2% ialah cari nilai ekspor Indonesia ke Amerika pada tahun 2024 ($26,31milliar) dan PDB Indonesia tahun 2024 yakni sebesar ($1396,30milliar)*
- Perhitungan Tarif Resiprokal Amerika Terhadap Indonesia
Tarif respirokal yang digagas oleh Donald John Trump menjelaskan bahwa "setidaknya kombinasi tarif dasar 10% untuk hampir seluruh barang yang masuk ke AS. Selain itu, tarif resiprokal yang lebih tinggi lagi juga dibebankan kepada puluhan negara yang mencatatkan defisit perdagangan tertinggi dengan AS". Diketahui bahwasanya angka 32% yang Trump kenakan untuk Indonesia menggunakan rumus sebagai berikut :
Tarif Resiprokal = (Defisit perdagangan AS dengan Indonesia/Impor US ke Indonesia X 100%)/2
Diketahui:
- Nilai Defisit perdagangan AS ke Indonesia = $19,3 milliar
- Total impor AS dari Indonesia = $29,5 milliar
Jawab:
(Defisit perdagangan AS dengan Indonesia/Impor US ke Indonesia X 100%)/2
Bagaimana contoh tarif sebesar 32% yang dikenakan oleh AS ke Indonesia beserta dampaknya? Jika sebuah produk X dijual seharga $50 ke AS maka sesampainya produk tersebut di sana akan ditambahkan tarif +32% dari ekspornya menjadi $66. Dampak dari diberlakukan tarif resiprolokal tidak hanya membuat barang ekspor menjadi lebih mahal hal ini akan memberikan efek domino terhadap suatu negara seperti peningkatan harga barang Indonesia di Amerika, penurunan daya saing ekspor sebab ekspor pada negara lain yang rendah tarif terlihat lebih murah jika dibandingkan Indonesia (Opportunity Cost), menurunnya volume perdagangan ekspor ke Amerika, penurunan volume produksi menyebabkan pendapatan suatu usaha akan menurun yang akan diikuti dengan efisiensi modal; penutupan pabrik serta pengurangan tenaga kerja.
Ancaman Perang Drone, Rudal Hingga Nuklir!Â
Usai Amerika meramaikan dunia dengan mengenakan tarif pada mitra dagang mereka kini, Israel menggaungkan perang dengan Iran. Perang yang digaungkan oleh Israel dikarenakan Iran memiliki senjata "pemusnah massal" (nuklir). Jauh sebelum perang ini memanas Israel sudah lebih dahulu memulai dengan membunuh para petinggi militer Iran hal ini yang menyebabkan Iran berani membalas serangan Israel. Konflik kedua negara ini menyebabkan destabilisasi pada negara sekitarnya khususnya diwilayah timur-tengah. Setelah penyerangan fasilitas nuklir yang dilakukan oleh AS terhadap Iran, Iran berencana memblokade selat hormuz yang dimana bila ini terjadi dapat menyebabkan volatilitas terhadap harga komoditas terutama minyak, menyebabkan inflasi, dan menggangu rantai pasok energi global.
Bagaimana Cara Menemukan Peluang?
Sebagai The "Intelligent Investor", kita harus adaptif dan kritis terhadap fenomena yang terjadi. Ketika semua berita mengabarkan kepanikan, justru kita harus tenang dan malah membaca serta menangkap peluang yang ada. Kita tidak boleh terlalu menanggapi noise di luaran sana, hal yang perlu kita lakukan ialah menganalisasi dampak yang ditimbulkan dari perang tersebut selain kerugian/keuntungan pada pihak yang terlibat. Kita patut bisa menilai perusahaan mana yang akan terdampak pada perang yang di garap oleh Israel dengan Iran, beberapa contohnya adalah:
- Kasus I Tahun 2020 (Covid-19)
Tahun 2020 banyak pasar saham dunia runtuh salah satunya ialah pasar saham Indonesia hal ini dikarenakan adanya Covid-19 yang merebak ke seluruh penjuru dunia, saat itu banyak bisnis yang hancur namun disisi lain perusahaan layanan kesehatan menang banyak (mendapatkan keuntungan) dari kejadian tersebut dan menunjukkan kenaikan performa dari fenomena tersebut. Contoh dari perusahaan yang untung di tahun tersebut ialah PT Kimia Farma Tbk, (KAEF), PT Indofarma Tbk (INAF), PT Industri Jamu dan Farma Sido Muncul Tbk (SIDO).
- Kasus II Tahun 2022 (Perang Rusia-Ukraina)
Perang ini dipicu karena adanya keinginan Ukraina gabung ke blok barat; Ukraina ingin berpartisipasi menjadi bagian dari NATO (North Atlantic Treaty Organization), namun sebelum hal itu terjadi Rusia mengecam perbuatan Ukraina bila mana gabung ke dalam NATO sebab Rusia tidak ingin blok barat yang di pimpin oleh Amerika menaruh pangkalan militernya di daerah Ukraina hal ini secara tidak langsung akan mengancam keamanan Rusia. Tepatnya tanggal 24 Februari 2022 presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan "operasi militer khusus" ke Ukraina. Serangan multi-arah dilancarkan, termasuk serangan rudal ke seluruh wilayah Ukraina, invasi darat dari utara (menuju Kyiv), timur (Donbas), dan selatan (Krimea dan Laut Azov). Setelah terjadinya serangan tersebut Uni Eropa memberikan beberapa sanksi kepada Rusia berupa mengurangi ketergantungan pada komoditas Rusia seperti gas alam dan minyak, pembekuan aset Rusia di Uni Eropa, larangan ekspor teknologi canggih, dan dikeluarkannya bank-bank terkemuka di Rusia dari sistem keuangan SWIFT (Society for Worldwide Interbank Financial Telecommunication), Rusia tidak tinggal diam diberikan sanksi terhadap Uni Eropa justru malah membalasnya dengan pembatasan gas alam kepada Uni Eropa serta pembayaran gas melalui Rubel, memberlakukan pembekuan aset negara Uni Eropa serta mengancam akan mengundurkan diri dari beberapa organisasi barat yang tengah berlangsung.
Akibat fenomena pembatasan gas alam yang dilakukan oleh Rusia, hal ini mengancam Uni Eropa akan krisis energi bilamana sanksi tersebut jatuh dalam waktu yang lama, terlebih lagi Uni Eropa merupakan tujuan ekspor komoditas tersebut, oleh karena itu Uni Eropa berusaha menggunakan energi pengganti akibat sanksi yang dijatuhkan. Sebagai gantinya permintaan energi kotor yakni batu bara kembali diambil oleh Uni Eropa hal ini yang menyebabkan harga baru bara di pasaran menjadi tinggi sebab tingginya permintaan, sebelumnya harga batu bara berada pada kisaran 150$/MT menjadi 440$/MT akibat dari harga yang melonjak banyak perusahaan batu bara yang mencangkul lebih dalam guna memenuhi permintaan pasar yang saat itu melonjak. Beberapa perusahaan yang diuntungkan dari fenomena di atas ialah PT Indo Tambangraya Megah Tbk, (ITMG),
Adaro Energy Indonesia Tbk, (ADRO), Baramulti Suksessarana Tbk, (BSSR), dan PT Bukit Asam Tbk, (PTBA).
- Kasus III Tahun 2025 (Peluang Emas di Sektor Emas)
 Â
- Kasus IV Tahun 2025 (Perang Israel-Iran)
Tahun ini begitu banyak peluang yang sangat amat sayang bilamana melewatkan kesempatan ini, sebelum terjadinya perang saya melakukan analisis sederhana terhadap perusahaan minyak di Indonesia, ketika hasil didapat saya meminta harga yang sangat rendah dan akhirnya melewatkan kesempatan ini. Sebelumnya terjadinya perang Israel dengan Iran pada saat itu harga minyak mentah berada di area 57$/Bbl kemudian di ikuti kenaikan harga sesaat setelah terjadinya peperangan serta diduga ada rumor akan ditutupnya selat hormuz oleh Iran yang membuat harga minyak mengalami kenaikan sebesar 17% dan berada di harga 74$/Bbl. Salah satu perusahaan yang tidak sempat saya miliki kini sudah terbang duluan harganya setelah adanya berita penutupan selat hormuz yang dimana selat ini adalah jalur perdagangan yang sensitif terutama terhadap minyak, sebab 20% minyak dunia melalui selat ini. Terakhir harga saham perusahaan ini jatuh diharga 370/lembar namun saya enggan masuk dan akhirnya sekarang sempat menyentuh 530/lembar ini artinya ada potensi kenaikan sekitar 43% yang dilewatkan oleh saya pribadi dan jika memasukan dividen (10,5%) maka saya sendiri kehilangan peluang sekitar 53,5%. Namun saya tidak berkecil hati sebab masih banyak peluang yang tersedia di depan mata.
Jika diteliti lebih dalam, banyak saham Indonesia yang saat ini tidak dihargai performanya sebagai contoh ada ASII di perdagangkan diharga Rp4.400-4.500 dengan asumsi ROE (Return On Equity) 15%, PBV (price to book value) sebesar 0,82 dan PE (Price to Earning) 6,5 kali maka diasumsikan dapat memberikan imba hasil sebesar:
Asumsikan dividen yeild sebesar 9,3%
(yeild return + dividen yeild) = 15,3%+9,3% = 24,6%
Maka yeild bilamana seseorang investasi di ASII ialah sebesar 24,6%
Tidak hanya PT Astra International Tbk, yang dijual murah oleh Mr market masih banyak saham lainnya yang dijual murah dan memberikan imba hasil yang menarik, contoh lainnya ada BBRI yang diperdagangkan diharga Rp3.720-3.660 dengan asumsi ROE (Return On Equity) 19,2%, PBV (price to book value) sebesar 1,8 dan PE (Price to Earning) 10,1 kali maka diasumsikan dapat memberikan imba hasil sebesar:
Asumsikan dividen yeild sebesar 7,8%
(yeild return + dividen yeild) = 9,9%+ 7,8% = 17,7%
Maka, yeild bilamana seseorang investasi di BBRI ialah sebesar 17,7%
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI