Mohon tunggu...
farel
farel Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya adalah mahasiswa S1 Teknologi Pangan yang menyukai kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Yasinan Sebagai Warisan Islam Nusantara

30 Mei 2025   10:16 Diperbarui: 30 Mei 2025   10:16 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 

Di tengah pesatnya perkembangan zaman dan derasnya arus modernisasi, tradisi-tradisi lokal sering kali dianggap usang, bahkan disalah pahami. Salah satunya adalah tradisi Yasinan yang masih hidup dan lestari di banyak masyarakat Jawa. Sebagian pihak memandangnya sebagai bagian dari "Islam budaya", bahkan ada yang menyebutnya sebagai bentuk bid'ah. Namun, benarkah demikian? Tradisi Yasinan merupakan kegiatan rutin membaca surat Yasin secara berjamaah, biasanya dilakukan pada malam Jumat, baik di rumah, masjid, maupun langgar. Tak hanya membaca Yasin, acara ini juga sering diiringi tahlil, doa bersama, dan kadang disusul dengan makan bersama. Meski tampak sederhana, Yasinan menyimpan makna spiritual dan sosial yang dalam.

Tradisi Yasinan di masyarakat Jawa sering kali menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Ada yang menganggapnya sebagai amalan mulia penuh makna, namun tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai bentuk bid'ah karena tidak dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Namun, jika kita menelaah lebih dalam, sebagaimana dipaparkan oleh Rhoni Rodin dalam jurnalnya yang berjudul Tradisi tahlilan dan yasinan. IBDA: Jurnal Kajian Islam Dan Budaya, 11(1), 76-87, tradisi ini tidak hanya sarat nilai spiritual, tetapi juga merupakan warisan akulturasi budaya dan agama yang sangat khas di Indonesia. Dari sisi spiritualitas, Yasinan menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Banyak masyarakat yang merasa tentram dan tenang setelah mengikuti acara ini. Surat Yasin sendiri sering disebut sebagai jantungnya Al-Qur'an, dan membacanya dipercaya membawa keberkahan. Melalui pembacaan yang kolektif, masyarakat merasakan kekuatan spiritual yang lebih dari sekadar ritual pribadi.

Dari sisi sosial budaya, Yasinan adalah simbol ukhuwah islamiyah dan solidaritas warga. Di kampung-kampung, Yasinan memperkuat interaksi sosial, saling mengenal antar tetangga, dan menjaga silaturahmi. Saat ada warga yang meninggal, sakit, atau memiliki hajat, Yasinan hadir sebagai bentuk dukungan moral dan spiritual. Ini adalah wajah Islam yang ramah dan membumi.

Dalam perspektif metodologi studi Islam, tradisi seperti Yasinan tidak bisa dipahami hanya dari pendekatan hukum (fikih) semata. Kita perlu menggunakan pendekatan sosial budaya atau antropologis. Yasinan tidak hanya dilihat sebagai ritual, tetapi juga sebagai ekspresi budaya religius yang hidup dan bermakna. Seperti yang pernah dikemukakan Clifford Geertz, agama tidak berdiri sendiri, tetapi berkelindan dengan struktur sosial dan nilai budaya masyarakat.

Lalu, apakah Yasinan bertentangan dengan ajaran Islam? Jawabannya tentu tidak, selama tidak mengandung unsur kemusyrikan atau menyelisihi prinsip-prinsip syariat. Justru, tradisi ini adalah bentuk ijtihad budaya, yaitu adaptasi ajaran Islam ke dalam konteks lokal, selama tetap menjaga ruh Islam itu sendiri. Inilah yang membuat Islam di Indonesia begitu kaya dan dinamis.

Menurut Rhoni Rodin, Yasinan dan Tahlilan merupakan bentuk akulturasi antara ajaran Islam dan budaya lokal, khususnya dalam konteks takziyah atau musibah kematian. Tradisi ini berkembang dari nilai-nilai adat yang diwariskan secara turun-temurun, namun telah diisi dengan praktik Islami seperti pembacaan surat Yasin, tahlil, dan doa bersama. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak datang dengan merombak total budaya lokal, melainkan menyerap dan menyempurnakannya sesuai dengan nilai-nilai syariat

Menolak Yasinan hanya karena ia tidak dilakukan Nabi, sama saja dengan mengabaikan dinamika sejarah dan kekayaan Islam lokal. Bukankah Islam datang untuk memudahkan, bukan menyulitkan? Dan bukankah Islam adalah rahmat bagi seluruh alam?

Maka, sudah saatnya kita melihat Yasinan bukan sebagai beban tradisi, tetapi sebagai warisan berharga yang menjaga spiritualitas dan mempererat persaudaraan umat. Yasinan adalah bukti bahwa Islam bisa menyatu dengan budaya lokal tanpa kehilangan jati dirinya. Kita tidak sedang membudayakan Islam, tetapi mengislamkan budaya secara bijak dan bermakna.

Dengan demikian sebagai mahasiswa dan generasi muda, kita perlu bijak membaca fenomena Islam lokal seperti ini. Alih-alih sibuk membid'ahkan, lebih baik kita menggali nilai-nilai positif dan melihat bagaimana Islam mampu hidup berdampingan dengan budaya. Seperti yang ditegaskan dalam jurnal tersebut, Yasinan adalah wujud Islam yang membumi, menyentuh, dan menyatu dengan denyut kehidupan masyarakat Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun