Saya sedang kepincut dengan akting keren seorang aktris cilik Koreabernama Kim Hyang Gi. Jika beberapa aktor dan aktris Korea lain lebih sering dikenal karena debut mereka dari sebuah drama yang berseri-seri namun tetap asik ditonton itu, maka saya pertama sekali melihat akting Kim Hyang Gi justru dari sebuah film yang berjudul ‘Wedding Dress’, yang konon katanya masuk dalam daftar film terbaik Korea. Sekali lagi, film ya, bukan drama. Soalnya kalo ngomongin Korean movie, sebagian langsung komen, “Yaaahhh..gak doyan nonton drama Korea, capeeek, serinya banyak.” Padahal drama ama film itu kan udah jelas beda, ya, hihihiii.. Tapi, balik lagi ke soal selera sih. Selera orang memang beda-beda, ya :) Oke, balik lagi ke topik tentang Kim Hyang Gi. Dalam postingan kali ini, saya akan mereview secara subjektif (karena ini benar-benar versi selera saya, jadi jangan dijadikan acuan jika seleranya beda dengan saya) tiga film yang diperankan oleh Kim Hyang Gi. Tiga film, Bo! Maruk amat ya saya. Hmm...jadi, ketiga film Kim Hyang Gi dalam postingan ini, tiga-tiganya saya suka dan ketiganya memiliki karakter peran yang hampir sama. Jadi agak kurang menarikkalau saya mereview-nya satu persatu. Makanya saya buat dalam satu postingan aja, deh. Jadi, sekali baca, langsung dapat gambaran tiga film, hehee. Ohya, sebelum saya membahas tiga film tersebut, baiklah kita bahasa dulu siapa sebenarnya Kim Hyang Gi? Kenapa sih perlu membahas dia? Soalnya, dari sebagian banyak topik tentang drama dan Korean movie (ceritanya, sutradaranya,penulis skenario, tempat syutingnya, dan yang paling penting adalah pemainnya), jarang sekali yang menilik detil pemain cilik. Saya mungkin sama seperti yang lain, suka terkagum-kagum dengan kecantikan dan ketampanan para pemain drama dan filmnya, dan yang paling penting karena akting mereka memukau. Cantik dan ganteng tidak cukup buat saya kalau saya tidak/belum menyukai akting mereka. Beruntung saya melihat akting Kim Hyang Gi yang membuat saya kagum dengan kepiawaiannya berperan sebagai anak kecil yang lucu, lugu, dan apa adanya. Data tentang Kim Hyang Gi saya ambil dari www.asianwiki.com yang kemudian saya tulis menjadi versi saya. Kim Hyang Gi lahir di Korea Selatan pada tahun 1999. Dia sudah menjadi bintang yang cemerlang di usianya yang masih sangat muda. Saat berumur tujuh tahun dia bermain dalam film Hearty Paws (salah satu film yang akan saya review) dan langsung mendapat peran utama kedua. Namun di filmnya yang berjudul ‘Wedding Dress’ lah (yang juga merupakan salah satu film yang akan saya review) yang rilis di tahun 2010, nama Kim Hyang Gi kian mencuat. Terhitung sejak awal Hyang Gi terjun ke dunia perfilman (2006) hingga 2012, tercatat sudah 10 film yang dibintanginya dan 5 drama yang memakai Hyang Gi sebagai peran figuran, meski hanya sedikit saja dari film tersebut Hyang Gi mendapat peran utama. Baru-baru ini Hyang Gi ikut terlibat dalam film yang rilis di tahun ini, yaitu ‘A Werewolf Boy’ yang dibintangi oleh aktor Song Joon Ki. Berikut sinopsis tiga filmnya dari beberapa film yang baru saya tonton. 1.Hearty Paws (2006)
Chan-Yi (Yoo Seung Ho) dan So-Yi (Kim Hyang Gi) adalah dua kakak beradik yang hidup mandiri tanpa orangtua, di sebuah desa di Korea Selatan. Setelah bertahun-tahun ditinggal bekerja ke Busan oleh ibu mereka tanpa kabar, bibi dan paman yang biasa merawat mereka sehari-hari, pindah ke kota lain dan juga terpaksa meninggalkan mereka di sebuah rumah mungil yang biasa mereka tempati. Kerasnya hidup harus mereka jalani berdua saja. So-Yi menginginkan hadiah seekor anjing pada hari ulang tahunnya. Karena Chan-Yi, tidak memiliki uang untuk membeli anjing, Chan-Yi mencuri seekor anak anjing yang lucu di rumah seorang kaya di desa mereka. So-Yi dan Chan-Yi merawat anjing tersebut hingga dewasa. Anjing tersebut diberi nama Maeumee (yang merupakan judul asli film ini dalam versi Korea). Suatu hari, mereka bermain kereta-keretaan di salju di atas danau bersama anjing. Tiba-tiba si anjing terjatuh ke dalam danau yang saljunya tiba-tiba rekah. So-Yi yang berniat menolong anjingnya, malah ikut terperosok ke dalam danau yang sangat dalam. Sayangnya Chan-Yi tidak sempat menolong So-Yi sementara anjingnya selamat. Nah, dari sinilah klimaks cerita dimulai. Chan-Yi menyalahkan Maeumee atas kematian adiknya. Dia meninggalkan Maeumee sendiri di desa mereka dan pergi ke Busan mencari ibunya. Kenyataan pahit berturut-turut terjadi dalam hidup Chan-Yi. Mulai dari ibunya yang ternyata tidak menginginkannya, menggelandang di kota Busan, hingga ikut tergabung dalam sebuah kelompok mafia yang memperkerjakan anak-anak sebagai pengamen di kota Busan. Bagaimana nasib Maeumee? Sejak ditinggalkan oleh Chan-Yi, Maeumee tak kalah menderita sebagaimana Chan-Yi. Stasiun kereta api tempat Maeumee terakhir kali melihat Chan-Yi berangkat ke Busan merupakan satu-satunya tempat bagi Maeumee melangsungkan hidupnya. Siang dan malam anjing ini menghabiskan waktunya di tempat itu. Hidupnya mengenaskan karena kelaparan, kedinginan, dan kepanasan, tapi tetap setia menunggu tuannya di stasiun tersebut. Anjing ini selalu was-was setiap kali ada kereta yang datang atau sekadar lewat di stasiun tersebut. Putus asa karena tuan yang dinanti-nantikannya tidak pernah datang, Maeumee pergi ke Busan, berjalan di sepanjang rel kereta api dengan mengikuti naluri kehewanannya. Betapa senangnya anjing ini ketika bertemu kembali dengan Chan-Yi. Sayangnya, Chan-Yi tetap tidak memedulikannya. Akhirnya, setelah berhasil merebut kembali hati tuannya dengan mengorbankan fisiknya berkali-kali dipukuli oleh bos kalompok mafia, Maeumee menderita kebutaan dan akhirnya mati menyusul Son-Yi. Heaty Paws’ adalah film lama dan yeah.. sudah tidak update lagi jika dibahas sekarang. Apalagi film-film Korea yang baru terus bermunculan dengan cerita dan teknik pengambilan gambar yang tak kalah memikat. Tapi karena saya ingin menilik si pemain cilik Kim Hyang Gi, jadilah catatan saya ini, yang tentu saja tidak hanya fokus ke satu film saja, apalagi film yang sudah lama rilis pula.Well, secara keseluruhan cerita dalam film ini sangat memikat dan menyentuh sisi kemanusiaan saya. Saya setuju dengan ungkapan bahwa banyak alur film/drama Korea menghadirkan kisah yang mengharu biru dan berakhir dengan tangis-tangisan. Begitulah yang saya alami saat menonton film ini, airmata saya tak berhenti menetes sepanjang menonton film ini. Agak lebay memang, hehee.. Sebagai anak yang saat itu masih berumur tujuh tahun, Hyang Gi bermain sangat ciamik sebagai anak miskin yang tumbuh tanpa orangtua. Sebagai film perdananya, saya acungi jempol untuk aktingnya yang natural saat bertingkah laku sebagaimana tingkah anak-anak pada umumnya. Berbohong saat ngompol di kasur, menangis minta dibelikan es krim sama abangnya, bermain peran dengan anjingnya Maeumee (Song-Yi sebagai ibu dan anjingnya sebagai anak), sering menanyakan kapan ibu pulang; adalah sebagian akting khas anak-anak yang diperankan oleh Kim Hyang Gi dengan maksimal. Sebuah ironi dunia ‘tak berpunya’ digambarkan dengan manis oleh penulis skenario dan menyentak rasa kemanusiaan kita terutama pada adegan Chan-Yi memenuhi permintaan adiknya membeli es krim di kota sepulang sekolah, meski kemudian harus mengorbankan uang yang harusnya dipakai untuk membayar ongkos bus untuk pulang ke desanya. Chan-Yi terpaksa pulang dengan berjalan kaki demi bisa membeli es krim. Lalu yang terjadi kemudian adalah, So-Yi meraung sejadi-jadinya melihat abangnya bukan memberinya es krim tapi minuman yang dikantongi plastik kresek. Es krim-nya sudah meleleh. Hati saya ikut meleleh melihat adegan ini. Dan sebuah sad ending yang dimainkan dengan apik oleh Yoo Seung Ho (saat itu dia masih lucuuu sekali, giginya masih kayak gigi kelinci :D) membuat saya semakin meleleh. Boleh dibilang peran Hyang Gi tidak mengambil porsi yang begitu besar dalam film ini karena So-Yi meninggal bahkan saat film berjalan belum sampai setengahnya. Kisah selanjutnya menjadi kisah Chan-Yi dan kerasnya perjuangan hidup sebagai anak yang terbuang di kota besar serta kisah setianya si anjing Maeumee terhadap tuannya. Kisah persahabatan hewan dan manusia tentu sudah sering kita saksikan dalam film-film. Kisah-kisah tersebut selalu meninggalkan kesan mendalam dan membuat saya merenung; bahwa hewan, meskipun tidak memiliki kesempurnaan berupa akal sebagaimana manusia, mereka adalah makhluk yang peka dan peduli. Ohya, saat googling Hearty Paws, saya baru tahu ternyata sudah ada film Hearty Paws 2, yang rilis tahun 2010. Tapi bagian dua ini sama sekali bukan sambungan bagian pertama. Cerita dan pemainnya juga berbeda. 2.Cherry Tomato (2008)
Park Gu, seorang pemulung miskin dan kasar, hidup dengan cucunya yang lucu dan menggemaskan, Da-Seong (Kim Hyang Gi). Kasihan sekali hidup Park Gu. Sudah miskin, punya anak yang tak tahu diri dan tak mau bertanggang jawab membesarkan anaknya Da-Seong, hingga mau tak mau Park Gu-lah yang harus membesarkan Da-Seong. Mereka tinggal bersama pemulung-pemulung lainnya di dekat gunungan sampah di dekat kota Seoul. Sayang sekali, ‘perumahan’ mereka harus digusur karena tempat tersebut akan dibangun sebuah gedung. Karena akhirnya mereka tidak punya tempat tinggal, si kakek mengajak cucunya untuk masuk ke rumah si pemilik proyek –yang menggusur ‘perumahan’ mereka, dan tinggal di situ. Tentu saja mereka melakukannya dengan diam-diam. Rumah tersebut sangat besar, sayangnya yang tinggal di rumah tersebut hanya seorang penjaga rumah bos pemilik proyek tersebut. Si penjaga rumah adalah seorang laki-laki muda, yang suka mabuk-mabukan dengan temannya dan yang sama sekali tidak peduli dengan keadaan rumah. Park Gu dan cucunya Da-Seong hanya sempat tinggal beberapa hari di rumah tersebut, menggerogoti isi kulkas yang gedenya sebesar lemari, karena si bos akhirnya kembali ke rumah tersebut. Mereka kembali ke dunia mereka. Da-Seong menderita suatu penyakit, batuk yang tak sembuh-sembuh dan demam tinggi karena memakan daging makanan anjing si penjaga rumah, yang ternyata telah dibubuhi oleh serbuk tertentu. Cerita film ini sebenarnya biasa saja, sih, bahkan alurnya agak lambat. Hanya saja menjadi tidak biasa dengan ide untuk tinggal diam-diam di rumah orang kaya dengan mengajak serta cucunya. Ini tidak biasa menurut saya. Saya pikir, setelah mereka benar-benar menjadi gelandangan, mereka berjuang dengan ‘kebergelandangan’ mereka lalu selesai. Namun karena ada sisipan cerita ‘hidup di rumah orang lain tanpa diketahui si pemilik rumah’ membuat film ini menjadi unik. Meskipun yeaah...agak sedikit janggal jika ini terjadi di dunia nyata. Saya berharap melihat kepolosan Hyang Gi dalam film ini, namun agak sedikit kecewa karena di beberapa bagian Hyang Gi digambarkan begitu dewasa dan bijaksana. Namun ada juga salah dua adegan yang saya suka; saat Da-Seung menangis memohon kakeknya agak tidak meninggalkannya dan saat pertama sekali Da-Seung menggunakan toilet duduk. Yang kedua ini benar-benar adegan yang konyol dan agak jorok, jika yang mainnya orang dewasa :D. Da-Seung tidak bisa BAB karena sembelit ditambah lagi dia tidak biasa menggunakan toilet duduk. Kakek memintanya terus mengedan dan jangan kentut. Lalu terdengar suara ‘plung’ dari dalam toilet tersebut. Da-Seung sumringah abis, seperti anak yang mendapat mainan baru. Terasa konyol karena saya berpikir; aduh, saya juga gitu kalo BAB keras dan susah keluar. Hahaa...kok jadi ngomongin BAB, ya :p Meski tidak sempat membuat saya menangis, tetap suka dengan kepolosan Hyang Gi dalam film ini. Dua jempol untuk aktingnya saat sakit dan batuk-batuk. Dia benar-benar pas bermain sebagai anak yang miskin dan menderita. 3.Wedding Dress (2010)
Seo Go-Eun (yang diperankan oleh Song Yun Ah) adalah seorang perancang busana pengantin dan single mother. Go-Eun hidup berdua dengan anaknya, Jang So-Ra. Demi mencukupi kebutuhan hidup mereka tanpa ada laki-laki sebagai kepala keluarga, Go-Eun pontang-panting bekerja di sebuah butik ternama milik temannya. Kerja yang begitu keras membuat Go-Eun menderita gangguan pada lambungnya. Perhatian Go-Eun terhadap anaknya juga menjadi berkurang. Karena tidak peduli dengan penyakit yang dideritanya, Go-Eun akhirnya divonis terkena kanker lambung dan hidupnya tidak akan bisa bertahan lama. Sisa hidupnya dihabiskan dengan menebus rasa bersalahnya karena telah mengabaikan anaknya selama ini. Jang So-Ra (Kim Hyang Gi) adalah seorang anak yang pemurung, pendiam, tidak memiliki teman (lebih tepatnya dijauhi oleh teman-temannya karena So-Ra anaknya sangat resik), anak yang sangat mandiri, dan juga sangat menyayangi ibunya. Akhir cerita dari film ini sudah bisa ditebak, kan? Yup, akhirnya Go-Eun meninggal dan tinggallah So-Ra sendiri. Untung So-Ra masih memiliki paman dan bibinya yang baik hati. Untungnya lagi, So-Ra adalah anak yang mandiri, bisa mengerjakan banyak hal tanpa bantuan ibunya; mengerjakan PR, memasak, membersihkan rumah, dan lain-lain. Nah, karena jalan cerita yang terlalu biasa dan ending yang sudah bisa ditebak ini, membuat Wedding Dress saya tempatkan di urutan ketiga dari tiga film yang saya review di postingan ini. Maaaaaf...buat penggemar Wedding Dress yang merasa kecewa dengan selera saya. Tapi tunggu dulu, secara cerita mungkin ceritanya agak ‘film Indonesia’ banget, di mana si salah satu tokoh utama menderita penyakit kronis lalu meninggal, tapiii... karena karakter Hyang Gi dalam film begitu kuat dan memikat, film ini menjadi berbeda dan pernah menjadi salah satu film terbaik Korea. Berikut saya list deh apa saja karakter Hyang Gi yang membuat film dengan cerita yang sangat biasa ini menjadi film yang membuat penontonnya mengharu biru dan menjadi terbaik pula. Tanya deh sama penggemar film-film Korea, pasti tidak ada yang tak tahu dengan Wedding Dress. Kalo nggak tau, kamu adalah penggemar Korea yang t-e-r-l-a-l-u... :D -Karakter So-Ra yang kuat dan konsisten, meski di akhir cerita karakter tersebut berubah. ini terjadi lebih karena So-Ra ingin menjadi anak yang manis karena permintaan ibunya dan ingin ibunya bisa melihat perubahan itu sebelum meninggal. -Seperti dua filmnya sebelumnya, akting Hyang Gi semakin kuat dan matang dalam Wedding Dress. Meski dalam film ini Hyang Gi sudah memasuki usia remaja (11 tahun), namun aktingnya sebagai anak-anak masih terlihat natural dan menggemaskan. Paling suka adegan saat ibunya meninggal di rumah sakit. Setelah semalamam tidur bersidekapan dengan ibunya, terbangun di pagi dan mendapati ibunya telah tiada, So-Ra masih bisa bersikap seperti biasa, tidak menangis dan alih-alih membangunkan ibunya, So-Ra malah menyiram bunga dalam pot di ruang tempat ibunya dirawat. Hal ini dilakukan So-Ra karena dia ingin mengingkari kenyataan bahwa ibunya telah meninggal. Puncaknya, saat tim dokter datang ke kamar ibunya. So-Ra menangis sejadi-jadinya (love this scene, naturaaaaal banget, nangisnya gak dibuat-buat). So-Ra tidak ingin mendengar dokter berkata; ‘Ibumu sudah meninggal’. -Hidup So-Ra masih berlanjut meski tanpa ibunya dan hal ini tidak digambarkan secara berlebihan. Seperti yang pernah dikatakannya pada ibunya; “Aku bisa melakukannya sendiri, Ma,” maka kesendirian yang sering dialaminya semasa ibunya masih hidup membuat So-Ra tetap bisa hidup sendiri meski tanpa ibunya. Ohya, di review drama The Moon that Embraces the Sun, saya pernah menulis bahwa saya menyukai akting beberapa aktris cilik Korea. Dan bolehlah kalau kemudian saya memasukkan nama Kim Hyang-Gi dalam daftar berikutnya. Bravo Kim Hyang-Gi. Daebak! Can not wait for the next her movies. Note: foto2 saya pinjam dari fanpage Kim Hyang Gi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI