Mohon tunggu...
Muhamad Farda Setiawan
Muhamad Farda Setiawan Mohon Tunggu... Penulis - 22107030043 Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Menaruh minat pada ilmu-ilmu sosial, agama, serta sains dan teknologi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bahasa Jawa ala Wonosobo yang Unik dan Berbeda

11 Juni 2023   08:13 Diperbarui: 11 Juni 2023   08:24 1894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: atourin.com

Wonosobo adalah sebuah kabupaten di Jawa Tengah dan terletak persis di tengah-tengah pulau Jawa. Sebagai daerah paling sentral di pulau Jawa, kabupaten yang terkenal dengan Mie Ongkloknya ini menjadi pusat pertemuan dari berbagai budaya, terutama antara barat dan timur wilayah Jawa. Bukan hanya terkenal akan tempat wisatanya saja seperti dataran tinggi Dieng, namun Wonosobo juga mempunyai ciri khas unik dari budaya masyarakatnya. Salah satunya bahasa.

Bahasa Jawa di Wonosobo sebenarnya termasuk dalam sub dialek Kedu yang juga dituturkan oleh masyarakat bekas wilayah Karesidenan Kedu lainnya seperti Magelang, Purworejo, Temanggung, dan Kebumen. Tetapi jika kita amati, masing-masing kota dan kabupaten tersebut memiliki banyak sekali perbedaan seperti Magelang dan Purworejo yang masih sangat mirip dengan dialek bandekan (Yogyakarta), Temanggung yang sudah mulai sedikit tercampur dengan aksen lain yang agak berbeda, dan Kebumen yang ngapak. Masyarakat Wonosobo sebenarnya bukan termasuk penutur bahasa ngapak ala Banyumasan, bukan juga pengguna bahasa Jawa bandekan seperti umunya kota-kota lain Jawa Tengah-Yogyakarta. Terus apa kalau begitu? Ini dia beberapa ciri khas Bahasa Jawa ala Wonosobo.

1. Logat dan aksen yang unik dan beragam

Sebagai daerah pertengahan yang menjadi pertemuan antara budaya banyumasan yang ngapak dengan Surakarta/Yogyakarta yang medhok, aksen dan gaya bicara masyarakat Wonosobo adalah campuran antara keduanya. Namun gaya bicara yang ada pun ternyata bukan hanya satu jenis. Jika kita amati, sebenarnya semakin ke barat wilayah Wonosobo gaya bicara masyarakatnya pun semakin mirip dengan dialek banyumasan. Sebaliknya semakin ke barat gaya bicaranya lebih mendekati dialek bandekan khas Jogja dan Solo yang medhok. 

Sebagai informasi, saya berasal dari daerah Kecamatan Sapuran yang mana sudah mendekati perbatasan dengan Magelang dan Purworejo sehingga cukup berbeda dengan teman-teman saya yang berasal dari daerah lain walaupun masih satu Kabupaten seperti Kertek, Mojotengah, Wadaslintang, dan Garung. Sebagai contoh, jika pelafalan huruf "K" diakhir sebuah kata seperti Sitik, Gasik, Apik, dan Badak di beberapa kecamatan seperti Kertek, Garung, dan Mojotengah dibaca dengan pelafalan yang tegas, di kecamatan yang lain seperti Sapuran dan Kepil adalah dengan membaca huruf "K" secara lebih samar-samar misalnya siti', api', bada', listri' (mungkin seperti kata "tidak" atau "agak" dalam bahasa Indonesia).

Begitupun dengan logat yang dituturkan. Beberapa daerah memiliki logat yang lebih meliuk-liuk dan banyak penekanan. Sementara di daerah yang berbeda, aksen yang digunakan cenderung lebih datar dan halus. Antar kecamatan bahkan desa pun selalu memiliki ciri khas berbicara yang berbeda-beda, apalagi antar kota. Orang Wonosobo biasanya akan menganggap lucu dan agak lebih kasar ketika mendengar orang-orang dari daerah Banyumas yang berbicara dengan aksen ngapaknya. Namun orang Wonosobo juga akan dianggap lucu dan unik jika orang-orang Jogja/Solo mendengar mereka berbicara. Salah satu kelebihan orang Wonosobo adalah mereka cukup adaptif untuk masalah bahasa, sehingga hanya butuh waktu singkat agar mereka dapat menyesuaikan dengat logat dari daerah lain 

2. Pengucapan huruf vokal

Dalam hal ini, warga Wonosobo agak memiliki kesamaan dengan daerah Jawa Timur di mana pengucapan E dan I memiliki cara baca yang sama antara huruf vokal pertama dan kedua. Misalnya adalah kata titip" yang dalam Bahasa Jawa pada umumnya akan dibaca "titep", maka akan dibaca "tetep" dalam pengucapan ala Wonosobo. Ada pula pengucapan U dan O yang dilafalkan berbeda. Jika dialek surakarta membaca kata "tutup" dengan ucapan "tutop", masyarakat Wonosobo melafalkan U dalam kedua huruf vokal sebagai O (seperti O dalam Oreo), maka akan dibaca "totop". Begitu juga dengan kata lain yang memiliki pola yang sama seperti kata durung, atau urung dialek Surakarta yang dalam bahasa ala Wonosobo diucapkan "horong". "Deke gak tetep ora? nyong gak lunga aja klalen totopna lawang ya nek horong di totop".

Yang menjadi ciri khas lain adalah penggunaan kata A yang tetap dibaca A tidak seperti pada dialek surakarta yang dobaca O. Hal ini menjadi kemiripan dengan dialek banyumasan atau ngapak. Misalnya kata-kata seperti boso, sego, keno, bedo, dan dendo yang dibaca basa, sega, kena, beda, dan, denda. Dan biasanya masyarakat Wonosobo mengganti huruf A diawal kata setelah huruf konsonan dengan E, seperti bali, bayar, dan banyu menjadi beli, beyar, benyu. "Nyong guli gak beli mbeyar benyu ndeset ya". 

3. Kosakata yang melimpah 

Bukan hanya logat, Bahasa Wonosobo juga memiliki jumlah kosakata yang banyak, beragam, dan bahkan berbeda-beda di tiap desa. Ini tidak hanya meliputi istilah-istilah khusus tertentu, tetapi juga kata-kata dasar dalam penggunaan sehari-hari juga berbeda. Salah satunya adalah untuk menyebut "kamu" yang dalam dialek lain adalah "koe", dalam Bahasa Wonosobo memiliki lebih dari satu. Bisa dengan kata deke, de'e, sira, rika, ra'i, sire. Saya tinggal di Desa Pecekelan di mana mayoritas menggunakan kata "sira". Ketika ngobrol dengan teman saya dari desa lain yang menggunakan "deke" jelas terdengar berbeda. Begitu juga ketika bertemu teman saya dari desa lainnya lagi yang menggunakan "de'e" ataupun "sire". Walaupun berbeda-beda, namun semuanya dipersatukan karena sama-sama pengguna kata nyong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun