PENDAHULUAN
Pestisida berperan penting dalam sektor pertanian dengan mencegah hilangnya tanaman dan meningkatkan hasil panen. Menurut Subhadarsini Pradhan dkk (2022), pestisida berperan sangat penting dalam mencegah hilangnya tanaman akibat serangan hama dan penyakit. Penggunaan pestisida terbukti mampu melindungi tanaman dari kerusakan sehingga menghasilkan peningkatan hasil panen yang signifikan. Namun, di sisi lain, penggunaan pestisida yang berlebihan dan tanpa memperhatikan standar aplikasi yang tepat telah menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satunya adalah pencemaran lingkungan berupa polusi pada tanah dan air yang pada akhirnya juga berisiko bagi kesehatan manusia itu sendiri.
Konsep pertanian berkelanjutan terkait penggunaan pestisida masih menghadapi banyak tantangan. Menurut Muhtarom dan Setiawan (2023), masalah utama adalah petani belum memahami pentingnya pertanian ramah lingkungan. Sebagian besar petani masih mengandalkan metode konvensional yang menggunakan kimiawi, seperti pestisida sintetis, tanpa mempertimbangkan manfaat ekosistem. Tidak ada kebijakan dan regulasi pemerintah yang mendukung penerapan pertanian berkelanjutan, yang merupakan masalah tambahan. Misalnya, terkait dengan peraturan tentang penggunaan pestisida, kualitas residu pestisida, dan pembiayaan untuk petani yang mengadopsi pertanian organik. Selain itu, tidak ada penelitian dan pengembangan teknologi pertanian ramah lingkungan yang didasarkan pada potensi lokal setiap daerah. Namun, hal ini diperlukan untuk membantu adopsi praktik pertanian berkelanjutan.
Di sektor pertanian, ketergantungan pestisida kimiawi yang tinggi telah menarik perhatian para peneliti. Menurut Bravo & Sobern (2023), kebiasaan yang sulit diubah adalah penggunaan pestisida yang berlebihan tanpa mempertimbangkan efek jangka panjangnya. Untuk mendapatkan hasil panen yang terbaik, para petani bahkan cenderung meningkatkan jumlah pestisida dan frekuensi yang digunakan. Meskipun demikian, pestisida sintetis yang bertahan lama dapat mencemari lingkungan dan merusak keanekaragaman hayati.
Kingsley Nwosu dan John (2022) setuju, mengatakan bahwa ketika petani menggunakan pestisida kimia, itu telah merusak kesuburan tanah dan melemahkan ketahanan tanaman. Selain itu, sisa pestisida dapat masuk ke rantai makanan dan membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, untuk mencapai sistem pertanian berkelanjutan, diperlukan pergeseran fokus menuju pendekatan pengelolaan hama yang lebih terpadu dan lebih ramah lingkungan.
Tujuan dari artikel ini adalah untuk menjelaskan fungsi penting pestisida dalam meningkatkan produktivitas pertanian serta masalah yang terkait dengan penerapan pertanian berkelanjutan yang terkait dengan penggunaan pestisida. Selain itu, artikel ini juga ingin menunjukkan efek buruk ketergantungan berlebihan pada pestisida bagi lingkungan dan kesehatan manusia, dan menekankan betapa pentingnya peralihan ke metode pengelolaan hama yang lebih terpadu dan lebih ramah lingkungan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang luas tentang masalah penggunaan pestisida dalam kaitannya dengan upaya untuk membangun sistem pertanian berkelanjutan yang menyeimbangkan kelestarian lingkungan dan produktivitas.
PEMBAHASAN
Penggunaan Pestisida Pada Tanah dan Air Dalam Sektor Pertanian
Pemilihan pestisida yang tepat
      Pemilihan jenis pestisida yang tepat dan aman bagi tanah serta air merupakan hal krusial dalam praktik pertanian berkelanjutan.. Menurut S. Singh et al. (2021), residu pestisida yang menumpuk di tanah dan terbawa ke aliran permukaan dapat mencemari rantai makanan, mengganggu organisme non-target, dan mengurangi kesuburan tanah dan kualitas air. Oleh karena itu, kriteria utama untuk memilih jenis pestisida adalah ketahanannya dan kemampuan untuk diubah menjadi bahan yang tidak beracun atau kurang berbahaya bagi lingkungan.
      Pestisida dengan persistensi rendah dan mudah terurai oleh proses alami (biodegradable) jelas lebih aman dan direkomendasikan untuk pertanian. Sebagai contoh, jenis pestisida seperti piretroid sintetis dan beberapa jenis pestisida nabati tidak bertahan lama dengan waktu paruh penguraian kurang dari 30 hari. Selain sifat kimiawinya, jenis pestisida harus disesuaikan dengan kondisi fisik dan mikrobiologi tanah di lokasi budidaya untuk memastikan proses penguraian yang optimal.
Seberapa berbahaya pestisida untuk tanaman bergantung pada bagaimana pestisida digunakan. Dibandingkan dengan injeksi ke dalam tanah atau biji, metode penyemprotan (foliar spray) umumnya lebih ramah lingkungan dan residunya lebih mudah terurai. Sangat penting untuk memastikan bahwa dosis dan frekuensi yang tepat digunakan agar residu tidak melebihi ambang batas aman dan mencemari air dan tanah di lahan budidaya.
Selain itu, Singh et al. (2021) menekankan pentingnya melakukan evaluasi risiko secara berkala, melakukan pemantauan (monitoring) tingkat residu pestisida dalam tanah dan air, dan melakukan pengelolaan limbah pestisida pascapanen yang memadai. Sangat penting untuk memastikan bahwa produk pertanian aman untuk dikonsumsi dan bahwa ekosistem tidak tercemar oleh penggunaan input kimia, seperti pupuk dan pestisida, di lahan pertanian. Pada dasarnya, penggunaan pestisida hanya dapat dianggap aman bagi kelangsungan hidup tanah dan air jika dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan standar dan regulasi yang berlaku.
Penerapan sesuai dosis
      Penerapan dosis pestisida yang tepat dan sesuai rekomendasi sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif residu pestisida terhadap kualitas tanah dan sumber daya air. Menurut Noer & Aulia (2023), penggunaan dosis pestisida yang berlebihan dan tidak bijaksana dapat meningkatkan akumulasi residu bahan aktif pestisida di permukaan maupun lapisan tanah. Residu pestisida ini kemudian dapat tercuci oleh air hujan dan aliran irigasi, lalu terbawa melalui limpasan permukaan maupun rembesan ke dalam tanah yang pada akhirnya mencemari badan air seperti sungai, danau, atau air tanah. Tingginya kadar residu pestisida dalam air sungai di daerah pertanian intensive merupakan bukti nyata bahaya penerapan dosis berlebih.
Selain mencemari badan air, residu pestisida dalam jumlah besar juga berpotensi meracuni mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi kesuburan dan kesehatan tanah. Bakteri, cendawan, dan mikrofauna tanah mati atau pertumbuhannya terhambat akibat residu pestisida, sehingga peran penting mereka dalam mineralisasi bahan organik dan daur hara terganggu. Populasi dan keanekaragaman hayati mikroba tanah akan menurun, diikuti penurunan kualitas dan produktivitas lahan pertanian.
Untuk menghindari dampak-dampak negatif tersebut, petani harus menerapkan dosis pestisida sesuai anjuran pada label kemasan dengan mempertimbangkan luas area dan tingkat serangan hama. Dosis tidak boleh ditentukan secara sembarangan tanpa dasar ilmiah, karena dapat berakibat fatal bagi lingkungan. Label kemasan juga sebaiknya dilengkapi informasi mengenai cara aplikasi yang tepat dan ramah lingkungan. Pelatihan dan penyuluhan bagi petani tentang pemakaian pestisida yang bertanggung jawab perlu digalakkan.
Namun demikian, upaya minimasi dampak residu pestisida tidak cukup hanya dengan penerapan dosis yang tepat. Perlu ada upaya pengurangan ketergantungan pada pestisida sintetis itu sendiri melalui adopsi praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan, seperti penanaman varietas tahan hama, sanitasi lahan, dan rotasi tanaman yang tepat. Dengan berbagai upaya terpadu dari berbagai pihak, diharapkan dapat mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang menjaga kesehatan agroekosistem secara keseluruhan.
Dampak Pestisida pada Kualitas Tanah dan Air Dalam Sektor Pertanian
Kontaminasi tanah dan menurunnya ekosistem
Terbukti bahwa praktik pertanian konvensional yang menggunakan banyak input kimiawi sintetis, seperti pestisida, secara terus-menerus membahayakan tanah, air, dan keberlanjutan ekosistem pertanian secara keseluruhan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rajput dkk. (2021), akumulasi residu senyawa pestisida baik di permukaan maupun pori-pori tanah berpotensi mencemari tanah dan air tanah, meracuni dan memangsa populasi organisme, mikroorganisme, dan fauna tanah. Selain itu, senyawa pestisida residu juga ditemukan mengganggu ketersediaan bahan organik, unsur hara esensial, dan simbiosis mikroorganisme yang menyuburkan tanah.
Dalam jangka panjang, tingginya akumulasi residu pestisida di dalam tanah menyebabkan gangguan siklus hara dan kerusakan struktur tanah. Kondisi ini disebabkan oleh penurunan populasi flora dan fauna tanah yang menghasilkan atau pelombak bahan organik dan penyedia hara tanaman. Karena ekosistem pertanian menjadi semakin rapuh dan rentan terhadap produktivitasnya, jika dibiarkan, anjloknya tingkat produktivitas lahan, kualitas, dan kuantitas hasil panen adalah resiko.
Menyikapi persoalan tersebut, Rajput dkk. (2021) menyarankan sejumlah rekomendasi dan langkah solutif, yaitu adopsi pengelolaan hama terpadu, pemanfaatan varietas dan agensia hayati, serta implementasi teknik dan sistem budidaya pertanian organik/ramah lingkungan. Serangkaian tindakan ini diperlukan untuk mengurangi kontaminasi lingkungan oleh sisa bahan kimia sintetis dan menjaga kesehatan agroekosistem secara berkelanjutan. Ini akan memungkinkan sektor pertanian untuk mempertahankan produktivitas dan ketahanan pangan di masa mendatang.
Pencemaran air dan ancaman terhadap kualitas air
Penggunaan pestisida kimia sintetis secara besar-besaran di lahan pertanian dapat menyebabkan pencemaran air permukaan dan air tanah melalui proses pencucian dan infiltrasi. Seperti yang dinyatakan oleh Rajput et al. (2021), menjelaskan bahwa penggunaan pestisida kimia secara masif dalam sistem pertanian konvensional telah menimbulkan masalah serius berupa pencemaran pada berbagai sumber daya air. Limbah cair pertanian seperti air irigasi kelebihan dan limpasan permukaan dari lahan pertanian seringkali mengandung residu pestisida dalam jumlah yang tinggi. Residu pestisida ini yang terlarut maupun tersuspensi akan terbawa aliran air dan mencemari badan air permukaan seperti sungai, danau, waduk, rawa dan saluran irigasi. Bahkan pencemaran residu pestisida juga dapat meresap ke dalam tanah dan mengkontaminasi air tanah. Intensitas pencemaran pestisida pada air sungai di daerah pertanian dapat mencapai tingkat yang sangat membahayakan bagi organisme perairan.
Masuknya residu pestisida dalam jumlah besar ke badan air dapat menurunkan kualitas air secara signifikan baik secara fisika, kimia maupun biologis. Secara fisika, air yang tercemar pestisida kerap kali berbau, keruh, dan berwarna. Secara kimia, residu pestisida meningkatkan kadar bahan organik, menurunkan kadar oksigen terlarut, serta meningkatkan kandungan logam berat dan polutan lain. Secara biologis, residu pestisida bersifat sangat toksik bagi organisme air sehingga mengganggu keseimbangan ekologis di perairan dan menurunkan kualitas air secara keseluruhan.
Dampak buruk pencemaran air akibat pestisida ini sangat merugikan berbagai sektor. Air menjadi tidak layak digunakan untuk kebutuhan minum, mandi, mencuci, peternakan, dan irigasi pertanian. Produksi pertanian juga terancam menurun karena penggunaan air irigasi yang tercemar pestisida. Dari sisi masyarakat, biaya pengolahan air minum menjadi jauh lebih mahal karena harus menggunakan teknologi canggih untuk menghilangkan residu racun. Jelas kiranya bahwa upaya pencegahan pencemaran air oleh pestisida pertanian sangat penting untuk dilakukan.
Oleh karena itu, saran pengendalian yang diberikan oleh Rajput dkk. meliputi penggunaan mulsa dan metode konservasi tanah dan air lainnya, penerapan zona buffer sebagai barrier fisik untuk mencegah residu pestisida masuk ke badan air, dan penggunaan pestisida sintetis dengan jenis yang lebih ramah lingkungan. tingkat mobilitas dan persistensi yang jauh lebih rendah di dalam tanah sehingga tidak mencemari cadangan air tanah.
Resiko kesehatan manusia melalui konsumsi air dan makanan
Menurut Bawa (2023), penggunaan pestisida yang berlebihan dalam pertanian dapat mencemari air dan makanan yang dikonsumsi manusia. Residu pestisida dapat mencemari air tanah dan sungai yang menjadi sumber air minum. Residu pestisida juga dapat terakumulasi pada tanaman dan hewan ternak yang menjadi makanan manusia. Paparan pestisida melalui air dan makanan dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti kanker, gangguan sistem saraf, gangguan hormon, dan gangguan reproduksi.
Singh dkk. (2023) menjelaskan bahwa residu pestisida dalam makanan pertanian dapat memengaruhi kesehatan manusia terutama anak-anak. Anak-anak rentan terhadap efek toksik pestisida karena metabolisme dan sistem kekebalan tubuh mereka yang masih berkembang. Paparan pestisida jangka panjang sejak kecil dapat mengganggu perkembangan otak, menurunkan kecerdasan, dan meningkatkan risiko penyakit neurodegeneratif di masa depan.
Menurut El-Nahhal dan El-Nahhal (2021), dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia dipengaruhi oleh perilaku petani dalam pengelolaan dan penggunaan pestisida. Petani sering kali menyimpan, mencampur, dan mengaplikasikan pestisida tanpa memperhatikan standar keselamatan yang benar. Perilaku berisiko ini dapat meningkatkan paparan pestisida pada petani dan masyarakat sekitar melalui kontaminasi lingkungan. Pendidikan dan pelatihan petani tentang pengelolaan pestisida yang aman sangat diperlukan.
Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan pestisida secara berlebihan dan tidak bijaksana dalam pertanian berpotensi membahayakan kesehatan manusia. Dampaknya dapat melalui residu pada air dan makanan, kontaminasi lingkungan, serta perilaku pengelolaan pestisida yang tidak aman. Diperlukan pengawasan dan peraturan yang lebih ketat terkait penggunaan pestisida serta edukasi bagi petani dan masyarakat umum. Penelitian lebih lanjut juga penting untuk memahami risiko jangka panjang paparan pestisida pada kesehatan manusia.
Manfaat mengurangi pestisida pada tanah dan air dalam sector pertanian
Meningkatkan kesehatan ekosistem tanah
Mishra dkk. (2023) menjelaskan bahwa penggunaan pestisida kimia secara berlebihan dan terus-menerus dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ekosistem tanah pertanian. Residu pestisida yang terakumulasi di dalam tanah dapat bersifat toksik dan mengganggu keseimbangan biologi tanah. Racun pestisida dapat membunuh atau setidaknya menghambat pertumbuhan dan aktivitas berbagai mikroorganisme tanah penting, seperti bakteri, cendawan, dan jamur mikoriza yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Tanpa keberadaan mikroorganisme tanah ini, proses dekomposisi sisa tanaman dan hewan serta mineralisasi unsur hara tanah menjadi terganggu. Akibatnya, ketersediaan unsur hara esensial bagi pertumbuhan tanaman seperti nitrogen, fosfor, dan kalium menurun.
Selain itu, residu pestisida juga berpotensi meracuni dan membunuh berbagai jenis serangga, cacing tanah, nematoda, dan hewan tanah lainnya yang memiliki peranan vital dalam memelihara struktur dan tekstur tanah yang subur. Serangga dan hewan tanah ini penting untuk mengaerasi, menggemburkan, dan menyuburkan tanah melalui aktivitas penggalian lubang dan saluran bawah tanah. Namun penggunaan pestisida dalam jumlah berlebih dapat menurunkan populasi dan keragaman hayati fauna tanah. Hilangnya fauna tanah dapat membuat tanah menjadi padat, keras, dan kekurangan bahan organik. Produktivitas tanah pun menurun karena terganggunya proses ekologis penting di dalam tanah akibat penggunaan pestisida kimia secara berlebihan.
Oleh karena itu, mengurangi ketergantungan pada pestisida sintetis dan beralih ke pengelolaan hama terpadu dapat membantu memperbaiki kesehatan ekosistem tanah secara bertahap. Dengan berkurangnya tekanan residu racun, mikroorganisme, serangga, dan satwa tanah perlahan dapat pulih kembali. Mikroorganisme tanah dapat menjalankan kembali fungsi mereka yang vital dalam mineralisasi bahan organik dan siklus hara. Demikian pula dengan fauna tanah yang kembali menjaga struktur tanah tetap gembur dengan membuat terowongan dan lubang aerasi. Kesuburan dan produktivitas tanah pun lambat laun dapat dipulihkan.
Pengolaan kualitas air yang lebih baik
Wicaksono dkk. (2023) menjelaskan bahwa penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dan tidak bijaksana dalam sektor pertanian telah menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas air di sekitar lahan pertanian. Limbah cair pertanian seperti air irigasi berlebih dan limpasan permukaan tanah pertanian yang tercemar residu pestisida berpotensi mencemari berbagai badan air seperti sungai, danau, situ, serta air tanah. Kontaminasi pestisida pada air sungai dapat mencapai tingkat yang membahayakan kehidupan organisme perairan. Demikian pula, residu pestisida dalam air tanah dapat melebihi nilai ambang batas aman sehingga air tanah menjadi tidak layak dikonsumsi atau digunakan untuk kebutuhan pertanian dan peternakan.
Selain mencemari badan air, akumulasi residu pestisida dalam air juga dapat mempersulit proses pengolahan air bersih. Teknologi pengolahan air secara konvensional seperti koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi tidak mampu menyisihkan residu pestisida. Diperlukan teknologi maju seperti adsorpsi arang aktif, ozonasi, dan nanofiltrasi untuk menghilangkan kontaminan pestisida agar air aman dikonsumsi. Sayangnya penerapan teknologi canggih ini memerlukan biaya tinggi sehingga belum dapat diimplementasikan secara luas di fasilitas pengolahan air. Akibatnya, air minum dan air bersih hasil olahan fasilitas pengolahan air konvensional berisiko masih mengandung residu pestisida dalam jumlah berbahaya bagi kesehatan.
Oleh karena itu, mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dalam praktik pertanian sangat penting untuk membantu perbaikan kualitas air secara bertahap. Dengan berkurangnya tekanan residu racun di badan air, kualitas air perlahan dapat membaik melalui proses alami. Beban pencemaran yang lebih rendah juga memudahkan proses pengolahan air bersih menjadi lebih sederhana dan ekonomis. Penerapan pertanian organik, pertanian presisi, dan praktik pertanian berkelanjutan lainnya dapat membantu mengurangi risiko pencemaran sumber daya air akibat penggunaan pestisida secara berlebihan. Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, diharapkan kualitas air dapat terjaga sehingga aman bagi kebutuhan pertanian itu sendiri dan masyarakat pada umumnya.
Fasilitas pertanian berkelanjutan
Rijal & Ramlan (2023) menjelaskan bahwa ketergantungan yang tinggi pada pestisida kimia dalam praktik pertanian konvensional telah menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan masyarakat. Penggunaan pestisida secara berlebihan dan terus menerus dapat mencemari tanah, air, dan ekosistem sekitar, serta membahayakan kesehatan petani dan konsumen. Oleh karena itu, diperlukan adopsi praktik pertanian berkelanjutan dan fasilitas pendukungnya untuk mengurangi dampak negatif pestisida pada kesehatan dan lingkungan.
Pengurangan penggunaan pestisida kimia melalui penerapan pengelolaan hama terpadu, pertanian organik, dan pertanian regeneratif dapat membantu memperbaiki kesehatan agroekosistem secara perlahan. Kontaminasi residu pestisida pada tanah, air, dan hasil pertanian berkurang sehingga produk pertanian menjadi lebih sehat dan aman dikonsumsi. Petani dan masyarakat juga terlindungi dari paparan pestisida berbahaya bagi kesehatan.
Untuk mendukung pertanian berkelanjutan, diperlukan pula penyediaan fasilitas seperti penyuluhan dan pelatihan bagi petani, laboratorium uji residu pestisida, sertifikasi dan label produk organik, serta insentif untuk mendorong adopsi praktik ramah lingkungan. Kemitraan multi-pihak antara petani, akademisi, regulator, dan sektor swasta juga penting untuk mengembangkan rantai pasok dan pemasaran produk pertanian berkelanjutan.
Dengan upaya bersama antarsektor dalam mengurangi ketergantungan pada pestisida, diharapkan sektor pertanian dapat bertransformasi menuju sistem pangan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan. Manfaatnya tidak hanya terbatas pada lingkungan semata, tapi juga kesejahteraan sosial dan ekonomi petani serta masyarakat luas dalam jangka panjang.
KESIMPULANÂ
Kesimpulan dari artikel ini adalah bahwa penggunaan pestisida memiliki peran penting dalam meningkatkan produktivitas pertanian, namun juga menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Meskipun pestisida efektif dalam melindungi tanaman, penggunaan berlebihan tanpa memperhatikan standar aplikasi yang tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan berisiko bagi kesehatan. Tantangan utama dalam konsep pertanian berkelanjutan terkait dengan penggunaan pestisida adalah minimnya pemahaman petani tentang pentingnya pertanian ramah lingkungan. Kebijakan dan regulasi pemerintah yang kurang mendukung serta kurangnya penelitian dan pengembangan teknologi pertanian ramah lingkungan juga menjadi hambatan.Dampak negatif penggunaan pestisida melibatkan pencemaran tanah dan air, merusak kesuburan tanah, dan membahayakan keanekaragaman hayati. Selain itu, residu pestisida dapat mencemari sumber air dan makanan, berpotensi mengancam kesehatan manusia, terutama anak-anak yang lebih rentan.
Untuk mencapai pertanian berkelanjutan, diperlukan pergeseran fokus menuju pendekatan pengelolaan hama yang lebih terpadu dan ramah lingkungan. Pemilihan pestisida yang tepat, penerapan dosis yang sesuai, serta adopsi praktik pertanian organik dan regeneratif menjadi kunci dalam mengurangi dampak negatif pestisida. Upaya bersama antarsektor, termasuk penyuluhan kepada petani, pengawasan ketat terhadap penggunaan pestisida, serta dukungan fasilitas pendukung pertanian berkelanjutan, diharapkan dapat membawa perubahan positif menuju sistem pertanian yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI