Mohon tunggu...
Farah Nur
Farah Nur Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

media

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendakwahkan Bisnis Online

20 Mei 2024   23:57 Diperbarui: 21 Mei 2024   00:37 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Farah Nur Amelia Sabina

(Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung Kota Depok dan Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Dewasa ini internet tidak hanya digunakan sebagai media untuk mencari berbagai informasi tetapi jiga sebagai ladang mencari rezeki. Yakni melalui situs jual beli online dengan berbagai macam barang yang diperjualbelikan seperti baju, celana, taplak meja, makanan, minuman, serta berbagai keperluan sehari-hari. Inilah yang akrab disebut sebagai bisnis online.

Menjadikan internet sebagai ladang mencari nafkah merupakan peluang bisnis yang murah dan efisien. Selain itu margin bisnis online tidak terbatas seperti halnya berdagang offline. Modal yang diperlukan juga lebih sedikit serta biaya operasional dapat ditekan sekecil mungkin. Berbeda dengan bisnis offline terbatas oleh waktu operasional, bisnis online dapat berjalan 24 jam.

Bisnis pada awalnya dihukumkan mubah atau berarti boleh, karena bisnis sejatinya adalah usaha saling menguntungkan setelah era barter. Keuntungan dalam konteks ini bukan berupa barang, melainkan uang. Keuntungan tersebut didapat dari penjualan barang atau jasa yabg di tawarkan ke pembeli. Maka secara historis, bisnis telah menjadi kenyataan sosio-antropologis dengan beragam cara juga aturan.

Tetapi belakangan ini, bisnis online bnyak menuai tanya: apakah halal atau haram? Secara hukum yang ada, bisnis dapat dikatakan halal apabila memenuhi rukun yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Yakni, adanya dua unsur yaitu penjual dan pembeli, adanya barang dagangan atau jasa yang diperjualbelikan, serta adanya ijab antara pedagang dan pembeli baik secara lisan maupun tulisan. Dan jika salah satunya tidak terpenuhi maka dikatakan haram hukumnya.


Pada bisnis online, adanya seorang penjual masih dipertanyakan: pemilik ataupun orang yang dikuasakan. Tentu dua status penjual seperti ini halal, seperti halnya dalam bisnis offline. Tetapi ada lagi status penjual, yang pertama yakni menjual jasa pengadaan barang dengan meminta upah, dan yang kedua penjual yang tidak memiliki barang akan tetapi dapat mendatangkan barang tersebut.

Segala bentuk transaksi tersebut halal, dengan syarat kedua belah bihak sama-sama senang dan diuntungkan. Jika salah satu daru kedua belah pihak, baik penjual maupun pembelu masih belum mencukupi usia, maka syarat bisnis dikatakan belum terpenuhi. Pada saat berikrar atau ijab, baik secara lisan maupun tulisan haruslah langsung antara pembeli dan juga pemilik atapun orang yang diberikan kuasa tersebut.

Pertanyaan lainnya adalah, apakah bisnis online dianggap telah memenuhi rukun dan syarat jual beli secara konvensional oleh para ahli hukum Islam? Dalam berbagai hukum yabg telah ditetapkan ulama, diungkap bahwa segala macam kegiatan jual beli adalah boleh sepanjang tidak melanggar pada rukun dan syaratnya. Dikatakan melanggar rukun jual beli contohnya seperti, tidak adanya wujud barang, maka hal tersebut dihukumkan haram.

Namun adanya wujud barang secara fisik tidak tidaklah menjadi sebuah syarat jual beli. Sementara pada bisnis online, spesifikasi barang diperlihatkan baik secara audio maupun visual . Maksudnya adalah media internet juga termasuk majelis akad, akan tetapi penjual dan pembeli tidak bertemu secara fisik, karena bertemu secara fisik bukanlah syarat dari jual beli.

Artinya pada bisnis jual beli secara online, penawaran suatu barang lengkap pula dengan spesifikasi juga harganya ditayangkan oleh si penjual di media sosial tersebut, lalu pembeli juga merespons secara online dengan memesan secara online, maka hal tersebut telah dianggap sebagai adanya pertemuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun