Mohon tunggu...
Faradhila Azahrah
Faradhila Azahrah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seseorang mahasiswa psikologi yang ingin mengenal manusia dan juga mencintai musik.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Self-Diagnose Malah Memperburuk Keadaan?

4 September 2022   23:38 Diperbarui: 4 September 2022   23:49 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by rawpixel.com on Freepik

Langkah pertama yang banyak orang lakukan ketika merasakan sakit yang tidak dia ketahui, pasti menelusuri internet dan mencoba mencaritahu asal-usul ataupun penjelasan mengenai sakitnya. 

Namun, bagaimana hasilnya jika pencarian tersebut justru mengalihkan kita pada penyakit yang jauh lebih parah? Yang awalnya hanya sakit dibagian dada ketika menarik nafas, malah menemukan ciri-ciri radang paru-paru. 

Hal ini dapat membuat orang yang belum paham malah panik tanpa tahu kebenarannya dan hanya akan menimbulkan masalah baru. Walaupun bisa saja apa yang dikatakan di internet adalah benar, namun tidak ada yang bisa menjamin kebenarannya seratus persen sebelum ahli memeriksa secara langsung.

Bagaimana jika seseorang merasakan mood yang simpangsiur beberapa hari belakangan, orang ini penasaran dan ingin mengetahui apa yang sesungguhnya dia rasakan. Dan saat itu menemukan postingan mengenai bipolar dan orang tersebut langsung membaca ciri-ciri yang dia rasakan sesuai dengan dirinya, dia pun mempercayai bahwa mungkin saja dia sedang mengidap bipolar.

Pada kenyataanya penyakit mental itu tidak sesimpel yang disebut dengan"mood swing" dan gejala "kurang tidur", semua ini tidak bisa dipastikan tanpa ahli yang melakukan pengecekan secara langsung terhadap orang tersebut. Hal seperti ini pasti pernah terjadi di sekitar kita maupun diri kita sendiri, apa yang sebenarnya disebut ciri-ciri ini membuat kita merasakan bahwa diri kita mengidap hal tersebut adalah hasil dari cocoklogi yang dilakukan, padahal sebenarnya semua itu belum pasti. Self-diagnosa seperti ini bisa menimbulkan marabahaya terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Self-diagnosa semakin merekat erat didalam dunia kesehatan mental, berbagai orang yang entah paham atau tidak mengenai kesehatan mental saling bercampur baur menyebarkan informasi. 

Belakangan dapat dilihat bagaimana media sosial dipenuhi oleh banyak artikel maupun unggahan status yang membahas mengenai kesehatan mental, hal ini membuka peluang baik mengenai bagaimana informasi kesehatan mental dapat tersalurkan sehingga masyarakat lebih menaruh perhatian terhadap kesehatan mental itu sendiri. 

Namun, sisi buruk yang timbul dari hal ini adalah bagaimana artikel maupun unggahan status yang disebarluaskan tidak  berasal dari sumber terpecaya, adapun penulisan data didalam artikel justru berasal dari pikiran penulis yang tidak didasari bukti penelitian yang konkret. 

Mirisnya begitu banyaknya orang yang masih melakukan self-diagnose daripada langsung mencari tahu kepada ahli. Kuehn, B. M. (2013) mengungkapkan bahwa lebih dari sepertiga individu AS menggunakan Internet untuk mendiagnosis diri sendiri. Jumlah ini tidak bisa dianggap enteng, dengan bagaimana banyaknya orang hanya mengandalkan internet sebagai satu-satunya sumber informasi mereka dapat menimbulkan diagnosa yang salah sehingga menjadikan pengobatan yang tidak tepat.

Jadi, apa yang bisa kita lakukan ketika jika ingin mendapatkan diagnosa yang tepat?

Langkah terbaik yang dapat kita lakukan adalah dengan berbicara kepada ahli, kita dapat bertanya kepada saudara maupun teman yang memiliki latar belakang pendidikan yang mumpuni dan sesuai dengan kondisi yang kita rasakan. Selain itu, kita juga telah dipermudah oleh teknologi sehingga banyak tersebar layanan dokter secara daring tanpa harus bertatap muka secara langsung, cari tahulah terlebih dahulu mengenai sumber layanan yang ingin didapatkan agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Kita sebagai pengguna internet aktif sudah diwajibkan untuk selalu bersikap secara bijak terhadap informasi yang akan dicerna, sampai kita asal menelan informasi tanpa menyaring dan memeriksa kebenarannya terlebih dahulu. Ketika dihadapkan oleh info-info yang kebenarannya masih dipertanyakan, kita harus bijak dan berhati-hati dalam menanggapinya. Lebih baik tinggalkan dan cari tahu informasi dari sumber terpercaya.

Jika merasa ini bukan lagi gejala yang ringan maka sangat disarankan untuk langsung berkonsultasi kepada ahli, selayaknya sakit pada fisik, sakit pada mental juga memerlukan penanganan khusus dan pengobatan yang tidak bisa asal-asalan. Dan apabila tidak ditangani dengan serius dan tepat, maka gejalanya tentu akan menjadi lebih parah dan semakin berkepanjangan. 

Secara global, lebih dari 70% orang dengan penyakit mental tidak menerima perawatan dari staf perawatan kesehatan. Bukti menunjukkan bahwa faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan penghindaran atau penundaan pengobatan sebelum datang untuk perawatan termasuk (1) kurangnya pengetahuan untuk mengidentifikasi ciri-ciri penyakit mental, (2) ketidaktahuan tentang cara mengakses pengobatan, (3) prasangka buruk terhadap orang yang memiliki penyakit mental, dan (4) ekpektasi diskriminasi terhadap orang yang didiagnosis dengan penyakit mental. (Henderson, C., Evans-Lacko, S., & Thornicroft, G., 2013)

Image by shurkin_son on Freepik
Image by shurkin_son on Freepik

Masih rekatnya stigma bahwa pergi menemui psikolog atau psikiater berarti orang gila adalah hambatan besar untuk orang-orang pergi memeriksakan diri. Hal ini tentu saja berbahaya karena tidak banyak orang bisa mengabaikan stigma ini ketika ingin berobat ke psikolog stigma ini harus dikikis sehingga memudahkan orang-orang mendapatkan penanganan tepat. Sisi baik dari merebaknya mental health awareness di media sosial adalah semakin terbukanya pemikiran orang mengenai betapa pentingnya kesehatan mental sebagaimana pentingnya kesehatan fisik.

Baiknya kita terus mempertahankan anggapan bahwa berobat atau konsultasi mental kita bukanlah sebuah aib, karena dengan semakin banyak orang-orang yang mendapatkan bantuan dan penanganan tepat maka masalah kesehatan mental dapat dikikis perlahan-lahan, sehingga dapat menciptakan masyarakat yang sehat baik jasmani maupun rohani.

Daftar Pustaka :

Kuehn, B. M. (2013). More than one-third of US individuals use the Internet to self-diagnose. Jama, 309(8), 756-757.

Henderson, C., Evans-Lacko, S., & Thornicroft, G. (2013). Mental illness stigma, help seeking, and public health programs. American journal of public health, 103(5), 777-780.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun