Kita mulai dari perkenalan singkat.
Rabiah Al-Adawiyah bukanlah perempuan biasa yang lahir di keluarga terpandang.
Ia lahir di Basrah, Irak, sekitar abad ke-8 Masehi, dalam kondisi serba kekurangan.
Sejak kecil ia sudah yatim piatu, hidup miskin, bahkan pernah dijual sebagai budak.
Membayangkannya saja sudah cukup membuat dada sesak.
Seorang perempuan muda, di zaman yang keras, berjalan sendirian menempuh hidup yang tidak ramah.
Namun di balik penderitaan itu, Rabiah menyimpan sesuatu yang istimewa:
cinta yang tulus dan tak tergoyahkan kepada Tuhannya.
Salah satu ucapannya yang paling terkenal berbunyi:
"Aku ingin membakar surga dengan obor dan memadamkan api neraka dengan air, agar orang tidak lagi menyembah Tuhan karena mengharap surga atau takut neraka."
Kalimat ini sederhana, tetapi maknanya dalam.
Rabiah ingin menunjukkan bahwa ibadah sejati bukanlah transaksi.
Bukan tentang berharap imbalan atau menghindari hukuman,
melainkan murni karena rasa syukur dan cinta.
Ia bersyukur atas hidup yang diberikan,
bersyukur atas ujian yang bagi orang lain mungkin terasa berat,
namun baginya, justru itu bentuk perhatian dan kasih dari Tuhan.
Dalam pandangan Rabiah, semakin berat ujian, semakin besar pula kasih sayang-Nya.
Kalau saya boleh jujur, saya pun pernah merasakan hal serupa.
Hidup saya mungkin terlihat menyedihkan di mata sebagian orang,
namun di tengah semua itu, saya justru menemukan orang-orang baru yang menambah warna hidup.
Pertemuan yang datang dari arah yang tidak pernah saya duga sebelumnya.
Dalam ibadah, saya tidak lagi memikirkan pahala atau takut dosa semata.
Yang saya rasakan adalah kebutuhan---
kebutuhan untuk berkomunikasi, untuk mendekat,
dan pada akhirnya... untuk pulang.
Semoga siapa pun yang membaca, bisa menemukan sepotong makna,
meski hanya sebaris.
Catatan: Tulisan ini sebelumnya pernah dipublikasikan di Quora oleh penulis, dengan versi berbeda.