Oleh: Intan Mega Bhakti Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UNPAM PSDKU Serang
Sudah puluhan tahun jalan penghubung antara Desa Medong, Kadubelang, dan Banjar di Kecamatan Mekarjaya, Kabupaten Pandeglang, dibiarkan dalam kondisi rusak berat. Jalan yang seharusnya menjadi urat nadi aktivitas warga ini justru berubah menjadi sumber penderitaan. Setiap musim hujan, jalanan berubah menjadi kubangan lumpur yang dalam. Banyak pengendara motor yang tergelincir, terperosok, bahkan mengalami kecelakaan ringan hingga berat. Tak terhitung berapa kali masyarakat mengeluhkan kondisi ini, namun sayangnya, belum juga ada perhatian serius dari pemerintah daerah.
Lebih ironis lagi, warga tidak tinggal diam. Mereka bahu-membahu, bergotong royong memperbaiki jalan dengan kemampuan seadanya. Dengan semangat kolektif, masyarakat mengecor jalan sepanjang kurang lebih 100 meter, lebar 4 meter, dan ketebalan sekitar 20 cm. Biaya dan material diperoleh dari iuran sukarela, sumbangan pribadi, dan inisiatif mandiri. Bahkan, mereka sampai harus membuat kotak sumbangan di pinggir jalan demi melanjutkan pembangunan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Namun, sikap pejabat setempat justru memperlihatkan lemahnya empati. Ketika mengetahui adanya kotak sumbangan warga, Camat Mekarjaya hanya menyumbangkan uang sebesar Rp5.000 tanpa turun dari mobil. Sikap ini tentu saja menorehkan luka simbolik bagi masyarakat yang sedang berjuang menjaga akses jalan hidup mereka. Apakah Rp5.000 itu mencerminkan perhatian pemerintah terhadap infrastruktur daerah?
Satu hal yang pasti: jalan rusak bukan hanya perkara estetika atau kenyamanan. Ini menyangkut keselamatan, ekonomi, dan keadilan sosial. Jalan yang rusak menghambat aktivitas ekonomi antarwilayah, menghambat anak sekolah, dan menyulitkan akses layanan kesehatan. Lebih dari itu, ini menunjukkan lemahnya tanggung jawab negara dalam memberikan pelayanan publik yang layak.
Kami memahami bahwa perbaikan jalan membutuhkan anggaran dan proses birokrasi. Namun, alasan seperti ini tak bisa terus digunakan selama bertahun-tahun. Apakah anggaran sebesar itu benar-benar tidak ada dalam APBD? Atau justru pembangunan infrastruktur di wilayah lain lebih diprioritaskan karena alasan politis atau popularitas?
Sudah saatnya pemerintah kabupaten dan kecamatan hadir bukan hanya dalam bentuk simbolik, tetapi dalam bentuk tindakan nyata. Perbaikan jalan di Mekarjaya harus segera direalisasikan dengan kualitas teknis yang baik. Pemerintah juga perlu mendata dan mengevaluasi kondisi jalan di wilayah-wilayah lain yang mengalami hal serupa agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban kelalaian birokrasi.
Kami, warga Mekarjaya, bukan menuntut berlebihan. Kami hanya ingin hak kami dipenuhi---hak untuk hidup layak, aman, dan bermobilitas dengan tenang. Jangan biarkan gotong royong yang kami lakukan justru menjadi bukti nyata bahwa negara abai terhadap rakyatnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI