Mohon tunggu...
Fanny Yolan Tamba
Fanny Yolan Tamba Mohon Tunggu... Penulis Pemula

Saya berusaha menulis dengan berbagai topik yang kiranya dapat relevan dengan Anda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Melihat Kilas Balik Perekonomian Indonesia di Semester 1 2025

8 Juli 2025   01:44 Diperbarui: 8 Juli 2025   01:44 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kementerian Keuangan

Pada pagu APBN 2025 perekonomian Indonesia 2025, pertumbuhan ekonomi diprediksi akan tumbuh 5%. Namun, pada saat Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI (1/7/2025), Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, justru memprediksi  bahwa perekonomian hanya akan tumbuh di angka 4,7%. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi beberapa hal yang membuat perekonomian tumbuh kebih lambat dari yang diprediksi seharusnya. Berikut ini adalah resume singkat realisasi APBN dan Asumi Dasar Ekonomi Makro Semester 1 Tahun Anggaran 2025 dibandingkan dengan pagu APBN dan outlook perekonomian hingga akhir tahun

Realisasi APBN Semester I tahun 2025 menunjukkan dinamika fiskal yang cukup menantang namun masih dalam jalur yang relatif terkendali. Dari sisi penerimaan negara, outlook hingga akhir tahun diperkirakan hanya akan mencapai 95,35% dari target yang ditetapkan dalam APBN, atau sebesar Rp2.865,50 triliun dari target Rp3.005,10 triliun. Penyebab utama dari belum tercapainya target ini adalah penerimaan dari perpajakan yang diperkirakan hanya mencapai 83,38%. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat kesenjangan dalam basis pajak serta mungkin lemahnya aktivitas ekonomi domestik, terutama konsumsi dan investasi. Padahal, pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara. Rendahnya realisasi ini juga dipengaruhi oleh kondisi eksternal seperti perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas yang menekan ekspor serta aktivitas sektor usaha.

Meski begitu, sisi belanja negara menunjukkan kinerja yang lebih positif, dengan outlook yang mencapai 97,41% dari target. Belanja pemerintah pusat diperkirakan hampir seluruhnya terserap (98,59%), menandakan bahwa program dan proyek yang direncanakan relatif berjalan sesuai jadwal. Ini bisa mencerminkan respons pemerintah terhadap kebutuhan mendesak di sektor infrastruktur, sosial, dan pemulihan ekonomi. Transfer ke daerah juga berada pada level yang tinggi (93,93%), menandakan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal tetap dijalankan dengan komitmen. Namun demikian, tingginya realisasi belanja ini harus diimbangi dengan peningkatan efektivitas dan efisiensi. Pemerintah perlu memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan memberi dampak nyata terhadap kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi, bukan sekadar terserap secara administratif.

Situasi yang perlu diwaspadai adalah meningkatnya kebutuhan pembiayaan anggaran yang diperkirakan melebihi target, yakni mencapai 107,43% dari rencana semula. Artinya, defisit anggaran akan lebih lebar daripada yang diharapkan, dan pemerintah harus mencari tambahan pembiayaan untuk menutupinya. Peningkatan pembiayaan utang tentu harus dikelola secara hati-hati agar tidak membebani fiskal di masa mendatang, terutama jika bunga global kembali naik.

Dari sisi asumsi dasar ekonomi makro, beberapa indikator menunjukkan bahwa target belum sepenuhnya tercapai. Pertumbuhan ekonomi semester I hanya 4,8%, di bawah asumsi 5,2%. Ini menandakan bahwa pemulihan ekonomi masih rapuh dan membutuhkan dorongan lebih besar, baik dari sisi konsumsi rumah tangga maupun investasi swasta. Menariknya, inflasi justru lebih rendah dari target (1,8% dari target 2,5%), yang bisa diartikan sebagai stabilnya harga, tetapi juga menjadi sinyal lemahnya permintaan domestik. Harga minyak dan volume lifting minyak serta gas juga lebih rendah dari asumsi awal, yang berimplikasi langsung terhadap rendahnya penerimaan negara bukan pajak dari sektor energi. Dengan kondisi tersebut, pemerintah perlu melakukan penyesuaian kebijakan yang fleksibel dan adaptif, agar kebijakan fiskal tetap menjadi alat stabilisasi yang efektif.

Secara keseluruhan, tantangan utama APBN 2025 terletak pada bagaimana meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat secara berlebihan, menjaga efektivitas belanja negara agar benar-benar berdampak, dan mengelola pembiayaan dengan cermat agar tidak menimbulkan risiko fiskal dalam jangka panjang. Pemerintah perlu terus mendorong reformasi perpajakan yang berbasis keadilan sosial, memperkuat sinergi pusat-daerah dalam penggunaan anggaran, dan mencari sumber pembiayaan alternatif yang inovatif seperti green bond, sukuk tematik, serta kemitraan publik-swasta. Yang paling penting, pengelolaan APBN harus dilakukan dengan perspektif keberlanjutan dan inklusivitas sehingga anggaran negara pada akhirnya bukan sekadar alat fiskal, tetapi juga refleksi dari cita-cita kesejahteraan sosial yang ingin diwujudkan bersama.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun