Tafakur Alam Ajang Refleksi Diri
Jika banyak pencinta alam yang berkata bahwa sebuah perjalananmenyusuri alam, baik itu pegunungan maupun pesisir pantai adalah ajang refleksi diri sendiri, sepertinya ungkapan itu memang benar adanya. Dari alam kita bisa mengetahui siapa diri kita sebenarnya, apakah diri kita ini adalah seorang yang penyabar atau orang yang mudah mengeluh jika di hadapkan dengan kesulitan. Orang yang kuat bertahan di segala medan, atau orang yang mudah menangis hanya karena zona yang tidak nyaman.
Di balik tebalnya kabut, kita bisa menemukan apakah kita adalah seseorang yang akan berisik minta di carikan jalan yang terang, atau kita berusaha sendiri dengan perlahan melangkah sedikit demi sedikit mengikuti kata hati menuju sumber cahaya.
Apakah kita adalah seseorang yang akan berdo’a dan hanya meminta pertolongan kepada yang Maha Kuasa jika sedang dalam kondisi darurat ?, atau malah saling menyalahkan teman karena mengajak kita pada kondisi sulit tersebut.
Kadang kebanyakan dari kita terbuai oleh zona nyaman, terlalu asyik dengan rutinitas yang itu itu saja dan suasana rumah yang serba ada. Sehingga kebanyakan dari kita tidak siap saat di hadapkan dengan keadaan di gunung yang tidak nyaman : udara yang dinginnya kadang menusuk tulang, sering tidak ada air, dan makanan yang ala kadarnya.
Tapi di balik itu semua, bertafakur di alam membuat kita menjadi manusia seutuhnya. Jadi manusia seutuhnya itu berarti seluruh indera kita bekerja penuh. Kita jadi bisa menikmati segala hal yang ada di depan kita, merekam semua yang ada di dalam benak tanpa hasrat untuk upsate status ke dunia maya. Kita juga berjuang dengan seluruh tenaga sendiri, latihan menguji seberapa kuat diri kita untuk mencapai tingkat yang lebih tinggi. Kita bisa menikmati pemandangan alam sepuasnya tanpa harus terjerat oleh rutinitas memandangi social media. Karena jangan harap ada wifi di atas gunung, sinyal saja tidak mau muncul.
Kemegahan gunung akan membuat kita selalu merasa lemah dan kecil, membuat kita menjadi manusia yang rendah hati dan selalu bersyukur.
Kegiatan ini memang melelahkan, tapi dari sebuah perjalanan kita bisa lebih menghargai hidup. Lebih peka terhadap hal-hal sederhana, sebagai contoh kecil kita akan dengan sigap memegangi teman saat mereka hampir jatuh, mengobati lukanya jika kakinya terkena bebatuan, bahkan berbagi air minum yang terbatas.
Yang paling menyenangkan adalah mendapat semangat dari teman yang sudah lebih dulu sampai di atas. Kemudian tibalah giliran kita menyemangati teman yang masih berusaha naik ke tempat tertinggi di mana kita berdiri. Perasaan itu akan membuat kita tau, bahwa diri kita bukanlah siapa-siapa tanpa dukungan orang-orang terdekat kita.
Sesampai di puncak, kita semua berpelukan mensyukuri hasil dari perjuangan. Mempererat persaudaraan di dalam persahabatan. Masing-masing dari kita mengenal dengan baik seperti apa diri kita sebenarnya lewat sebuah pendakian.
Diatas sana kita berdo’a dan menangis dalam hikmatnya muhasabah. Betapa beruntungnya kita yang selama ini selalu hidup dengan begitu nyaman.. Saling berpegangan erat dan berteriak kencang meneriakan bahwa kita pernah ada di atas sini. Tempat yang terasa begitu dekat dengan langit, mahakarya Allah yang selama ini sering kita abaikan. Kita semua terisak dalam harunya sebuah pengakuan akan dosa-dosa yang selama ini kita lakukan. Lalu kita akan berjanji untuk senantiasa mengingat-Nya sepulang dari bertafakur alam.
Tafakur alam, adalah pilihan dari sekian banyak cara mengenal diri kita. Pilihan yang paling menyenangkan untuk mengingat kuasa Allah. Karena setelah bertafakur, dengan sendirinya diri kita akan berhijrah menjadi manusia yang sanggup menaklukan kesulitan dengan hati. Mengambil begitu banyak hikmah di pengalaman yang baru. Dan sepulang bertafakur, kita seutuhnya akan menjadi seperti itu. Seorang manusia yangmembawa pulangrasa gigihnya berjuang, kerendahan hati, kehangatan pribadi, dan peningkatan iman kepada ilahi.
Karena alam mengajarkan kita bagaimana cara untuk tetap tegar dan bertahan hingga sampai ke puncak, itulah alasan kenapa kita selalu jatuh cinta pada perilaku alam.
“Saya senang sekali menjadi pemrakarsa acara tafakur alam kampus ini, karena selain bisa mempererat persaudaraan antar mahasiswa, saya juga bisa melihat adik kelas dan teman-teman saya yang berhijrah dari tidak memakai jilbab, jadi memakai jilbab dan lebih taat”
Di tulis oleh : Fanny Budi Utami
Penanggung Jawab Kepanitiaan dan Peserta Acara Tafakur Alam Kampus
Dept Rohis 2014
Teknik Grafika Penerbitan, Politeknik Negeri Jakarta
Penerima Beasiswa Prestasi Nasional Yayasan Indonesia Tangguh
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI