Mohon tunggu...
fanny s alam
fanny s alam Mohon Tunggu... -

Pengelola Bandung's School of Peace Indonesia (Sekolah Damai Mingguan Indonesia Bandung) dan penggiat komunitas di kota Bandung untuk kota yang ramah bagi semua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gender dan Kemiskinan, Paradoks di Indonesia dan Timor Leste

10 Agustus 2018   10:10 Diperbarui: 10 Agustus 2018   20:58 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjaga komitmen tersebut bukanlah hal yang mudah, mengingat dua masalah besar mengenai gender dan kemiskinan masih berada menaungi Indonesia dan Timor Leste. 

Sejumlah perangkat perundangan telah ditandatangani dan merupakan hasil ratifikasi kovenan internasional PBB yang diadopsi kedua negara digunakan untuk kepentingan negara serta warga negara masing-masing demi upaya untuk mengurangi tindak diskriminasi terhadap perempuan, terutama, untuk tercapainya kesetaraan gender. 

Perangkat perundangan tersebut sebenarnya memberikan peluang sekaligus perluasan peran khususnya bagi perempuan dalam bidang-bidang strategis hingga akar rumput agar setiap keputusan yang diambil dapat mempertimbangkan suara mereka sehingga kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pun bisa berdampak positif terhadap perempuan dan kehidupannya. 

Pada kenyataanya, baik kedua negara masih menghadapi jalan panjang untuk menyikapi masalah-masalah seputar isu gender. Peran aparat pemerintah kedua negara yang dinilai masih belum sensitif gender dalam melihat permasalahan sosial, budaya, ekonomi, dan politik, terutama di masyarakat akar rumput, sehingga peminggiran terhadap peran perempuan dan dampaknya bagi perempuan sendiri terus berlanjut.

Ketika berbicara mengenai masyarakat akar rumput sebenarnya kita membicarakan hal yang beririsan dengan kemiskinan yang jelas terpapar di hadapan mereka. 

Kedua negara telah berusaha untuk mengeliminasi masalah kemiskinan yang pada akhirnya bisa berdampak secara luas bagi pembangunan kedua negara. Sekali lagi, perangkat perundangan kedua negara menjamin peran serta masyarakat, siapapun mereka, untuk bersama membangun daerah dan negara. 

Pemerataan ekonomi dan pendidikan menjadi sangat sentral untuk memutus mata rantai kemiskinan karena sejatinya masyarakat kedua negara harus terjamin kebutuhan primernya serta pendidikan untuk kesejahteraan masa depannya. Tetap pada pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan. 

Pengentasan kemiskinan seakan - akan menjadi jargon pembangunan yang kadang-kadang justru tidak berpihak kepada apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh kelompok masyarakat miskin yang masih rentan dan sering digunakan sebagai sapi perah politik. 

Hal ini menyebabkan antipati masyarakat tersebut kepada pemerintah daerah hingga negara karena para aparat pemerintah kedua negara diragukan keberpihakannya kepada mereka. 

Alih-alih pemerintah masing-masing negara terus mengkampanyekan hentikan kemiskinan, jumlah masyarakat miskin di sana terpapar masalah ekonomi dan sosial yang memberatkan, sementara di satu sisi pembangunan di kedua negara tetap berlangsung.

Jadi, sebenarnya bagi siapakah keadilan serta kesetaraan gender dan upaya pengentasan kemiskinan bagi kelompok masyarakat rentan itu ditujukan?

Oleh Fanny S Alam
Koordinator Sekolah Damai Mingguan Indonesia Bandung
Koordinator Bhinneka Nusantara Foundation Region Bandung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun