Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

The Green Paradox of Artificial Intelligence: Keberlanjutan, Konsumsi, dan Ketimpangan Energi Dunia

19 Oktober 2025   16:12 Diperbarui: 19 Oktober 2025   13:24 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AI dan konsumsi listrik tinggi (Sumber gambar: Grok)

Dunia sedang memasuki fase di mana permintaan energi dari AI bukan sekadar isu teknologi, melainkan krisis energi-keberlanjutan global

Transformasi besar-besar penggunaan kecerdasan buatan (AI) membawa beban luar biasa terhadap sistem energi global. 

Seiring adopsi model besar dan pusat data skala masif, permintaan daya listrik meningkat drastis---diperkirakan tambahan daya puluhan gigawatt (GW) dibutuhkan untuk mendukung ekspansi AI pasca-ChatGPT. 

Sementara itu, di Amerika Serikat terjadi bottleneck pasokan daya dan keterbatasan infrastruktur yang bisa menghambat pertumbuhan komputasi AI. 

Di sisi lain, negara seperti China dengan surplus energi terbarukan dan skala investasi besar menunjukkan keunggulan cost-computing yang menjanjikan untuk AI. 

Tulisan ini mengkaji dinamika konsumsi energi AI, hambatan infrastruktur, perbandingan AS dan China, serta strategi keberlanjutan untuk masa depan.

Pendahuluan

Dalam dekade terakhir, penggunaan AI, khususnya model bahasa besar (LLM) dan infrastruktur pusat data, meningkat sangat cepat.

Setiap GW kapasitas komputasi AI menciptakan kebutuhan infrastruktur daya, pendinginan, dan konektivitas yang sangat besar.

AS menghadapi kendala: jaringan listrik yang padat, izin pembangunan pembangkit/penyaluran daya baru yang lambat, dan biaya listrik yang relatif tinggi.

China, melalui kombinasi investasi negara, kebijakan energi terbarukan yang agresif, dan skala ekonomi besar, berhasil menurunkan biaya operasional komputasi sehingga menjadi pemain utama dalam ekosistem AI global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun