Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Transformasi Kasih Sayang pada Kucing Liar: Belajar dari Perilaku Positif BotBot

7 September 2025   17:15 Diperbarui: 7 September 2025   13:30 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BotBot dan bayi kucing lain (Sumber gambar: Koleksi pribadi)

Kucing liar yang berubah menjadi penuh empati adalah cermin bagi manusia: bahkan makhluk instingtif bisa jinak karena kasih sayang

Saya baru saja mengadopsi bayi kucing yang induknya kritis karena rahangnya patah akibat ditabrak orang tak bertanggungjawab.

Kekhawatiran pertama yang timbul adalah sikap kucing penghuni lama di rumah, yaitu BotBot, yang sikapnya sangat agresif dan suka menyerang terhadap makhluk asing, baik orang ataupun hewan.

Kejutan manis terjadi. Meskipun ia kucing jantan, namun perilakunya bak induk pengganti bagi Si Onyen. Menjilat dan memeluknya saat tidur menjadi kebiasaan baru BotBot.

Fenomena perubahan seekor kucing liar (contoh kasus: BotBot) yang awalnya agresif lalu menjadi penuh kasih sayang setelah dipelihara manusia, menunjukkan bahwa empati dapat dipelajari. 

Jika hewan yang mengandalkan insting bisa berubah melalui sentuhan kasih, mengapa manusia---makhluk berakal budi---justru masih mempertahankan kebiadaban terhadap sesamanya? 

Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan menelaah faktor biologis, psikologis, dan sosiologis, serta menyinggung bagaimana "pengasuhan" sejak dini membentuk arah moral manusia.

Pendahuluan

Kasih sayang terbukti bersifat transformatif. Pada kucing liar, kasih sayang mengikis perilaku defensif dan agresif. 

Namun, pada manusia, kita menyaksikan paradoks: meski dibekali akal dan moral, masih banyak yang berperilaku biadab---menyakiti, memperbudak, atau bahkan membunuh sesamanya. 

Pertanyaan mendasar: jika seekor kucing liar bisa belajar empati, mengapa manusia yang seharusnya lebih tinggi derajatnya malah bisa lebih rendah dari binatang?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun