Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Penulis Multitalenta, Pengamat Sosial, Pemerhati AI, Pelaku Pasar Modal

Penulis multidisipliner yang aktif menulis di ranah fiksi dan nonfiksi. Fokus tulisan meliputi pendidikan, politik, hukum, artificial intelligence, sastra, pengetahuan populer, dan kuliner. Menulis sebagai kemerdekaan berpikir, medium refleksi, ekspresi ilmiah, dan kontribusi budaya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Thaumalitas sebagai Bahasa Cinta dan Iman

11 April 2025   23:58 Diperbarui: 11 April 2025   14:08 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi thaumalitas terhadap Tuhan (Pic: AI Image Generator)

Thaumalitas cinta kepada Allah merupakan pengalaman spiritual yang akan membawa manusia pada makna hidup tertinggi


Asal kata thauma dalam bahasa Yunani berarti “kekaguman atau keajaiban.” 

Ketika diaplikasikan dalam konteks spiritual, thaumalitas menjadi bukan sekadar kekaguman terhadap sesuatu yang indah, tapi kekaguman yang membuka kesadaran akan sesuatu yang agung dan tak terhingga. 

Maka, kekaguman pada Allah—Sang Pencipta Segala Keindahan—adalah bentuk thaumalitas yang paling murni.

Cinta Ilahiah sebagai Sublimasi Tertinggi

Ketika hati seseorang dipenuhi rasa cinta pada Allah, itu bukan cinta biasa. Cinta itu membuat manusia menangis dalam doa, tenang dalam pasrah, dan kuat dalam ujian. Ini disebut dalam banyak tradisi sufi sebagai mahabbah ilahiyyah (cinta ilahiah). 

Seseorang bisa larut dalam dzikir, dalam renungan atas ciptaan-Nya, dan merasa takjub pada keagungan yang tak bisa dinalar oleh akal. Inilah thaumalitas spiritual—takjub yang membawa kita mendekat, bukan menjauh.

Thaumalitas dalam Al-Qur’an dan Kehidupan Nabi

Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang mengajak manusia untuk tafakkur (merenung) agar merasakan kagum pada ciptaan Allah:

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”(QS. Ali Imran: 190)

Rasa takjub atas ciptaan Allah ini adalah thaumalitas yang mendidik ruh. Para Nabi pun merasakan hal ini—Nabi Ibrahim saat melihat bintang, bulan, dan matahari; Nabi Musa saat berbicara langsung dengan Allah; Nabi Muhammad saat menerima wahyu di Gua Hira dan mengalami Isra’ Mi’raj.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun