Mohon tunggu...
Rita Mf Jannah
Rita Mf Jannah Mohon Tunggu... Freelancer - Pelaku Pasar Modal, Pengamat Pendidikan, Jurnalis, Blogger, Writer, Owner International Magazine

Menulis sebagai sebuah Kebahagiaan dan Kepuasan, bukan Materi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panti Jompo, Solusi atau Hukuman Mati?

6 November 2021   22:04 Diperbarui: 6 November 2021   22:11 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi orangtua lanjut usia (pic:  nursinghomeabuseinjurylaw.com)

Perbedaan budaya dan normalah yang membedakan perlakuan anak terhadap orangtua. Jika di negara-negara barat panti-panti jompo penuh penghuni karena anak-anak di sana tidak mau terbebani, sebab di saat mereka telah memasuki bangku kuliahpun sudah diharuskan mandiri dengan memiliki apartemen sendiri. 

Hal inilah yang membuat mereka telah nyaman dengan privasi dan kehidupan pribadinya, sehingga akan sangat terganggu ketika harus kembali berbagi kebersamaan dengan orangtua. 

Berbeda dengan masyarakat Indonesia yang menaati norma dan kuat memegang budaya timur, mereka memiliki ikatan lahir batin kuat dengan orangtuanya, terutama di daerah pedesaan. itulah kenapa kita sering menjumpai orang-orang yang telah lanjut usia tetap hidup dalam satu rumah dengan anak, menantu, dan cucu-cucunya, mendapat penghormatan penuh, serta tidak dianggap beban.

Namun seiring modernisasi dunia dan pengaruh budaya barat yang kuat, terkadang memelihara dan merawat orangtua yang telah lemah dianggap beban. Apalagi propaganda generasi sandwich makin menjadi alasan pembenaran untuk menitipkan orangtua ke panti jompo.

Sebagian orang beranggapan justru malah bagus jika orangtua dititipkan ke panti jompo, sebab disana para ortu lanjut usia bisa bersosialisi dengan sesamanya, saling curhat, berbagi rasa, bahkan bisa menemukan belahan jiwanya kembali disana. Namun benarkah demikian? Hanya para orangtua lanjut usia yang telah ditipkan di sana yang bisa menjawabnya.

Memang ada beberapa orangtua yang justru mendaftarkan dirinya ke panti jompo sebab kelak di hari tua tidak ingin merepotkan anaknya. Tetapi di balik keinginan orangtua tersebut, pahamkah kita bahwa sebetulnya dari hati terdalam, mereka tetap ingin menikmati kebersamaan dan kebahagiaan bersama anak di sisa hari tuanya. Namun keadaanlah yang memaksa mereka melakukan itu, kini kita makin memahami bahwa para orangtua adalah malaikat yang seharusnya kita jaga di sisa hidupnya, sebab sejatinya mereka rela mengasingkan diri ke panti jompo demi privasi dan kebahagiaan anak-anak yang dicintainya.

Keputusan apapun yang diambil anak ataupun menantu, sudah selayaknya didiskusikan dengan orangtua sebagai tuntunan budaya timur yang mematuhi norma-norma. Sehingga tidak akan terjadi lagi peristiwa "main buang orangtua sembarangan" sebab orangtua adalah juga manusia. Jangan karena telah udzur, tak berdaya, pikun, dan sakit sakitan, membuangnya ke panti jompo dianggap menyelesaikan persoalan. Bukankah kita masih manusia? Hewan yang dirawat sejak kecil saja mengerti balas budi terhadap majikannya, mungkinkah anak manusia bisa lebih rendah dari hewan?

Bagaimanapun keras dan kejamnya perlakuan orangtua di masa kecil, toh mereka juga memiliki andil dan berjasa dalam merawat dan membesarkan anak. Mungkin perlakuan kerasnya karena faktor kelelahan emosi dan psikis karena kerja keras jungkir balik mencari uang. Sungguh tak elok jika anak menyimpan dendam masa lalu hingga melampiaskannya dengan membuang oarangtua ke panti jompo.

Bila hati nurani terdalam dari para orangtua yang lanjut usia ditanya tentang pilihan hidupnya menjelang hari akhir, pastilah dengan jujur mereka akan menjawab ingin bersama orang orang yang dicintainya, anak, menantu, dan cucu. Bukan bersama mereka yang di panti jompo yang sesungguhya adalah orang asing, meskipun telah akrab mengenalnya. Namun karena waktu dan keadaan, anak justru berubah menjadi orang asing, sedangkan orang asing di panti jompo malah menjadi keluarga. Para orangtua pasti ingin anak-anaknya saat di hari tua memperhatikan, merawat, dan menyayanginya, sebab bukankah saat anak-anak kecil, orangtua melakukan hal serupa?

Mungkinkah anak yang tega menitipkan orangtuanya ke panti jompo karena dahulu saat masih kecil, mulai taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah dasar (SD) dititipkan di penitipan, atau hanya diurus oleh pembantu saja? Akibatnya saat ortu sudah lanjut dan berubah seperti anak-anak, sang anak membalas dengan menitipkannya.

Menitipkan orangtua ke panti jompo atau tidak, itu merupakan pilihan yang mencerminkan kepribadian seseorang dan cerita masa lalunya di saat kecil. Jika memang terpaksa harus menitipkan, semoga bukan menjadi arena pembuangan tanpa beban. Sebab tanpa jasa dan bantuan orangtua, maka tidak akan ada generasi yang sekarang, bukankah generasi yang sekarang kelak akan menjadi orangtua lanjut usia yang tak berdaya juga?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun