Mohon tunggu...
Fakhriza Naura Zuhrianti
Fakhriza Naura Zuhrianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional / Universitas Darussalam Gontor

Hidup dengan Tenang

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Genosida Rwanda: Perempuan Menjadi Korban Diskriminasi

30 September 2022   10:12 Diperbarui: 30 September 2022   10:31 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Genosida Rwanda yang menyapu etnis Tutsi sejak 6 April 1994 oleh etnis Hutu di Rwanda, dikarenakan etnis Hutu sebagai mayoritas menduduki Rwanda sedangkan Tutsi hanyalah minoritas namun telah dikenal telah lama banyak menduduki sektor-sektor pemerintahan. Sehingga menjadi faktor yang menyebabkan ketegangan antara kedua etnis tersebut menjadi kasus nasional yang tak hanya secara keji membunuh etnis Tutsi namun juga mendiskriminasi wanita di wilayah tersebut. Banyak dari mereka yang sengaja mendiskriminasi wanita Tustsi, terlebih lagi laki-laki yang menderita HIV sengaja menyebarkan kepada wanita-wanita tersebut.

Mereka memperbudak wanita terutama wanita Tutsi dengan tidak layak, memperkosa dan memukuli wanita disana. Banyak wanita yang menjadi korban dari konflik tersebut. Diperkirakan lebih dari  250.000 perempuan Rwanda menjadi korban sejumlah bentuk kekerasan seksual, misili sipil reaksioner Hutu melepaskan ratusan pasien penderita AIDS dari rumah sakit dan kemudian membentuk "pasukan pemerkosa" hingga membuat wanita Tutsi terdampak HIV positif. Hingga membuat kaum wanita disana mengungsi di negara sekitar Rwanda seperti Uganda, Tanzania dan Zaire. Dampak negatif yang didapat dari konflik tersebut yaitu lebih dari 500.000 anak menjadi yatim piatu dan selebihnya harus terpaksa menjadi kepala keluarga.

Dari berbagai usaha dan upaya untuk meredakan konflik ini, sebagai langkah awal untuk membangun negeri yang lebih baik. Terbentuklah the Unity and Reconcilitation Commission yang merupakan komisi untuk persatuan dan memulai usahanya dengan melakukan seminar, mendengarkan pendapat dan kursus diadakan diseluruh negeri untuk memupuk cita-cita, membangun kembali kepercayaan diri dan saling percaya didalam diri masyarakat. Dan memulai kehidupan baru kembali dengan membangun Rwanda yang lebih baik kaum perempuan menjadi penggerak di berbagai bidang seperti sosial, ekonomi dan politik.

Genosida Rwanda yang memporak-porandakan kota Rwanda dengan menghabisi etnis Tutsi dengan keji tak hanya menghabisi etnis Tutsi, para wanita juga menjadi korban yang sangat tidak manusiawi yaitu dipropagandakan, diperbudak, dan di perkosa oleh etnis Hutu. Kaum perempuan adalah kelompok yang paling menderita ketika masa kerusuhan akan tetapi perempuan juga yang paling cepat bangkit dari masa kelam tersebut dan bahkan kini menjadi bentuk perubahan bagi Rwanda. Dengan proses peace building yaitu pembetukkan perdamaian yang bertujuan pada perubahan sosial secara damai melaui rekonstruksi dan pembangunan politik, dari teori Jhon Galtung tersebut terbentuklah The Unity and Reconcilitation Commision yang merupakan komisi untuk menampung kaum perempuan Rwanda agar bangkit dari masa kelam tersebut untuk perubahan yang lebih baik dan perdamaian yang mereka harapkan. Mereka memulai peran aktifnya dalam bidang politik, sosial dan ekonomi.

Dalam bidang politik, mereka mewakilinya dengan menduduki kursi parlemen yaitu mewakili dengan suara kesetaraan gender dan hak asasi manusia. Mereka ingin membangun kembali solidaritas di antara perempuan Rwanda tanpa membedakan asal suku mereka. Mereka juga telah memastikan bahwa seluruh perempuan Rwanda mengetahui hak mereka dan dapat mengajrkan anak-anak mereka akan dasar hak asasi manusia. Dan perempuan mendapatkan dukungan dari pemerintahan nasional dengan mendirikan organisasi-organisasi non-pemerintahan yang berbasis perempuan dan telah diakui keberadaannya oleh pemerintahan nasional Rwanda.

Dalam bidang ekonomi, perempuan Rwanda mewakili 42% perusahaan yang ada disana dan mereka membuat sumbangan besar kepada ekonomi negara melalui kegiatan usaha mereka yang didistribusikan dengan baik di seluruh sektor. Genosida yang hampir merusak seluruh dasar pertanian negara dengan sejumlah besar pria yang terbunuh atau melarikan diri dari negara yang memenjarakannya. Perempuan Rwanda menghidupkan kembali sejumlah kegitan pertanian. Mereka berusaha berfikir kembali untuk bisa menghidupi keluarganya yang tersisa tanpa suami mereka.

Dalam bidang sosial, perempuan Rwanda mampu memobilisasi perempuan lainnya bahkan suami-suami mereka untuk memulai belajar memercayai satu sama lain. Mereka memulai hidup baru bersama tanpa mengingat dan mendoktrin mereka berasal dari suku apa mereka.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun