Wedomartani, Sleman --- Di salah satu sudut jalan desa Wedomartani, tampak sebuah angkringan yang selalu ramai menjelang malam. Warung sederhana dengan lampu temaram itu bukan sekadar tempat makan, tapi juga menjadi ruang temu, tempat berbagi cerita, bahkan jadi saksi perjalanan hidup banyak orang. Di balik semua itu, ada sosok inspiratif: Â Ibu AS(45), perempuan tangguh yang telah berjualan angkringan selama 14 tahun penuh dedikasi. Memulai usaha di tahun 2010, Ibu AS tak pernah menyangka bahwa gerobak kecil miliknya akan bertahan dan berkembang sejauh ini. Saat pertama kali mendorong gerobaknya keluar rumah, ia hanya membawa beberapa bungkus nasi kucing, beberapa tusuk sate usus, dan gorengan hangat yang ia buat sendiri. Modalnya terbatas, hanya hasil menabung dari kerja serabutan. Tapi niatnya besar: ingin membantu ekonomi keluarga dan memberi anak-anaknya masa depan yang lebih baik.
"Dulu nggak mikir jauh-jauh, yang penting bisa jualan, pulang bawa uang buat makan," kenang Ibu AS.
Hari demi hari, ia lewati dengan penuh semangat. Hujan, sepi pembeli, persaingan dengan pedagang lain---semuanya dilalui dengan keteguhan hati. Bahkan saat pandemi COVID-19 melanda dan banyak usaha gulung tikar, Ibu AS tetap bertahan. Ia mengubah strategi jualannya, mulai menerima pesanan lewat WhatsApp. Namun titik balik sebenarnya datang ketika IbuAS mulai membuka diri pada perubahan. Melihat tren makanan yang disukai anak muda, ia tak ragu menambahkan menu baru. Dari yang awalnya hanya sajian tradisional, kini tersedia juga nasi ayam geprek, soto ayam, sampai nasi telur geprek dan nasi goreng. Semua dibuat dengan bahan sederhana, namun penuh perhatian dan rasa khas rumahan.
Kini, angkringan Ibu AS tak hanya jadi tempat makan, tapi juga tempat nongkrong favorit anak muda. Banyak mahasiswa, pekerja, hingga komunitas motor yang menjadikan angkringan ini sebagai tempat berkumpul. Malam-malam di warung itu selalu hangat, bukan hanya karena teh panas dan sate bakarnya, tapi karena kehadiran IbuAS yang ramah, selalu menyapa dan mendengarkan cerita siapa pun yang datang.
"Saya ke sini hampir tiap minggu. Bukan cuma karena makanannya enak, tapi juga karena Bu AS bikin kita betah. Rasanya kayak pulang ke rumah," ucap salah satu pelanggan.
Kelekatan itu bukan muncul begitu saja. Ibu AS memang terkenal ringan tangan dan murah senyum. Ia tahu nama hampir semua pelanggannya, ingat menu favorit mereka, bahkan sering menyelipkan bonus gorengan atau teh gratis untuk pelanggan lama. Di tengah kesederhanaan, ada keramahan yang tidak dibuat-buat. Itulah yang membuat orang kembali. Selain berinovasi dalam menu dan pelayanan, Ibu AS juga mulai memanfaatkan media sosial untuk promosi. Anak perempuannya yang duduk di bangku kuliah membantu mengelola akun Instagram sederhana @angkringan.007. Lewat akun itu, mereka mengunggah foto menu, membagikan jadwal buka, dan bahkan memposting testimoni pelanggan.
"Saya nggak paham Instagram, tapi anak saya yang urus. Katanya itu penting buat promosi zaman sekarang. Dan ternyata benar, makin banyak yang tahu angkringan kami dari situ," ungkap Ibu AS.
Berkat keaktifannya di media sosial dan mulut ke mulut pelanggan setia, omzet angkringan Ibu AS meningkat signifikan. Kini, Ibu AS juga siap menerima berbagai pesanan untuk acara kecil-kecilan atau hajatan. Bagi Ibu AS, usaha ini bukan hanya tentang penghasilan pribadi, tapi juga tentang berbagi rezeki. Meski sudah makin dikenal dan ramai, Ibu AS tidak berubah. Ia tetap menjaga harga agar tetap terjangkau, tetap menghidangkan makanan hangat setiap malam, dan tetap menggunakan gerobak kayu yang sudah menemaninya sejak awal.
"Saya pernah ditawari buka kedai besar di pinggir jalan raya, tapi saya belum siap. Saya lebih nyaman di sini, dekat rumah, dekat warga," katanya.