Mohon tunggu...
Fakhraen Fasya
Fakhraen Fasya Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota - UNIVERSITAS JEMBER

Seorang mahaswa dengan antusiasme ilmu perencanaan. Mendalami ilmu analisa spasial berbasis GIS.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Siapa yang Menang? Perebutan Ruang antara PKL, Kendaraan, dan Manusia

21 September 2022   21:02 Diperbarui: 21 September 2022   21:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Jalan Jawa di Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember termasuk ke dalam area perkotaan. Latar belakang ini lah yang membuat lokasi tersebut termasuk ke dalam kawasan padat akan aktivitas ekonomi, pendidikan, hingga pusat pelayanan pemerintahan. Adapun bangunan yang memadatinya antara lain berupa Universitas Jember, Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 3 Jember, Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Jember, Universitas PGRI Argopuro Jember, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (PPPAKB) Kabupaten Jember, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Jember, serta berbagai jenis aktivitas perdagangan dan jasa. Kondisi ini memperburuk kepadatan yang berada di koridor Jalan Jawa jika dibandingkan dengan koridor lainnya di area perkotaan Kabupaten Jember. Indikator yang dapat dilihat adalah adanya hambatan samping berupa parkir liar yang tidak tertata. Parkir on street tersebut seringkali memakan area jalan yang membuat terjadinya kemacetan yang cukup mengganggu aktivitas masyarakat.

Persoalan tersebut lahir dari adanya aktivitas perekonomian pada koridor Jalan Jawa. Akibat tarikan dan bangkitan tersebut, maka artikel ini akan membahas mengenai bagaimana pengelolaan ruang di lokasi tersebut. Tujuannya adalah jika area jaringan jalan serta ruang dapat dimanfaatkan dengan baik, maka idealnya aktivitas perekonomian yang berada pada Jalan Jawa akan meningkat

Universitas Jember digadang-gadang menjadi tarikan perekonomian terkuat bagi masyarakat sekitar akibat masifnya jumlah mahasiswa yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Maka dapat tergambar kondisi aktivitas informal di sekitar, mulai dari penyedia bahan makanan, kebutuhan pokok, penyedia kost, hingga penyedia jasa lainnya. Namun, perlu diketahui pula bahwa aktivitas perdagangan dan jasa dipandang telah melanggar ketertiban, keamanan, dan keindahan kota. Bahkan juga berpotensi untuk menggunakan bahu jalan, trotoar dan fasilitas umum sebagai tempat berjualan yang pada akhirnya mengganggu aktivitas masyarakat. Berkaitan dengan permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Jember melakukan tindakan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No 6 Tahun 2008 tentang Pedagang Kaki Lima disebutkan dalam pasal 1 berisi "Pedagang Kaki Lima yang selanjutnya disebut PKL adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha dalam jangka waktu tertentu dan bersifat sementara di fasilitas umum, dengan menggunakan sarana berdagang yang mudah dibongkar pasang dan dipindahkan" dengan pengertian jika perdagangan dan jasa sebenarnya dapat dibenahi dan ditata dengan baik yang mana hal ini dapat meningkatkan perekonomian setempat lebih meningkat. Tidak hanya itu, penilaian masyarakat terhadap perdagangan dan jasa terkadang juga menjadi faktor penentu konsumtif.

Semakin meningkatnya aktivitas perdagangan dan jasa di koridor Jalan Jawa membuat permasalahan lain muncul. Kemacetan merupakan salah satu permasalahan yang sampai saat ini tidak dapat diselesaikan di koridor Jalan Jawa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fikri, dkk (2021) koridor Jalan Jawa memiliki jalan dengan lebar yang bervariasi mulai 8m, 12m, dan 12,5m yang terbilang cukup lebar dengan tingginya volume kendaraan yaitu 1.421 satuan mobil penumpang (smp)/jam. Hal tersebut tidak menunjukan jika volume kendaraan menjadi salah satu penyebab terjadinya kemacetan. Di sisi lain, pedestrian yang seharusnya digunakan untuk aktivitas pejalan kaki berubah fungsi menjadi aktivitas perdagangan dan jasa yang sebagian besar juga memakan badan jalan. Permasalahan-permasalahan tersebut tentu saja harus segera ditindaklanjuti, tidak hanya dengan penataannya saja tetapi juga dari sisi perekonomian masyarakat setempat. Dengan tertatanya perdagangan dan jasa, parkir, dan pedestrian tentu saja berdampak langsung terhadap perekonomian.

Disisi lain, meskipun peraturan sudah dibuat masih banyak tempat usaha perdagangan dan jasa yang tidak mematuhi peraturan tersebut. Hal ini terlihat dari banyaknya pedagang yang melanggar dan tidak ada satupun pedagang yang melanggar mengalami penyidikan sampai pengadilan. Sikap pemerintah yang kurang tegas kepada pelaku usaha membuat pelaku usaha perdagangan dan jasa bertindak sesukanya, selain itu juga tidak mengenai pedestrian yang beralih fungsi tidak juga pemerintah tindak tegas. Tindakan tidak tegas ini yang akhirnya menciptakan ketidakdisiplinan dari pelaku Pedagang Kaki Lima dan juga parkir yang memakan sebagian badan jalan, sehingga mereka berani menggunakan fasilitas umum tanpa izin.

Permasalahan ini menimbulkan pertanyaan. Antara PKL, kendaraan, dan manusia, siapa yang didahulukan? Pertanyaan ini tidak dapat menghasilkan jawaban pasti. Masing masing komponen tersebut mempunyai peran. Ketiadaan komponen tersebut akan menghilangkan lingkaran ketergantungan antar peran. PKL sebagai tarikan, kendaraan sebagai alat mobilitas, dan manusia sebagai konsumen.

Lalu? Bagaimana mengelola ketiga peran tersebut didalam ruang?

Jawabannya terdapat pada efisiensi dan efektivtias pengelolaan ruang. Sederhananya, manusia membutuhkan penjual, kendaraan membutuhkan ruang, dan PKL membutuhkan pembeli Untuk itu, maka bagaimana manusia dan PKL dapat bertemu, namun dapat menyisakan banyak ruang untuk kendaraan.

Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Contohnya dalam usaha untuk upaya peningkatan efektivitasan jalan, maka model parkir yang semua on street dapat diubah ke dalam model off street. Bahkan menurut penelitian dari Alam (2018) menyebutkan bahwa adanya peningkatan kapasitas jalan sebesar 68% jiwa tidak ada penerapan parkir tipe on street. Penelitian tersebut otomatis menunjukkan bahwa gagasan untuk mengganti penerapan parkir on street ke bentuk lain akan membuahkan hasil yang efektif bahkan memiliki nilai index di atas 50% sebagai bentuk keberhasilannya dalam peningkatan kapasitas jalan.

Di sisi lain, penyediaaan lahan yang ideal bagi para pedagang untuk berjualan. Contoh yang dapat dilakukan adalah dengan membuat foodcourt dengan mengadopsi konsep sejenis pada Foodcourt Millennials yang berada pada Jalan Kalimantan. Preseden tersebut secara tidak langsung menampilkan bahwa satu area terintegrasi yang terkonsep mampu memberikan jawaban atas berbagai keinginan konsumen. Penerapannya dapat dilakukan dengan memberikan konsep cafe untuk kalangan menengah atas dan konsep warung makan untuk kalangan menengah bawah. Selain itu, pemanfaatan lahan dengan cara membuat bangunan menjadi dua lantai juga sekaligus memberikan jawaban atas pemanfaatan guna lahan secara maksimal.

Dari segi perencanaan, persebaran, potensi timbulan, larangan untuk PKL harus diatur dengan jelas. Pada perencanaan, PKL merupakan eksternalitas yang tidak diatur dalam dokumen perencanaan melainkan bersifat adaptif terhadap kondisi lapangan dan ditindaklanjuti dengan regulasi lainnya. Dampaknya, pemerintah akan menghadapi massa yang kekeh untuk tinggal dan pemerintah tidak memiliki rencana yang cepat tanggap untuk para PKL.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun