Mohon tunggu...
Fajar Yudo
Fajar Yudo Mohon Tunggu... -

seorang pengangguran yang gemar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tuan, Kami Mohon Jangan Gusur Rumah Kami!

3 Agustus 2010   02:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:21 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tanggal 10 Juni 2009 atau tepatnya setahun yang lalu di Surabaya, telah diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono, sebuah jembatan yang menghubungkan antara kota Surabaya dengan Pulau Madura (Kamal). Jembatan itu diberi nama Suramadu (Surabaya – Madura). Sebuah jembatan yang menelan anggaran kurang lebih 3,5 triliun rupiah dan sejumlah korban meninggal dari warga negara asing (Negara Cina) yang memang didatangkan sebagai konsultan (pekerja) proyek tersebut.

Setelah diresmikan oleh bapak presiden, hiruk-pikuk, macet total yang diakibatkan keinginan dari masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok untuk menikmati jembatan baru, yang pada waktu itu penyeberangannya masih di gratiskan.

Namun, beberapa masalah masih menjadi polemik pemerintah, seperti keinginan sebagian warga Madura yang mengingkan nama jembatan Suramadu diganti nama dengan jembatan H.M. Noer (mantan Gubernur Jawa Timur, sekaligus sesepuh masyarakat Madura), pembebasan lahan di Surabaya, untuk pembuatan jalan menuju akses jembatan Suramadu, yaitu jalan Kedung Cowek dan Kenjeran, yang proses pembebasannya dilakukan dengan cara setengah paksa (medatangkan aparat gabungan dari TNI, Polri, Satpol PP) karena ada sekitar 7 bangunan, yang menolak sistem ganti rugi alias tidak sesuai dengan harga yang diinginkan masyarakat. Serta perebutan otorita (hak untuk mengelola) RT/RW (ruang tata, ruang wilayah) antara pemerintah pusat, Pemerintah propinsi Jawa Timur, Pemerintah Kota Surabaya, dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan.

Menurut rencana, dalam pengembangan proyek Suramadu, pemerintah telah merencanakan akan mengembangkan areal kawasan jembatan Suramadu dengan akan membebaskan tanah warga seluas 600 Ha, baik disisi Pulau Madura maupun Kota Surabaya.

Dengan adanya gejolak tersebut pada akhirnya bergentayanganlah para mafia-mafia tanah dalam memainkan harga tanah di kawasan tersebut. Memang rejeki bagi kami (saya kebetulan mempunyai tanah diareal Suramadu), dahulunya areal Suramadu merupakan tanah tambak (untuk beternak ikan) dan tanah yang digunakan petani untuk menanam blewah (maka dahulunya saat saya kecil terkenal dengan nama Kebun Blewah). Tempat tersebut dahulunya sepi, dan bahkan jika agak larut terkadang enggan untuk melewati jalan (areal Suramadu) karena rawan kejahatan.

Sejak adanya proyek Suramadu, yang dahulunya tanah tersebut perkavling (70m) seharga sekitar 25 – 30 juta (itupun jarang yang mau membeli),saat ini tanah dikawasan tersebut naik 400% menjadi 100juta, dan mudah sekali bagi penduduk untuk menjualnya.

Yang menjadi masalah saat ini adalah disekitar arela tersebut, sebagian masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan, karena Suramadu area dikelilingi banyak sekali Pantai, yaitu Pantai Suwedi (tambak wedi), Pantai Nambangan (di Nambangan), Pantai Kenjeran. Dan berpendidikan sangat rendah, sebagian dari masyarakat berpendidikan SMP, kebanyakan hanya tamatan Sekolah Dasar.

Bagaimana mereka tidak gusar, dengan membawa uang sekitar 100 juta, kemanakah mereka akan pergi mencari sesuap nasi, kemanakah mereka akan bertinggal jika benar proyek 600 hektar tersebut benar-benar dijalankan. Kampung nelayan hanya tinggal kenangan, tidak ada lagi bagi kami untuk dapat melihat kampung ini (nelayan), Suramadu akan kehilangan penduduk aslinya, dan kemana lagi kita akan mencari makanan yang bahan bakunya terbuat dari ikan.

Padahal nelayan ini, hanya menggantungkan hidupnya mencari ikan sebagai profesi.

Tuan, Kami mohon tinjau kembali, proyek ini, kemana kita harus pergi.

Tuan, Tolong jangan pernah gusur rumah kami.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun