Mohon tunggu...
Fajar
Fajar Mohon Tunggu... Supir - PEZIARAH DI BUMI PINJAMAN

menulis jika ada waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Otdaku Sayang, Otdaku Malang

23 Oktober 2012   06:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:30 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Implementasi otonomi daerah telah memasuki era baru setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kedua UU otonomi daerah ini merupakan revisi terhadap UU Nomor 22 dan Nomor 25 Tahun 1999 sehingga kedua UU tersebut kini tidak berlaku lagi. Di tengah upaya implementasi UU Otda yang baru, DPR menetapkan 5 wilayalah lagi dengan otononomi khusus. Tulisan ini tidak bermaksud mengkritisi apa yang telah diputuskan DPR yang menjadi topik pilihan pembahasan di Kompasiana. Tulisan ini hanyalahlah evaluasi sekilas pandang atas implementasi otda yang sudah berjalan selama ini.

Otonomi daerah dipahami sebagai keleluasaan yang diberikan kepada daerah oleh pusat untuk mengurus rumah tangganya sendiri (desentralisasi kekuasaan). Hal ini tentulah bermaksud positif di tengah proses pembangunan negeri ini yang sentralistik dan tidak merata. Maksudnya memang baik, tetapi tentu ada juga konsekuensi negatif yang bisa saja terjadi dalam proses implementasinya.

Tidak sedikit dampak negatif yang mencuat belakangan ini terkait implementasi kebijakkan otonomi daerah misalnya: maksimaliasi (bukan optimalisasi) Pendapatan Asli Daerah baik melalui aneka pungutan dan ekspolitasi takberimbang terhadap Sumber Daya Alam;  muncul banyak raja-raja kecil di daerah akibat kurang memahami hakekat maksud-tujuan dari konsep desentralisasi dan otonomi daerah; aturan-aturan sebagai tindak lanjut otonomi daerah misalnya: PERDA yang belum memadai atau bahkan ngawur; rendahnya kualitas SDM para aparatur pemerintah daerah yang tidak menunjang tindak lanjut otonomi daerah; dan yang paling kuat dewasa ini adalah kian menjamurnyakorupsi di tingkat daerah; serta munculnya konflik batas wilayah dan SDA di antara masyarakat yang wilayahnya dimekarkan.

Untuk menyikapi dampak negatif yang mencuat akhir-akhir ini seperti dikemukakan di atas maka beberapa jalan keluar bisa diambil. Terkait maksimalisasi PAD untuk menunjang keberlangsungan roda pembangunan daerah perlu diubah paradigmanya yakni dengan prinsip optimalisasi terhadap SDA daerah yang lebih memperhatikan dimensi keberlanjutannya serta upaya intensifikasi anggaran yang ada. Banyak sekali kisah yang terbaca bahwa bupati-bupati ramai-ramai mengeluarkan izin bagi pertambangan tanpa memperhatikan AMDAL serta alokasi dana dari pusat banyak yang tidak dikelolah dengan baik bahkan ada yang masih mengendap di kas daerah. Dana yang ada harus diintensifkan penggunaanya sehingga menjadi tepat sasar bagi pembangunan dan kemajuan daerah.

Hal ini bisa saja terkait dengan minimnya SDA dari aparatur pemerintahan daerah. Karena itu, aparatur pemerintahan daerah harus juga ditingkatkan kapabilitasnya. Sebesar apa pun dana yang tersedia jika pengelolahnya tidak kapabel, maka akan mubazir. Meskipun dananya sedikit tetapi pengelolahnya kapabel, geliat kemajuannya akan lebih tampak.

Terkait munculnya trend "raja-raja kecil" yang kian menjadi "tikus-tikus korup" di daerah harus diawasi dengan serius dari pusat. Dana yang digelontorkan dari pusat harus tetap diawasi dengan ketat penggunaanya di tingkat daerah. Jangan sampai otonomi menjadi bablas tanpa pengawasan pusat.

Terkait konflik-konflik batas dan SDA yang marak terjadi di wilayah pemekaran sangat perlu diadakan dialog persuasif dengan mengerahkan semua pihak atau unsur kemasyarakatan (pemerintah, agama, adat, dll) agar konflik horizontal tidak terjadi di kalangan masyarakat akar rumput. Sistem otoriter yang dimainkan oleh para pejabat bermental raja lalim di daerah dalam menentukan batas sangat kontraproduktif bagi terciptanya perpisahan wilayah tanpa konflik di antara penduduknya.

Terkait aturan yang mendukung aturan otda perlu melakukan pengawasan Perda agar sinergi dan tidak menyimpang dengan peraturan diatasnya yang lebih tinggi.

Dengan demikian, sejatinya otonomi daerah perlu didukung dengan usaha bersama untuk meminimalisasi semua kemungkinan dampak negatif yang muncul agar maksud dan tujuan otonomi daerah demi pembangunan yang merata, adil, dan sejahterah bagi seluruh  penduduk di berbagai wilayah di republik ini terwujud. Kemungkinan penyalahgunaan pasti tetap ada, maka pengawasan bersama dari semua elemen masyarakat bagi implementasinya yang tepat sasar dan berdaya guna perlu digalakan dan ditingkatkan.

Kesempatan yang seluas-luasnya perlu diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan mengambil peran. Masyarakat dapat memberikan kritik dan koreksi membangun atas kebijakan dan tindakan aparat pemerintah yang merugikan masyarakat dalam pelaksanaan Otonomi Daerah. Karena pada dasarnya Otonomi Daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga perlu bertindak aktif dan berperan serta dalam rangka menyukseskan pelaksanaan Otonomi Daerah

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun