Mohon tunggu...
Fajar Winarsih
Fajar Winarsih Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Departemen Geografi, FMIPA UI yang memiliki mimpi sebagai sahabatnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Bahasa di Perbatasan : Perkawinan Antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu Malaysia

2 Oktober 2012   05:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:23 2240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13485627771184660502

[caption id="attachment_200965" align="alignleft" width="300" caption="Anak-anak SD N 09 Sejaro yang Penuh Semangat"][/caption]

Fenomena Bahasa di Perbatasan : Perkawinan Antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu Malaysia Kita harus bangga memiliki bahasa kesatuan Indonesia. Negara Indonesia dengan banyak pulau dan banyak budaya serta bahasa telah cukup berhasil menciptakan suatu bahasa persatuan yang diyakini dapat menyatukan seluruh rakyatnya. Bahasa Indonesia telah menjadi tali persatuan antar suku dan bahasa. Sebagai seorang pelajar, sudah pasti mereka fasih berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia telah diajarkan sejak bangku SD. Kini, bahasa pengantar yang digunakan oleh kebanyakan guru di daerah-daerah adalah Bahasa Indonesia. Memang benar, bahasa nasional harus diajarkan sejak dini. Pelajaran Bahasa Indonesia pun masuk dalam ujian nasional dan tes masuk perguruan tinggi. Sebagian besar penduduk Indonesia telah sedikit banyak mengenal atau bersinggungan dengan Bahasa Indonesia. Kemajuan zaman yang begitu cepat membuat perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia semakin meluas. Istilah bahasa gaul banyak yang diadopsi dari kata-kata dalam Bahasa Indonesia. Begitu gencarnya dunia mengharuskan kemampuan berbahasa Inggris bagi tiap individu membuat adanya percampuran bahasa. Anak-anak muda zaman sekarang lebih suka menggunakan istilah-istilah dalam Bahasa Inggris dibandingkan dengan Bahasa Indonesia. Perkawinan antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris membuat lebih beragamnya bahasa yang digunakan oleh kaum muda. Kata-kata seperti up date, download, upload, e-mail, confirm, follow back, message, chat, shopping, hang out, bed rest, team building, dan lain-lain membuat Bahasa Indonesia menjadi semakin rancu. Padahal, deretan kata tersebut bisa saja dinyatakan dalam Bahasa Indonesia. Namun, yang akan dibahas bukanlah permasalahan Bahasa Indonesia yang telah tercemar oleh bahasa asing, namun lebih kepada pembahasan mengenai Bahasa Indonesia yang telah banyak tercampur dengan bahasa negara tetangganya. Dusun Sejaro, Desa Sekida, Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat menjadi salah satu dusun yang penggunaan Bahasa Indonesianya telah banyak sekali bercampur dengan Bahasa Malaysia. Saya adalah mahasiswa K2N yang mendapatkan tugas untuk menjalankan program kerja dari UI di daerah perbatasan. Lokasi saya adalah Dusun Sejaro tersebut. Selama dua puluh sembilan hari saya tinggal dan bersosialisasi dengan warga suku Dayak Bidayuh disana, ternyata kehidupan sehari-hari mereka pun tidak lepas dari pengaruh negara tetangga, Malaysia. Hal tersebut terlihat mulai dari penggunaan waktu, mata uang, saluran TV, bahasa dan budaya. Kelima hal tersebut sangat berkaitan erat dengan negara tetangga. Warga Dusun Sejaro lebih sering berpatokan pada waktu Malaysia, mata uang yang digunakan pun ada dua, yakni rupian dan ringgit. Ibu Jime, istri dari Kepala Dusun Sejaro mengatakan bahwa mereka telah sejak lama menggunakan dua mata uang tersebut. Jika mereka hanya memiliki ringgit, maka transaksi perdagangan akan menggunakan ringgit, dan atau yang mereka miliki hanya rupiah maka transaksi perdagangan pun akan menggunakan rupiah. Baik rupiah maupun ringgit sama pentingnya dan keduanya sah-sah saja digunakan di wilayah perbatasan tersebut. Nilai per satu ringgit adalah tiga ribu rupiah. Selain mata uang, saluran televisi rupanya berdampak pula pada kehidupan sehari-hari warga. Informasi yang masuk ke dalam dusun tersebut hanyalah informasi mengenai perkembangan Malaysia dan permasalahan yang sedang dihadapi Malaysia. Warga tidak perlu repot-repot menggunakan antena atau parabola untuk menangkap saluran televisi Malaysia. Mereka hanya perlu menyediakan satu tv dengan listrik dan secara otomatis, saluran tv Malaysia akan masuk dengan kualitas gambar yang bagus. Sebaliknya, untuk menangkap saluran tv dari Indonesia, dibutuhkan parabola. Hanya orang-orang kaya saja yang memiliki parabola, salah satunya Kepala Dusun Sejaro, Bapak Lejian. Begitu besarnya pengaruh Malaysia dalam kehidupan sehari-hari masyarakat perbatasan berpengaruh ppula terhadap penggunaan bahasa. Meskipun bahasa lokal mereka adalah bahasa Dayak, namun untuk beberapa kegiatan, mereka akan menggunakan Bahasa Indonesia. Bahasa Dayak antar sub suku berbeda-beda. Meskipun sama-sama suku Dayak, namun penggunaan Bahasa Dayak Bidayuh, Dayak Bekatih dan Dayak Iban sama sekali berbeda. Bahasa Indonesia lah yang seringkali mereka gunakan untuk berkomunikasi dengan wara Dayak lainnya. Sangat terlihat sekali perbedaaan Bahasa Indonesia di Dusun Sejaro dengan di wiilayah-wilayah Pulau Jawa pada umumnya. Begitu banyak kata-kata yang keliru. Warga Dayak pada umumya masih kesulitan dalam membedakan huruf r dan l. Beberapa kasus misalnya, kata terimakasih akan ditulis telimakasih, halo menjadi haro. Fenomena ini tidak hanya dilakukan oleh anak-anak, namun juga oleh para orangtua. Selain itu, pengaruh Bahasa Melayu Malaysia juga terjadi disini. Ciri khas bahasa Malaysia adalah masih adanya unsur Bahasa Inggris di dalamnya. Memang, sebagian besar negara hasil jajahan Inggris memiliki bahasa yang masih terpengaruh oleh negara penjajahnya. Beberapa kata seperti tas dan sepede akan dilafalkan bag dan bycicle (beg dan basikel). Ketika tim saya mengadakan penyuluhan mengenai kebersihan lingkungan, beberapa warga sulit menangkap maksud dari kalimat-kalimat yang kami sampaikan. Padahal kami sudah sebisa mungkin menggunakan kalimat yang umumnya dipahami oleh orang awam. Seperti yang tadi dipaparkan di awal bahwa informasi yang masuk sebagian besar adalah informasi dari Malaysia. Bahasa pun demikian, warga Dusun Sejaro lebih sering mendengar percakapan dalam Bahasa Malaysia daripada Bahasa Indonesia. Hal tersebut membuat para warga semakin terbiasa dengan komunikasi dalam Bahasa Malaysia. Menurut penuturan Kepala Dusun Sejaro, Bapak Lejian, pengaruh Bahasa Malaysia di wilayah perbatasan memang umum terjadi. Hal tersebut karena warga perbatasan cenderung lebih banyak berinteraksi dengan negara tetangganya, selain itu juga karena suku Dayak di Kalimantan Barat masih memiliki hubungan darah dengan Suku Dayak yang ada di Malaysia. Sebagian besar warga di Dusun Sejaro pergi merantau ke Malaysia, jarang sekali yang merantau ke Jakarta. Menurut Bapak Lejian (Kepala Dusun Sejaro), pada masa mudanya, banyak sekali kawan-kawannya yang melanjutkan SMP dan SMA di Malaysia, karena lokasi SMP dan SMA di Indonesia terlalu jauh dan sulit ditempuh karena medannya yang rusak parah. Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam pengucapan Bahasa Indonesia di wilayah perbatasan, namun ternyata Bahasa Indonesia telah berhasil menyatukan warganya dalam hal komunikasi. Tim K2N benar-benar merasakan manfaatnya. Kami merasa sangat mudah berinteraksi dengan mereka. Kami tidak mungkin bisa mempelajari Bahasa Dayak hanya dalam waktu 29 hari saja. Perbedaan dalam pengucapan tidak terlalu berpengaruh banyak terhadap interaksi antar warganya, meskipun ada beberapa kata yang belum mereka pahami. Sepertinya ada satu hal yang harus dibenahi di seluruh wilayah perbatasan. Mereka sangat membutuhkan perhatian pemerintah dalam hal pembangunan daerahnya masing-masing. Pemahaman terhadap sikap cinta tanah air sangat perlu untuk diterapkan di wilayah perbatasan, karena bisa jadi mereka akan sangat bergantung kepada negara tetangga yang berakibat pada keinginan daerah tersebut untuk melepaskan diri dari bagian NKRI dan menjadi bagian dari negara tetangga. Kita pasti sudah tidak ingin lagi mendengar adanya pencaplokan wilayah bukan? Itulah cuplikan kisah penggunaan bahasa yang seringkali ditemukan di wilayah perbatasan di Kalimantan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun