Mohon tunggu...
Faiz Rafdillah
Faiz Rafdillah Mohon Tunggu... Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sahid Jakarta

Menulis artikel kritik sosial dan media baru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tari Saman di Reels Apple: Saat Tradisi Tak Lagi Diam di Panggung Global

31 Juli 2025   12:00 Diperbarui: 31 Juli 2025   06:15 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dari Layar 6 Inci, Suara Tradisi Menggelegar

Segalanya dimulai dari satu video pendek. Sebuah unggahan berdurasi tak sampai dua menit di akun Instagram @apple, brand teknologi raksasa dunia, yang memperlihatkan deretan gadis berjilbab dengan gerak yang sangat terkoordinasi, tepukan tangan yang padu, dan tatapan penuh fokus. Tarian ini bukan dance TikTok atau gerakan hasil AI. Ini Ratoh Jaroe, warisan budaya Aceh yang mengalir dalam darah sebagian rakyat Indonesia, namun sering kali dilupakan oleh algoritma dunia digital. Kini, budaya itu muncul sebagai wajah kampanye global Apple yang bertajuk Music Moves Tradition dan mengguncang jagat maya.

Yang lebih menyentuh dari sekadar kehadiran tarian itu adalah siapa yang menarikan. Mereka bukan selebritas, bukan influencer dengan follower jutaan. Mereka adalah siswi-siswi SMA dari Tangerang Selatan. Ya, Tangerang Selatan, kota satelit Jakarta yang sering disebut hanya sebagai tempat numpang lewat, kini menjadi rumah dari viralitas budaya yang diangkat oleh Apple ke panggung dunia.

iPhone 16 Pro Max memang disebut-sebut sebagai perangkat tercanggih yang pernah mereka rilis. Tapi siapa sangka, fitur “Shot on iPhone” kali ini bukan hanya soal kualitas visual, tapi soal kualitas narasi. Bahwa dari sebuah layar 6 inci, kisah identitas bangsa bisa dipertontonkan. Bahwa dari kamera ponsel, denyut nadi tradisi bisa dipancarkan ke dunia, lebih lantang dari pidato pejabat, lebih menyentuh dari konferensi budaya.

Saat Gerakan Jadi Narasi

Tari Ratoh Jaroe bukan sekadar serangkaian tepukan atau hentakan. Ia adalah bahasa. Bahasa tubuh yang lahir dari sejarah panjang masyarakat Aceh. Gerakannya komunal, teratur, bahkan repetitive, bukan tanpa alasan. Setiap hentakan adalah penegasan, setiap suara yang dihasilkan tubuh adalah dialog kolektif tentang kebersamaan, tentang keberanian, tentang identitas perempuan dalam masyarakat yang religius dan maskulin sekaligus.

Ketika Apple menampilkannya dalam bingkai slow motion, kita tak hanya melihat gerakan. Kita menyaksikan narasi. Narasi tentang bagaimana budaya bisa hidup dalam tubuh muda, dalam ruang pendidikan publik, dalam dunia yang sudah terlalu sering melihat “modernitas” sebagai lawan dari tradisi. Apple tidak hanya merekam gerakan; mereka menangkap makna.

Dan di sinilah kekuatan media digital hari ini: ketika kamera jadi lebih dari sekadar alat, ketika video jadi lebih dari sekadar hiburan. Ia menjadi medium of meaning. Saat konten diproduksi bukan hanya untuk klik, tapi untuk membangun makna dan merawat akar, maka budaya tak lagi hanya tinggal dalam museum atau pentas festival, tapi hidup dalam genggaman, diulang-ulang dalam swipe, dan ditafsirkan ulang oleh generasi digital. Narasi ini bukan hanya milik Apple. Ia kini milik kita semua. Dan pertanyaannya sederhana: beranikah kita merawat dan memperluasnya?

Jurnalisme, Budaya, dan Layar Kecil

Di tengah derasnya informasi yang membanjiri linimasa, jurnalisme seakan sedang berjuang untuk tetap relevan dan dipercaya. Tapi barangkali kita lupa, bahwa jurnalisme sejatinya bukan hanya tentang berita harian atau skandal politik, tapi juga tentang menyuarakan makna, mengangkat yang terlupakan, dan menyulam kembali kebanggaan kolektif. Dan di sinilah kekuatan video kampanye Apple itu: ia bisa saja dibaca sebagai bentuk jurnalisme budaya di era media baru.

Kita melihat wajah-wajah muda yang bukan hanya merepresentasikan kebhinekaan, tapi juga membawa tubuh budaya ke dalam bingkai visual yang estetik. Dalam kerangka jurnalisme modern, ini bukan sekadar dokumentasi; ini adalah storytelling, kisah yang lahir dari pengalaman, dari tubuh yang bergerak, dan dari pesan yang ingin disampaikan tanpa kata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun